Kamis, 22 Mei 2008

STORY COLLECTIVE 004

Submisive Side


3 Bulan lamanya aku memainkan perananku sebagai orang yang termarjinalkan dari masyarakat. Setiap hari kuberikan tubuhku kepada siapa saja yang berani membayar. Suka? entahlah. Aku mulai terbiasa untuk menikmati apa adanya.
Kucoba untuk tidak menaruh beban disana. Tidak semua pengalaman sex itu menarik seperti bayangan dan obsesiku sebelum nya. Uang yang kudapat pun tak seberapa. Lebih banyak penderitaan dan duka.

Mba Eva pun tak jauh berbeda. Kami berdua sepintas mempunyai penghasilan yang besar. Namun semuanya itu ada kompensasi nya. Gaya hidup pun menuntut pengeluaran yang tinggi.Seiring berjalan nya waktu aku berkenalan dengan seorang laki laki gay bernama Jay. Well he is a broker. Kami berteman akrab karena seringnya kami bertemu di sebuah rave. Tanpa kusadari Aku adalah prospeknya. Selama pertemanan kami ia mencoba menelaah dan mempelajari sikap dan sifatku.

Sampai artinya suatu hari dia berkata, "Karen, lo tuh goblok! Bego!" yah aku terkejut. Dan dia jelaskan apa maksudnya. Dia bilang aku punya potensi untuk mendapatkan uang yang banyak, kalau saja aku membiarkan nya 'mentraining' aku. Menurutnya apa yang kudapat hanyalah sisa sisa penikmat hiburan malam. Disana ada sebuah bisnis serius yang bisa kita garap bersama, begitu katanya.

Jay sendiri orangnya cukup baik, menurutku dia pintar, bahkan jenius. Ini yang membuatku menerima ajakan nya selain janji uang yang besar. Dia berjanji, bila aku menuruti nya, dia akan carikan 'client' untukku yang bersedia membayar 5 juta per malam. Itu sih gila pada tahun 1990 uang 5 juta sudah bisa beli 2 motor.

Dia katakan ini 'Pure bisnis' uang di bagi rata 50 - 50. Tentu saja aku tidak menolak. Uang sebesar itu tak pernah kubayangkan. Dua juta setengah satu hari. Dalam satu bulan apapun bisa kubeli.

Well the Course is begin. Sebuah pembangunan karakter diriku di mulai olehnya. Aku harus menjadi wanita yang submisive. Submisive adalah kerelaan dan kepasrahan total terhadap apapun yang mungkin di lakukan 'client' terhadapku.

Inilah kelebihan seorang gay. Dia bisa ngomong apa aja tanpa takut aku tersinggung. "Coba nikmati apapun yang terjadi" Huh mana mungkin pikirku dalam hati, gimana kalau orang itu jelek, gendut dan lain sebagainya. Jay menambahkan kalau itu adalah tantangan nya. Jadi pelacur jangan tanggung katanya.

Jadi aku harus biarkan saja walaupun 'client' itu melakukan apapun terhadapku? ah mana mungkin. Selama ini berciuman saja kadang aku enggan. Munculah aturan aturan Jay yang tak terbantah tentang 'Quality of Service' ku.

Apapun yang mereka lakukan terhadapku, aku harus tetap tersenyum dan dalam waktu dekat harus belajar untuk menikmatinya. Hah? ini gila pikirku. Tapi bayangan akan uang yang besar begitu mendorong tekadku. Bukan sekedar uang tip atau ongkos taksi pulang yang selama ini kudapatkan.

"Kadang hubungan sex itu sakit, lo harus terima dengan kepasrahan total dan bahkan coba untuk nikmati" begitu katanya. Aku hanya menangguk."Bahkan kalau tamu lo melakukan ini" Katanya sambil meremas dadaku dengan kasar "lo harus tetap senyum, coba untuk nikmati" Aku meringis menahan sakit didadaku yang diremasnya begitu keras.

"Walaupun sekeras ini" Katanya sambil meremas lebih keras lagi, kucoba untuk menepis tangan nya. Dia menepis tanganku dan membentakku. Mengatakan itu tak boleh kulakukan. "Laki laki itu adalah mahluk dengan ego sangat tinggi" begitu katanya.

"Masa aku harus melayani laki laki seperti itu" protesku. Dia bilang kalau aku tidak perlu melayani nafsu sadis laki laki. Namun terkadang mereka kasar secara nature tanpa maksud mengasari. Hanya saja mereka tidak tau mana batasannya.

"Coba untuk tersenyum atau bahkan berikan pandangan memuja, tatap dengan rasa terima kasih yang tulus terhadap apa yang dia lakukan" ini gila pikirku. Ternyata remasan di dada belum seberapa dibandingkan yang lain yang selanjutnya dilakukan padaku.

Aku dipaksa mengoralnya dengan cara yang benar benar menjijikan. Kepalaku ditahan nya ketika penisnya menyentuh bahkan menembus tenggorakanku. Berkali kali kepalaku di dorongnya hingga seluruh penis nya yang begitu besar terbenam di dalam mulutku. Air mataku sampai keluar dan berkali kali persaan mau muntah itu kudapatkan sampai akhirnya dia memuji "Deep throat" ku.

"Oral" Katanya "Sebelum tamu lo minta lo berhenti jangan pernah berhenti" aku hanya mengangguk dengan penis nya masih di mulutku. "Tidak perduli bahkan bila dia minta lo melakukan ini sampai satu atau dua jam" aku kembali mengangguk. Memang kemarin kemarin oral hanya kuberikan sekedarnya. Aku benar benar ingin cepat selesai dan di bayar.

Jay merubahku menjadi seorang yang submisive total, kecuali dalam hal "enjoying pain" sedikit sakit tidak masalah. Bila sakit itu karena interaksi seksual aku harus dan memang pada akhirnya bisa kuterima. Namun tidak terhadap apa yang dilakukan seorang "Mental" yang sengaja menyakiti untuk sebuah kepuasan lain.

Sisi exibisonist ku benar benar di munculkan. Dalam berpakaian aku diaturnya. Hampir setiap saat pakaian yang kukenakan hannya sekedar aku tidak telanjang. Bahkan puting susuku dapat dilihat dengan mudah oleh siapa saja, tinggal sedikit melongok dari belahan dadaku yang memang selalu rendah.

Bahkan tak jarang tamuku memperakukan aku diluar batas seperti secara demonstratif dan terang terangan menyelipkan tangan nya kedalam pakaian ku hingga memintaku melakukan oral di diskotik diskotik. Sering aku menjadi tontonan orang. Yang anehnya makin lama aku makin menikmatinya.

Jadilah aku seorang high class escort. Tamutamu yang dijanjikan Jay benar benar ada. Semua berasal dari daerah. Entah itu pejabat ataupun pengusaha. Tak pernah Jay memberikan tamu kepadaku orang yang berasal dari jakarta. Koneksi nya benar benar kukagumi di bidang ini.Hampir setiap hari aku fully booked dengan tarif yang begitu mahal saat itu. Lima juta rupiah per malam tahun 1990. Semua tamuku merasa mereka adalah laki laki terhebat dan benar benar menjadi pujaanku.

Semalam yang kubayar benar benar kumanfaatkan dengan maksimal. Bila ia tidak melarangku aku akan terus menyerangnya. Setiap selesai satu permainan selalu kuberikan pujian. Selain itu aku selalu melayani mereka dengan sepenuh hati. Aku menjadi partner sex, istri dan teman mengobrol nya.

Aku memandikan mereka, benar benar memandikan bukan hanya sekedar menggosok ini itu. Tapi membersihkan seluruh tubuh mereka pada saat mereka datang (biasanya mereka baru mendarat di jakarta). Tanpa mengeluh kuberikan oral sampai mereka benar benar orgasme.Habis itu aku istirahat? tidak. Walaupun tamuku sudah kelelahan aku memberikan pijatan kepadanya. Memang aku bukan ahlinya tapi aku tidak akan mengeluh walaupun tamuku meminta ini untuk suatu yang lama.

Satu hal yang kukagumi dari Jay. Dia memandang ini sebagai pure business. Dan dia menganggap business harus jujur. Tak pernah ada masalah dengan nya. Kudapatkan apa yang dia janjikan. Dengan bantuan nya hanya dalam tempo satu bulan aku sudah bisa membeli semua yang kubutuhkan
Setelah berjalan satu bulan Jay menjadi 'Manager'ku hasil nya benar benar membawa perubahan. Ajaran Mba eva habis habisan di mentahkan olehnya. Bahwa yang penting uang uang dan uang adalah salah.

Jay memberikan sesuatu warna yang lain. Pelayanan total. Dimana ternyata aku benar benar menikmatinya. Aku menikmati perlakuan tamu tamuku tanpa kepura puraan. Sebuah simbiosis mutualisme terjadi hampir pada setiap hubunganku dengan tamuku. Aku tidak bicara uang disini. Aku belajar bahwa uang adalah masalah lain yang terpisah yang sudah di urus dengan baik oleh Jay.

Tamuku mengaku bahwa aku memberikan nuansa baru pada mereka. Tentu saja, dari cerita Mba Eva dan beberapa teman 'sejawat' lain kudengar hal hal yang benar benar berbeda dengan ajaran Jay. Mereka hanya melulu perduli pada uang. Boro boro mau memberikan oral berlama lama. Yang mereka berikan adalah kepalsuan. Target utama mereka adalah laki laki mendapatkan orgasme, ambil uangnya dan buru buru pulang!

Dalam beberapa minggu saja sisi submisive ku sudah terbentuk. Kini aku tidak pernah lagi merasa terpaksa untuk melakukan hal hal. Aku benar benar secara sadar menikmatinya. Perasaan sexy dan sensasi luar biasa kurasakan pada saat aku diperhatikan, dilihat, bahkan di jamah. Baik oleh tamuku ataupun orang orang di sekitarku.

Kini aku tidak merasa risih lagi bila secara demonstratif tamuku melakukan sesuatu seperti terang terangan meremas dadaku, menyelipkan tangan nya kedalam blusku, menyinngkap rok yang kukenakan atau bahkan terkadang membuat ku telanjang dada di depan umum (tempat tempat terntentu, seperti keremangan diskotik ataupun sejenisnya) atau teman teman nya.

Tak jarang di ruang karaoke, tamuku melakukan itu di depan teman teman nya. Tak jarang aku benar benar telanjang dada. Bahkan terkadang benar benar telanjang. Aku tidak keberatan. Bahkan aku benar benar menikmatinya.

Perkataan perkataan yang seharusnya menyakitkan telinga, malah membuatku semakin merasakan sensasinya. Pujian pujian yang di lontarkan tamuku kepada teman teman nya tentang betapa aku haus akan laki laki sering kali menjadi sarana promosi yang luar biasa berguna.

Tidak jarang aku meladeni mereka semua dalam keadaan telanjang bulat dalam ruang karaoke, hotel atau sejenisnya. Membawakan mereka minuman, dan lain lain. Tak jarang mereka memintaku menemaninya ke toilet dan memberikan Quiky padaku. Aku tidak keberatan (Threesome dan Moresome terkadang aku alami, namun hal ini jarang sekali). Aku bahkan sangat menikmatinya.

Senyumku tetap terkembang ketika salah seorang dari mereka 'selesai' dan kami kembali ke ruangan. Tak pernah kutunjukkan rasa enggan ku. Yang entah mengapa jarang sekali kutemukan.

Terkadang beberapa tamuku secara terang terangan menceritakan bagian bagian tubuhku secara terang terangan di depanku. Aku tidak pernah menunjukkan rasa keberatan atau risih. Paling paling aku menanggapinya dengan tertawa. Bahkan ketika mereka memperdebatkan bagaimana hebatnya oralku. Bahkan tak jarang tamuku memintaku mendemonstrasikan bagaimana tanganku bekerja.

Aku bahkan mendapatkan orgasme ku dengan mudah dengan kepasrahan totalku. Tamuku senang. Dan akupun benar benar menikmatinya.

Aku nikmati setiap sentuhan mereka. Setiap saat tubuh kami bersatu. Setiap saat mereka menikmati ketelanjanganku. Setiap saat mereka menikmati permainan ku. Semuanya tanpa ada kepura puraan. Benar benar menjadi sebuah habbit.

Yang membawa ku kearah Hyper. Bahkan sampai sekarang. Aku tak pernah kuasa menolak. Hampir tak bisa mulutku ini berkata tidak pada hampir setiap orang.














Affair Antar Penulis

Jum'at kali ini adalah hari yang paling melelahkan setelah deadline demi deadline, meeting demi meeting dan ditutup dengan klien yang 'sulit', ditambah lagi dengan undangan pesta berakhir pekan yang tidak bisa aku penuhi, karena harus tinggal dikantor sampai tengah malam. Komplit sudah akhir minggu yang menyebalkan. Apalagi kalau membayangkan kawan-kawan yang berpesta, tambah menyesakkan dada, pesta yang pasti wow! Boosters, music and girls, kombinasi kenikmatan duniawi yang selalu jalan beriring sejak jaman Mesir kuno. Mau bilang apa? Tanggung jawab kerja memang harus selalu nomor satu di atas segalanya.

Sementara menungu rekan-rekan desainer menyelesaikan pekerjaannya, kulanjutkan membaca karya klasiknya Frederick Forsyth "The Negotiator" yang baru kubaca beberapa halaman. Kenikmatan membacaku terusik dengan bunyi HP.. hmm pasti kawan-kawan di pesta, hanya tertera nomor di layar HP, tanpa nama, dengan rasa enggan kutekan tombol 'yes'.
"Halo..", sapaku, hening tidak ada jawaban.
"Halo..", sapaku lagi.
"Selamat malam. Nngg.. Ini dengan Dio?", baru terdengar suara dari seberang sana, suara wanita!
"Ya, dengan siapa ini?"
"Mm.. Cleo"

"Cleo? Yang bener. Kok nomornya nomor Jakarta. Kamu ada di Jakarta?", aku surprise!
"Iya, pa kabar?"
"Baik. Pa kabar juga? Kok ga cerita-cerita sih kalo akan ke Jakarta?", aku masih belum percaya itu suara Cleo.
"Hehe.. mau bikin surprise", jawabnya singkat.
"Ohh.. gitu ya. Terus sampai kapan? Ketemu dong.."
"Sampai hari ini. Besok pulang".
"Lho kok cepet. Ketemu dong, Cleo..".
Sesaat kembali hening, sepertinya Cleo bingung menjawab permintaanku.
"Halo.. masih di situ? Ayo dong, pleasee..", pintaku lagi dengan memelas.
"Ok then. Temui aku besok malam di cafe di bawah ya", jawabnya sambil menyebutkan nama hotel tempatnya menginap dan cafe yg dimaksudnya.
"Ok, sampai ketemu besok", aku memastikan, lega mendengar jawabannya.
"Yes!", gumamku senang setelah menekan tombol 'off'.

Pertama kali aku melihat namanya di 17thn, dia, Cleo, 28, seorang senior marketing executive dari negeri 'Singa'. Sebagai penggemar situs itu banyak sudah cerita yang kubaca, tapi cerita Cleo sangat berbeda. Cerita-ceritanya seakan merefleksikan pribadinya dengan lugas, blak-blakan dan 'wild'. Timbul pertanyaan dalam diriku, apakah yang diceritakannya itu 'true story' atau hanya kreatifitas sebagai luapan dari 'sexual drive' yang tinggi? Sudah tentu aku langsung melayangkan email, memperkenalkan diriku sekaligus menanyakan hal tersebut. Tidak disangka emailku dibalasnya, tapi Cleo tidak pernah menjawab pertanyaanku, akupun tidak pernah bertanya lagi, mungkin ia enggan menjelaskannya. Sejak itu kami sering berkomunikasi lewat email, Semakin lama aku dan Cleo semakin akrab, sampai-sampai kehidupan 'tempat tidur' pun kami ungkapkan. Suatu kali Cleo menyarankan agar aku juga menulis cerita berdasarkan pengalaman-pengalamankuku.

Enggan juga pada awalnya, tapi Cleo selalu memberikan dorongan untuk mencoba, akhirnya, di sela-sela kesibukan kucoba juga menulis dan Cleo menjadi 'mentor'ku, hingga terbitlah 'karya' pertamaku di 17thn berjudul 'Bandung Lautan Birahi' yang mendapat tanggapan positif dari para pembaca karena 'karya'ku mendapat rate tiga setengah bintang. Lumayan bagi pemula sepertiku, komentar Cleo di-emailnya. Terima kasih Cleo dan terima kasih juga kepada pembaca yang telah memberikan nilai.

Esoknya, pukul 7 malam, aku sampai di hotel tempatnya menginap. Kutelepon dia untuk memberitahu kedatanganku.
"Hello..", suara halus Cleo menyapa.
"Cleo.., aku sudah di bawah."
"Aku tunggu, ya", sambungku lagi.
Beberapa menit menunggu di sudut kafe, kulihat sosok wanita tinggi semampai mengenakan rok sportif putih sedikit di atas lutut dan atasan berwarna putih.., ketat, kelihatan mencari-cari. Cleo!, akupun berdiri dan melambaikan tangan ke arahnya. Cleo membalas dengan lambaian kecil dan menuju ke arahku. Walaupun aku sudah pernah melihat fotonya namun tak urung aku tercekat juga melihat diri aslinya! Putih, tinggi 170 dengan atasan yang ketat seakan tidak mampu menahan tonjolan dadanya! ditambah dengan rambut pendek 'wet look' kemerahan membuat penampilannya jauh lebih sexy daripada fotonya.

"Hai.. Cleo..", Ia mengulurkan tangan dengan senyum paling manis yang pernah kulihat.
"Dio..", balasku sambil menyambut uluran tangannya.
Kutarik kursi supaya ia bisa duduk dengan mudah.
"Terima kasih..", ujarnya sambil menatapku.
Agak sedikit 'grogi' juga dengan tatapannya, hanya sesaat. Setelah itu dengan lancar kami berbicang-bincang. Mungkin karena pekerjaan kami yang walaupun berbeda namun sebenarnya masih 'satu jalur' sehingga membuatku mudah berkomunikasi dengannya. Suasana kemudian mengalir dengan lancar, tidak lagi kaku.

Setelah memesan makanan penutup, aku mulai mengarahkan perbincangan ke cerita kami di 17thn.
"Jadi.., cerita-cerita kamu itu terjadi beneran atau sekedar fantasi kamu saja?", pertanyaan yang tidak pernah dijawabnya dalam email akhirnya kutanyakan langsung.
"Mm.. ada deh..".
"Kok ada deh.. rahasia segala sama aku".
"Mm.. memangnya kenapa?".
Dengan agak hati-hati, aku bertanya, "Beneran udah pernah ngerasain dildo?".
"Hahahahaha.." tawanya terlepas.
"Uppss.. sorry, aku nggak ber maksud ngetawain pertanyaan kamu, lho..", sambungnya.
"Jadi?", terus kukejar untuk mendapatkan jawabannya.
"Mm..", dia bermain 'hard to get' hingga benar-benar membuatku panasaran.
"Tuh kan, sengaja ya, ngulur-ngulur?".
"Iya..", sahutnya sambil menahan tawa, uuhh.. wajahnya membuatku semakin gemas.
"Jadi?", tanyaku ingin lebih memastikan.

Ia mengangguk sambil menikmati es krim dengan tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Kok ngangguk aja?", semakin gemas aku melihat mimiknya yang menggoda.
"Udah", akhirnya! Terjawab sudah tanda tanya yang selama ini menggantung di kepalaku.
"Wow!.. rasanya sama nggak dengan yang asli?", tanyaku.
"Hampir.. tapi enakan yg asli dong".
"Enaknya?".
"Enaknya.. kalo yang asli bisa terasa banget pas membesar, siap-siap meluapkan isi", jawabnya sambil melirik, mungkin ingin tahu reaksiku.
"Juga.. bisa bikin kelojotan si empunya karena dihisap-hisap punyaku", tambahnya dengan sikap wajar.
Gila! Cool banget, aku sendiri sudah gelisah dengan pembicaraan yang mulai mengarah ke erotis.

Dengan hati-hati kudekatkan tubuhku seraya mengelus halus lengannya.
"Punyaku juga bakalan seneng banget kalo dihisap-hisap", ujarku setengah berbisik.
"Juga..", lanjutnya mengabaikan ucapanku sambil mengangkat sendok yg berisi penuh es krim ke mulutnya.
"Enaknya.. aku bisa merasakan cairan kenikmatan si empunya", ujarnya sambil menjilat es krim dari sendok secara perlahan-lahan.
Wow! Gerakan lidahnya saat menjilat es krim membuatku meradang.

"Kalo dildo, mana punya cairan yang sangat kunikmati itu", sambungnya lagi.
Aku benar-benar menelan ludah melihat semua itu, kuangkat gelas rum cola-ku meminum isinya untuk menenangkan diri.
"Kamu sendiri, udah pernah lihat atau pakai dildo?", tanyanya.
"Belum.. eh ngga.. untuk apa?", terkejut dengan pertanyaannya, membuatku terbata-bata.
"Siapa tahu.. hehe..", kerlingnya nakal.
"Wah nggak deh. Aku masih normal kok".
"Ohh.."
"Mau lihat?", sambungnya lagi.
"Mau lihat? Kamu bawa?", sahutku lebih terkejut lagi.
"Yah, namanya jalan sendirian. Sibuk terus, nggak ada waktu, ya self service lah", jawabnya ringan.

Betul, seperti dugaanku ia memang seorang yang blak-blakan.
"Di kamar?", tanyaku masih tidak percaya akan ajakannya.
"Ya, iya lah. Masak di rumah.. mau lihat nggak?", tanyanya lagi melihat kebingunganku.
"Mau dong..!", jawabku pasti, setelah yakin ajakan itu bukan basa-basi.
"Ke kamarku yuk..", ajaknya kemudian.

Setelah menyelesaikan pembayaran, kami menuju ke kamarnya. Kekecewaanku karena tidak bisa memenuhi undangan 'wild party' kawan-kawanku seketika terobati. Sudah terbayang apa yang akan terjadi di kamarnya, membuat birahiku perlahan merayap ke bagian sensitifku, menegang! Di lift, kami tidak hanya berdua, kugunakan kesempatan itu untuk berdiri sangat dekat ke tubuhnya seraya memeluk pinggangnya. Cleo menggeser lebih mendekat, kupeluk ia lebih erat. Begitu dekatnya hingga dapat kucium parfum yang digunakan di belakang telingannya, membuat birahiku semakin menggelegak lagi. Sampai di pintu kamar aku sudah tak tahan, sementara Cleo berusaha membuka pintu, kupeluk dia dari belakang dan kucium tengkuknya.

Sampai di dalam, kukecup bibirnya dengan penuh perasaan. Cleo memejamkan matanya menikmati kecupanku. Tiba-tiba Cleo mendorong tubuhku.
"Katanya mau lihat dildo", ujarnya sambil mengajakku berjalan ke sofa.
"Nanti aja, yang ini lebih asyik", sambil kuraih mukanya dengan kedua tanganku dan kembali kecupan-kecupanku mengalir!.
"Nakal ya..", ucapnya.
"Aku buka ya kemejanya", lanjutnya membuatku terkejut, tapi kuturuti saja apa maunya.
Kulepas genggaman di mukanya, Cleo dengan leluasa membuka kemejaku. Kutatap ia dengan kebingungan, permainan seperti apa yang akan dilakukannya? Gumamku dalam hati.
"Tunggu sebentar ya..", ujarnya sambil memberiku sun jauh dan menuju ke kamar mandi.

Cleo keluar dengan mengenakan kemejaku yang terlihat kebesaran di badannya, tiga kancing atas dilepas membuat belahan buah dadanya mengintip serta puting yang membayang! Pemandangan yang mencekat tenggorokan! Aku masih bersandar di sofa menanti dengan sabar dan penasaran. Cleo menjauhkan meja di depanku dan menarik kursi kerja kemudian diletakkan di depanku, kira-kira dua kali jangkauan tanganku. Apa yang sedang dilakukannya?, pikirku sambil terus memandangnya dengan tanda tanya yang besar.

"Mau lihat aku dance di depanmu?", tanyanya.
"Great.. mau dong", ujarku dengan antusias, terbayang sudah apa yang akan terjadi.
"Duduk aja di situ ya. Boleh nonton tapi nggak boleh pegang", kerlingnya nakal.
"Yaa.. kok nggak boleh", protesku.
"Yah, mau lihat nggak?", nadanya sedikit mengancam.

Sedikit kecewa, tapi aku mengangguk saja. Dikeluarkannya lempengan CD dari dalam tas, dipasang di laptopnya, mengalunlah musik. Kompilasi Cafe del Mar! Favoritku, Cleo sepertinya telah mempersiapkan semua ini.
Ia melangkah ke arah kursi dan duduk di depanku. Hentakan-hentakan musik mulai membahana. Digoyangnya badannya mengikuti irama, sambil menatapku tajam. Tangannya mulai bergerak. Berawal dari mulut, dibasahinya bibirnya dengan jilatan lidah yang erotis. Dimasukannya jari-jari tangannya. Dihisapnya perlahan, melirik nakal ke arahku, dan..
"sshh aahh.." desahnya lirih.
Diturunkannya tangannya ke bawah secara perlahan, menyusuri tubuhnya. Bergerak lambat dan berhenti di bongkahan dadanya. Diremas-remasnya dengan gerakan yang erotik. Tangannya kembali bergerak k ebawah, melewati perut, dan.. terus semakin ke bawah.

Cleo menatapku dengan pandangan sayu.
"Sshh.. oohh..", mulutnya kembali mendesah, kali ini tidak lirih lagi!
Aku yakin birahi telah menyergap dirinya. Dibukanya kakinya lebih lebar, dijinjitkannya seirama dengan hentakan musik, ujung kemejanya semakin tertarik ke pangkal pahanya. Diangkatnya kaki kanannya, mengarah ke sela-sela celana panjangku hingga menampakkan paha mulusnya. Dengan ujung-ujung jari kaki, diusap-usapnya bongkahan di celanaku perlahan-lahan. Ingin kutahan kakinya agar lebih lama mengusap-usap, tapi keburu ditariknya dengan halus sambil tersenyum manis. Cleo terlihat sangat menguasai permainan ini hingga membuatku ingin menerkamnya! Kemudian dibukanya sisa kancing kemejanya. Satu demi satu, sangat perlahan. Dibiarkan tanpa melepaskan, sebagian dadanya mengintip dari balik kemeja. Aku pun bisa melihat celana dalam miniya dengan lebih jelas. Disandarkannya tubuhnya ke kursi di hadapanku. Kakinya semakin terbuka lebar, pantatnya diletakkannya di ujung kursi. Dikibaskannya ujung kemeja, hingga celana dalamnya lebih terlihat.

Diusap-usap celana dalamnya dengan perlahan, seirama musik yang masih mengalun. Kepalanya tengadah disandarkan ke kursi, seakan ia menikmati usapan-usapannya sendiri. Desahannya bertambah keras. Posisinya membuat dadanya membusung, meskipun putingnya masih tertutup kemeja, membuatku menelan ludah. Kubuka resleting celana, akupun mulai mengusap-usap kejantananku yang sudah membesar. Tatapannya semakin sayu, gerakannya semakin menjadi, bak striptease professional. Kutatap Cleo dengan pandangan membara. Perlahan ia berdiri, dibalikkannya tubuhnya, kemeja diturunkannya hingga di ujung tangan, dibiarkannya meluncur begitu saja. Lepas! Terlihat punggungnya yang putih bersih. Ditundukkannya badannya, tangan kirinya memegang ujung kursi, diarahkannya pantatnya ke mukaku. Sambil tangan kanannya mengusap-usap perlahan. Disini aku sudah tidak tahan lagi hingga kugigit kecil bongkahan pantatnya.

"Oughh..", pekiknya terkejut.
"Eh.. kan nggak boleh nyentuh", ujarnya protes.
"Tega banget sih, Cleo", suaraku memelas, kembali senyum nakal terukir di bibirnya.
Digeserkannya kursinya menjauh. Dihempaskannya pantatnya ke pangkuanku. Kubuka kakiku lebih lebar. Digoyangkannya pantatnya berputar-putar menggesek-gesek kemaluanku yang telah mengeras seperti batu. Cleo semakin terhanyut dengan gerakan-gerakannya yang mungkin hanya Inul yang mampu melakukannya.

Akupun tak lagi sanggup menahan desahanku.
"Ssff.. uuhh..", desahku tertahan.
Aku tak tahan ingin segera menyentuh kewanitaannya, aku memintanya dengan penuh harap dan.., Cleo mengijinkan permintaanku. Jari-jariku menjamah kewanitaannya yang sudah basah dan menggesek-gesek klitorisnya dari balik celana dalamnya. Cleo menggelinjang. Gerakannya semakin bertambah, membuat gesekanku semakin cepat. Tanganku yang lain meremas-remas buah dadanya yang kenyal. Nafasku memburu penuh birahi. Cleo rupanya sudah tahan lagi. Dibalikkannya badannya. Terbawa gairahnya yang membara, dijilatnya mukaku dengan tak beraturan. Dikecupnya, dijilatnya. Akupun turut larut terbawa nafsunya.
"Lick me.., lick me..", pintaku di tengah-tengah jilatannya.
Dijilatnya telingaku, digigitnya perlahan kemudian dihisapnya keras-keras. Dijilat-jilatnya bibirku tanpa mencium. Lidahnya bergerak-gerak jalang dengan birahi semakin memuncak. Aku memintanya untuk menjilat lebih ke bawah, lidahnya mulai turun menjilat leherku dengan penuh nafsu. Semakin turun, dadaku menjadi bulan-bulanan lidahnya yang semakin liar. Gigitan kecilnya di puting susuku membuat nafsuku semakin menjadi-jadi.
"Ssff.., Cleoo.., aaugghh.., more.., moree.."

Perutku tak lepas dari jilatannya dan semakin kebawah. Celanaku dibukanya dengan tergesa-gesa seolah ingin segera mendapatkan isinya! Begitu celana dalamku dibukanya, keluarlah kejantananku yang sudah membesar. Cleo kembali melanjutkan jilatannya, tidak langsung ke batangku. Dijilatnya dengan halus bawah perutku. Diangkatnya batang kejantananku dan ditempelkannya ke perutnya. Dijilatnya buah kenikmatanku. Dikulumnya halus, dibiarkannya di dalam mulut tanpa dihisap.
"Aaghh..", akupun memekik karena nikmatnya.
Dibukanya kakiku lebih lebar dan kembali menjilat buah kenikmatanku. Aku mendesah sambil terus mengelus-elus rambutnya.
"Want me to lick your dick?", tanya Cleo menggoda.
"Pleassee..", hanya itu yang mampu kukatakan.
Batang kejantananku dijilatinya lembut centi demi centi. Aku kembali memekik merasakan kehangatan lidahnya. Seluruh kejantananku habis dijilatinya dan semakin lama jilatannya berubah menjadi jilatan rakus. Dan akhirnya.., semua batang kenikmatanku ditelan dalam-dalam ke mulutnya.
"Aauugghh..", aku memekik keras merasakan sensasi mulutnya.
Dihisapnya kejantananku dalam-dalam, keluar, masuk, keluar, masuk, keluar, masuk.
"Suck it.., suck it..", pintaku dengan birahi yang semakin menggelegak.
Permintaanku rupanya membuat Cleo semakin garang hingga dia menghisap sekeras-kerasnya dan dengan rakusnya.
"Goodd..", aku semakin terhempas ke dalam kenikmatan.

Kupegang kepalanya. Cleo mengerti, dibiarkannya aku mengatur kecepatan keluar masuk batangku di mulutnya. Kutekan-tekan kepalanya. Semakin lama semakin dalam masuk hingga menyentuh dinding belakang mulutnya. Membuatku semakin menggila.
"Ssff.. STOPPPPP..! I'm going to cum in your mouth!".
"Pleasee, pleasee, pleasee..", Cleo merengek ingin terus menghisap.
"Allrightt.. another minute", kupenuhi keinginannya.
"Pleassee..", rengeknya lagi.
"You want it.., here..! I fuck your mouth..", ucapku brutal.
Aku semakin mempercepat tekanan tanganku di kepalanya. Cleo tidak tinggal diam, lidahnya ikut bergerak-gerak dengan binal di batangku. Oouughh.. nikmatnya. Semakin lama semakin basah mulutnya, ludahnya berjatuhan keluar dari mulutnya. Gerakan tanganku di rambutnya juga semakin tidak beraturan.

"Fuck..fuck..fuckk..you really really a BAD GIRL..BITCH..COCK EATER!" pekikku semakin brutal
Cleo tambah menggila mendengar pekikanku, hisapannya semakin menjadi-jadi. Sesaat kemudian, kuhentikan permainan oral paling nikmat yang pernah kurasakan. Cleo benar-benar liar! Kubawa ia ke tempat tidur. Kurebahkan badanku, dan meminta Cleo berlutut di atas mukaku. Celana dalam mininya masih belum terlepas. Kuselipkan jariku dari samping celana dalamnya. Kuusap-usap kewanitaanya dengan lembut. Pinggulnya bergoyang-goyang—mengikuti usapan2ku dikemaluannya—sambil meremas-remas dadanya sendiri. Cleo sudah dicengkram birahinya. Kumasukan jariku kelubang kenikmatannya yang semakin basah. Kugerak-gerakkan jariku dengan ibu jari menggesek-gesek klitorisnya. Tubuhnya bergoyang-goyang keras hingga akhirnya lemas. Rubuh disampingku.

"Pleasee lick it, Dio.. Dio..", Cleo menghiba dengan masih tergeletak di sampingku.
Aku bangkit dan menarik penutup terakhir di tubuhnya hingga menampakkan gundukan kewanitaannya yang diselimuti bulu-bulu yang terawat rapi. Sangat menggairahkan! Cleo membuka pahanya hingga seluruh kewanitaannya yang kemerahan segera saja kuterkam.
"Ooughh..", jeritnya nikmat ketika lidahku menjilat-jilat lubangnya.
Kubuka lubangnya dengan jariku. Kumasukkan lidahku, menjilatnya dengan rakus. Mulutkupun bergerak liar menghisap dan mengigit-gigit kewanitaannya.
"Aaccchh..", badannya bergetar tak tertahankan karena merasakan kenikmatan mulutku.

Aku sangat menikmati vaginanya, bahkan hidungku pun kumasukkan. Cleo terkejut sesaat, tapi kemudian malah menekan-nekan kepalaku. Permainan yang sangat liar. Aku memintanya menekan-nekan terus. Bagai kesetanan, aku kembali menjilat-jilat kewanitaannya dengan jalang. Kurasakan Cleo semakin tak tahan dengan kenikmatan itu. Semakin garang aku menyantap daging lembut di sela pahanya, semakin membawanya ke titik puncak. Kurasakan hentakan-hentakan pinggulnya yang semakin keras, semakin liar hingga akhirnya..
"Dioo.., akuu.., keluaarr.., aagghh..", Cleo menggelinjang hebat.
Menghentak-hentak, menjambak rambutku, menekan kepalaku agar tidak terlepas dari segitiga venusnya. Hingga akhirnya ia terhempas lemas. Dari sela-sela pahanya, kupandang Cleo tanpa berkedip. Iapun memberikan senyuman. Senyumannya yang paling manis.

Kami masih sama-sama berbaring di tempat tidur. Saling berpelukan dan kepalanya disandarkan di dadaku. Beberapa saat kemudian Cleo bangun perlahan. Diambilnya dildo dan oil dari tas.
"Nih dia.., coba deh.., elus-elus hehehe..", disodorkannya dildo itu ke arahku.
"Itu untuk apa?", tanyaku sambil melihat oil.
"Supaya melicinkan jalan..", kerlingnya nakal.
Cleo merebahkan diri lagi di sampingku.
"Gimana?", tanyanya ingin tahu.
Aku tersenyum, sambil terus memperhatikan dildo tersebut dengan teliti.
"Kamu nakal juga ya di tempat tidur", ujarnya kemudian.
"Tapi suka kan..", balasku sambil meletakan dildo dan oil di kasur.
"Bad boy sihh.."
"Kan bad boy nggak bakal jadi kalo nggak ada bad girl-nya", sambil tanganku mengelus-elus dadanya dan memberikan remasan.
"Yee.. dasarnya aja udah bad bad boy", ujarnya sambil sedikit bangun hingga aku bisa melihat wajahnya.
"Coba bilangnya deketan lagi?"
"Badd boyy..", didekatkannya wajahnya.
"Lebih dekett.."
"BAADD BOOYY..", wajahnya semakin mendekat.

Kutarik kepalanya dan kucium bibirnya dengan lembut, penuh perasaan. Lidahku menari-nari di dalam mulutnya, bermain dengan lidahnya. Sementara tanganku meremas bongkahan pantatnya perlahan. Kurebahkan Cleo kembali ke sisiku. Ciumanku bergeser ke bawah, ke lehernya. Kujilat perlahan. Kembali lagi ke telinganya, lidahku menari-nari di dalam telinganya. Dan menyedot perlahan ujungnya. Elusanku di dadanya berubah menjadi remasan. Ciumanku berlanjut turun ke pundak, ke dadanya. Kujilat putingnya perlahan dan kuhisap keras. Tanganku yang lain mengelus-elus vaginanya yang mulai basah lagi.

"Oouughh..", desahnya sambil tangannya mengacak-acak rambutku, Cleo kembali memanas.
Jariku semakin lincah bermain di vaginanya. Dibukanya kakinya lebih lebar. Cleo terlihat sangat menikmati hisapan di dadanya dan tusukan jariku yang semakin dalam masuk ke vaginanya. Ia mengerang keras. Aku semakin mempercepat permainan jari-jariku hingga membuat tubuhnya menggelinjang.
"Yess.. give me all..", erangnya lagi.
Aku sangat menyukai erangannya yang sedang diselimuti birahi.
"Moree.., honey.., more.., yeaach.., shiitt.., I want it.., I want it.., moree Dio pleassee..", pekiknya ketika jari keduaku juga masuk ke dalam lubang kenikmatannya.
"Aaghh.., I want to fuck you. BAD GIRL!"
"Pleasse pleasse.., fuck me.., fuck me.."

Kubalikkan tubuhnya. Kutarik pinggangnya hingga posisinya menungging. Kujilat vaginanya dari belakang kemudian ke lubang anusnya, kembali lagi ke vagina begitu berulang-ulang. Kemudian, kumasukkan ujung lidahku ke lubang anusnya. "Feelss goodd..", lagi-lagi Cleo memekik.
Lidahku masih berputar-putar di anusnya, dan dua jariku masuk lagi ke vagina. Erangannya semakin menjadi-jadi. "Ooghh.. moree.. I want your dickk pleassee..", pintanya memekik.
Kuarahkan batang kejantananku ke vaginanya yang kembali basah. Kumainkan sebentar di mulut kewanitaannya, dan.., bless.., oughh.. nikmat sekali, kurasakan kewanitaannya menjepit kejantananku, kemudian kugoyangkan perlahan. Kuusap pantatnya, kuremas-remas. Kemudian kumasukan ibu jariku ke lubang anusnya. Kupraktekkan apa yang sering kubaca dalam ceritanya di 17thn. Perlahan ibu jariku masuk ke anusnya, sementara genjotan di lubang vaginanya terus berlanjut. Tubuhnya bergoyang mengikuti irama sodokan batangku. Semakin lama semakin keras. Seirama gerakan ibu jariku yang semakin lama semakin dalam menancap di anusnya.
"More, more, moree..", teriaknya dengan birahi yang semakin tak terkendali.
Nafsuku semakin memuncak mendengar teriakan Cleo. Ibu jariku kucabut, kuoleskan baby oil di lubang anusnya. Kuambil dildo dan kumasukkan dengan perlahan.
"Aagghh.., yess..", erangnya.
"Yeaa.., you like it? Dildo in your hole?!", seruku brutal, membuatnya semakin bernafsu.
Kugerakkan dildo di anusnya, sementara dua jariku menggantikan kejantananku yang menyodok-nyodok kewanitaannya.
"Oohh..", jerit Cleo.
"More.., more.., fuck Mee..", jerit Cleo.
"YOU BITCH! Feel IT!", pekikku sambil mengocok lebih keras.
"Fuck your 2 holes.., hardd!", sambungku lagi sambil menancapkan jari-jariku dan dildo lebih dalam di kedua lubangnya.
"Oohh goshh..", Cleo mengerang keras tak tertahan mengekspresikan kenikmatannya.
Semakin keras aku menyodok kedua lubangnya, semakin Cleo menikmatinya. Pantatnya semakin ditunggingkan, seakan meminta lebih. Tidak kusia-siakan! Kusodok lebih keras lagi.
"Fuck me.. fuck me all the way u wantt..", pekiknya merasakan kocokanku yang menggila.

Nafsu birahipun sudah semakin menguasai kami. Kucabut dildo dari anusnya, kuulaskan lagi sedikit oil dan akhirnya kuarahkan kejantananku ke anusnya. Kudorong perlahan, kemudian dengan sekali tekan, seluruh batangku masuk.
"Ooughh.. nikmatt", jerit Cleo.
Sangat nikmat tak terkirakan kurasakan kejantananku menyusuri lubang anusnya. Ditambah lagi dengan melihat Cleo yang menjadi liar menikmati permainan anal ini. Cleo memainkan vaginanya dengan jari-jarinya sendiri. Jeritan-jeritan kenikmatan Cleo tambah menjadi-jadi, akupun semakin jalang memainkan batang kejantananku.
"Dioo.., agghh.., Dioo..", Cleo memekik-mekik membuatku semakin ganas menyodok lubangnya.
"Dio.., aku mauu..", kurasakan getaran birahi yang memuncak.
"Dioo.."
"Tunggu sayangg.., aku jugaa..", seruku terbata-bata di tengah kenikmatan merasakan lubang anusnya.

Gerakanku bertambah cepat, bertambah liar dan bertambah ganas hingga dua tanganku menahan pinggangnya erat. Dan kutekan sedalam-dalamnya batangku seakan ingin menumpahkan sesuatu yang selama ini tertahankan.
"Dioo.., akkuu..,, ke.., lu.., aarr..", Cleo tak kuat menahan lebih lama lagi semburan birahinya.
Akupun begitu.
"Aku jugaa.., aaghh..", jeritku panjang.
Kurasakan cairan kenikmatanku menyembur-nyembur di anusnya. Betapa nikmat tak terkira. Sesaat masih kutahan pinggangnya untuk menuntaskan semburan akhir. Aaah, lemas! Kami sama-sama roboh tergeletak di kasur. Hening menyelimuti kami beberapa saat kemudian. Hingga akhirnya kami tertidur dalam kenikmatan.

Cleo masih tertidur saat aku bangun, kupandangi wajahnya yang menyungging senyum tipis.
"Selamat pagi", ucapku saat ia membuka mata sambil memberikan kecupan.
"Pagi..", jawabnya sambil mengusap-usap wajah.
"Enak tidurnya?", tanyaku sambil menarik tubuhnya ke dalam pelukanku.
"Iyah.., haauw..", sambil menguap kecil.
"Kamu?"
"Enak dong, sayang. Apalagi abis main sama kamu", kecupan-kecupan kecilku mendarat lembut di wajahnya.
"Iihh.., udah dong. Malu ah.., bau nih. Mandi yuk", Pelukannya terlepas cepat.
"Yuk..", jawabku.
"Huu.., cepet deh kalo diajak mandi", sambungnya manja.

Kami masih bercengkerama beberapa saat sambil menikmati sarapan, sebelum akhirnya beranjak menuju kamar mandi. Tak perlu lagi membuka baju. Kami tertidur dengan masih bertelanjang semalam. Aku masuk ke dalam shower terlebih dahulu. Setelah suhu air pas, kuulurkan tangan mengajaknya bergabung. Air hangat mengguyur tubuh kami. Di bawah kucuran air, tak henti-henti kucium bibirnya. Tanganku pun berkeliaran di tubuhnya. Aku ingin sekali 'main' sambil mandi, sengaja kuusap agak lama dadanya saat menyabuninya, perutnya dan kewanitaannya. Setelah itu ganti Cleo yang menyabuni tubuhku. Perlahan di setiap centi tubuhku. Hingga akhirnya sampai di penis yang sudah mulai membesar, Cleo berlama-lama. Mengusapnya halus, perlahan hingga membuat kejantananku semakin membesar.
"You naughty girl", bisikku sambil meremas-remas buah dadanya.
"Suka sayang?", tanyanya berbisik.
Bukannya menjawab, malah kulumat bibirnya sambil mendorong tubuhnya perlahan ke tembok. Badan kami masih penuh dengan sabun sehingga gerakan kami semakin licin. Kuremas buah dadanya lebih kencang, sementara kejantananku yang sudah kembali tegang kuselipkan di antara pahanya. Tapi kelihatannya Cleo tidak berminat untuk melakukannya di kamar mandi.
"Enakan main di kamar.., sayang.., ya..?", ucapnya setelah berhasil lepas dari lumatan bibirku, sambil mengusap-usap halus batangku.
Aku agak kecewa karena sudah membayangkan keliaran Cleo 'bermain' di bawah siraman shower. Walaupun kecewa tapi kuikuti keinginannya, sambil membersihkan busa sabun dari badan sambil tetap 'usaha' dengan menyentuh bagian-bagian sensitif tubuhnya. Gagal juga!

Setelah mengeringkan badan, Cleo mengajakku duduk di tempat tidur. Ia berdiri di hadapanku, memperhatikan bagian bawahku yang masih sedikit tegang. Cleo berlutut di hadapan kejantananku dan mengelus-elus halus.
"Bangun lagi, sayang..", ucapnya seakan berbicara dengan penisku.
Dari elusan halus, dipegangnya batangku. Dijilatnya perlahan. Tidak terburu-buru seperti kemarin. Dimasukannya perlahan ke mulutnya. Dikulumnya halus sambil mengelus perlahan kedua buah zakarku. Kemudian batangku di kocok-kocok perlahan.
"Aagghh.., enak sayang..", aku merintih keenakan.
Cleo meneruskan hisapan yang begitu dinikmatinya. Membuat kejantananku membesar dan menegang. Puas dengan hisapannya, perlahan Cleo berdiri, mengajakku duduk di tempat tidur sambil bersandar di tembok. Ia duduk di pangkuanku berhadapan. Mulutnya meneruskan aktifitas di mulutku. Lidahnya menari-nari di dalamnya, menggapai-gapai lidahku yang tak kalah ikut berkeliaran nakal. Lengannya melingkar di leherku. Sementara tanganku mulai menelusuri tubuhnya yang sintal, diikuti oleh desahan-desahan hangatnya. Kuremas-remas bongkahan pantatnya dengan penuh gairah. Kuangkat tubuhnya perlahan, dan kejantananku perlahan kembali memasuki kewanitaannya.

"Aagghh..", bersamaan kami mengerang kenikmatan.
Hanya sesaat karena kemudian kami lanjutkan dengan ciuman penuh gairah yang sempat terputus. Birahi Cleo kembali terbangun. Diputar-putarnya pinggangnya, tanpa melepas ciuman kami. Semakin lama badannya menegang, dipeluknya aku erat-erat. Badannya terhempas ke belakang karena terhentak oleh birahi yang mulai menguasainya. Dengan sigap kutahan tubuhnya.
"Dioo.., agghh.."
Kubantu gerakannya dengan menekan pinggangnya ke arahku. Cleo mendekatkan lagi tubuhnya, diatur kembali gerakannya. Naik.., turun.., naik.., turun..
"Dioo.., enak banget sayangg..", racaunya saat aku menjilat-jilat di pundak, di bahu dan di buah dadanya.
Gerakan tanganku di pantatnya pun mulai meliar. Terkadang jariku bermain di lubang anusnya. Kumasukkan sedikit demi sedikit. Semakin dalam Cleo menekan batangku, semakin dalam jariku masuk ke anusnya.

Kemudian kuangkat kembali badannya. Kuarahkan kejantananku ke lubang anusnya dan.., kurasakan kembali kenikmatan lubang anus Cleo.
"Aagghh..", lagi-lagi kami berbarengan mengerang.
"Feelss fucking greatt..", Cleo mulai meracau, birahi kembali menguasainya.
"Fucckk.., it's so greatt..", aku pun juga terbawa racauannya.
"Youur dick is so greatt.., honeyy.."
"Aagghh.. your ass so tightt.."
Cleo semakin dalam mendorong pantatnya. Semakin cepat, semakin keras.
"Nikmaatt.., Cleo.., nikmatt..", eranganku rupanya menambah gairahnya.
Semakin menggebu-gebu Cleo menekan-nekan pantatnya. Jilatan-jilatan liarpun menerpa wajahku. Hunjaman kejantananku semakin menggedor-gedor anusnya hingga membuat Cleo kembali menggapai puncak klimaks.
"Dioo.., aghh.., nikmatt", iapun terhempas ke belakang.
Lagi lagi aku harus menahan beban tubuhnya. Cleo mengeluarkan kejantananku dari dalam lubang anusnya. Iapun lunglai di pelukanku.
"Makasih Dio..", bisiknya.
Tanganku mengelus-elus punggungnya perlahan untuk memberikan kesempatan kepadanya beristirahat, menikmati kepuasan yang baru saja diraihnya. Kejantananku masih tegang. Cleo bangkit ke kamar mandi dan kembali dengan handuk basah hangat, dibersihkannya batang kenikmatanku dengan lembut. Cleo memintaku berbaring miring dengan satu kaki terbuka dan perlahan mulai menghisap kejantananku yang masih menegang sambil dikocok-kocoknya. Hisapan, jilatan, kocokan dan jari tangan yang mengelus halus anusku memberikan sensasi seksual yang luar biasa.
"Can I.., put there honey", bisiknya.
Cleo ingin memasukan jarinya ke anusku! Memainkan anus wanita pasanganku adalah bagian yang aku sukai, tapi anusku sendiri dimainkan belum pernah! Bingung, antara kuatir, ingin tahu dan tidak ingin mengecewakannya.
"You want it, honey..? Put then..!", aku seperti tidak percaya dengan ucapanku.
Segera saja cleo meraih baby oil dari meja kecil di samping tempat tidur. Diusapkannya di lubang anusku, juga jari telunjuknya. Perlahan diputarinya mulut lubang anusku hingga menimbulkan rasa geli yang nikmat, hal yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
"Do it! NAUGHTY GIRL", aku tak tahan ingin merasakan lebih dari sekedar dielus-elus.

Cleo memasukan jarinya sebatas kuku, digerak-gerakannya perlahan di dalam. Dimasukannya lagi lebih dalam, hingga setengah jarinya, digerak-gerakannya lagi.
"Aaghh..", aku mengerang.
Aku merasakan sensasi seksual yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Cleo semakin antusias memainkan jarinya. Dimasukannya lagi lebih dalam, hingga jarinya masuk seluruhnya. Oohh.. nikmattnya. Semakin digerakkan semakin aku menjadi beringas, jarinya mulai mengocok-ngocok keluar masuk.
"Yeaachh.., yeaach..! More.., moree.., suck my dickkk..!", aku meracau.
Jari kanannya sibuk dengan anus sementara mulutnya kembali sibuk menghisap-hisap kejantananku. Jarinya semakin cepat keluar masuk dan mulutnya semakin beringas membasahi penisku. Aku dan Cleo semakin menikmati permainan ini. Birahi yang memuncak membuatku ingin mencoba lebih dari sekedar jari.
"Cleo.., dildo.., cleo.., put it into my ass!", pekikku meminta.

Diraihnya dildo, diolesinya oil. Diarahkannya dildo itu ke lubang anusku. Diputar-putarnya perlahan, disapunya oil di mulut anusku kemudian didorongnya. Sebagian kepala dildo masuk ke anusku yang masih perawan. Cleo mendorong lebih keras lagi hingga seluruh kepala dildo masuk ke lubang anusku, terasa sedikit sakit, tapi tidak memadamkan keinginanku untuk meneruskan permainan ini. Cleo memahami, didiamkannya kepala dildo agar lubang anusku terbiasa, ia pun melanjutkan menghisap-hisap kejantananku. Hisapannya membuatku lupa dengan rasa sakit di anus. Birahiku menggelegak. Saat itu tidak disia-siakan Cleo, ia kembali menekan dildo lebih dalam ke lubang anusku.
"Auughh..!", aku memekik.
Merasakan dildo di dalam anusku, sulit dilukiskan sensasinya, aneh, perih, nikmat semua menjadi satu. Digerakannya dildo perlahan, keluar masuk, perlahan. Aku benar-benar menikmati, dipercepatnya gerakannya. Keluar masuk.., keluar masuk.., ougghh.., nikmatnya. Hilang sudah rasa sakit dan perihku.
"Aagghh..", aku kian mengerang.
"Fuck mee..! FUCK MEE..!", racauku.
Cleo semakin mempercepat lagi kocokannya. Semakin dalam, semakin cepat.
"Oohh..! You're so FUCKING.. BAADD..!"

Erangan-eranganku semakin membuat Cleo tak terkendali.
"Fuckk.., fuck you hardd.., ouugghh..", aku pun ikut terbawa birahinya.
"Cleo.., cleo..", kubuka kaki semakin lebar.
"EAT MY DICKK..!", aku mengambil alih dildo dari tangannya.
Erangan-eranganku semakin menjadi-jadi. Diraihnya batangku, dihisapnya sambil dikocok-kocok. Tak beraturan, ludahnya membasahi penisku hingga menimbulkan bunyi kecipak seirama dengan semakin tak terkendalikannya birahi kami.
"Aaghh..", aku mengerang panjang saat Cleo menghisap keras.
Sementara tanganku masih sibuk dengan dildo di anus. Entah apa yang merasukiku, yang pasti birahi begitu menyelimuti kami. Hisapannya semakin keras dan liar.
"Cleoo.. i wanna cum inside you..", aku bangun mendadak, membuang dildo dan menerkam tubuhnya, kubaringkan dan kuangkat kakinya ke pundakku.
Sambil berlutut, kuarahkan batang kejantananku yang sudah membatu ke lubang kenikmatannya.
"I wanna fuck you.., fuck you..", kudorong keras batangku dan.., bleess.., bless..
"Aagghh..", kepalanya terangkat sesaat merasakan kejantananku menembus keras lorong kenikmatannya.
Aku menjadi sangat liar. Gerakanku sangat garang, menghentak-hentak. Liar.., kerass.., kencang.

Sodokanku membuatnya berguncang-guncang seirama tekananku ke tubuhnya. Kepalanya bergoyang-goyang tak terkendalikan. Kejantananku menekan keras, dalam dan mengoyak-ngoyak isi kewanitaannya.
"Aaghh.., Dioo.., aghh..", Cleo meremas-remas dadanya dengan keras, membuatku semakin bernafsu.
"Cleoo.., I wanna cumm..", gerakanku semakin liar.
"Oughh.., Dioo.., fuck me.., fuck me hardd.., cum in cum..", Cleo mengerang-erang.
Tubuhnya pun ikut bergoyang, didorong keatas pinggulnya seakan ingin melumat seluruh batang kenikmatanku dan..,
"Dioo.., cumm.., Dioo..", tubuhnya mengejang.
"Cleoo.., shhiitt.., i'm cumminngg.. too..", kusodok dia dengan keras, kutekan dan kutumpahkan cairan kenikmatanku yang menyemprot-nyemprot lorong kewanitaannya.
Aku terjatuh lunglai di atas tubuhnya dengan kejantananku yang masih menancap di dalam kewanitaannya. Aku mendesah panjang, tubuh kami berbalur keringat. Akhirnya kucabut penisku perlahan dan bergeser ke sampingnya. Kutarik tubuhnya ke dalam pelukanku, kukecup mesra dahinya.
"Cleo.., cleo.., you are so great.., thanks honey, I wish you enjoy it like I do"
"Makasih, Dio.., that was the best one i ever had", bisiknya puas.

*****

Pada hari Senin pagi, kawan-kawan bercerita dengan antusias mengenai pesta weekend mereka yang 'wild'. Namun aku yakin mereka tidak merasakan weekend tersebut seindah dan senikmat weekend-ku. Thanks Cleo.














Rini hadiah spesialku

Hujan turun deras sekali penglihatan sedikit kabur karena kaca mobil tertutup embun yang menempel dikaca depan. AC kunyalakan walaupun udara terasa dingin menusuk tulang. Saat itu sudah jam 7.30 pagi jadi sudah tak mungkin lagi menunda untuk berangkat kekantor apalagi jam 8.00 ada janji meeting dengan client.
Mobil kujalankan pelan dan hati hati, maklum jalan didepan rumah tidak begitu lebar. Dari rumah ke jalan raya tidaklah begitu jauh setelah satu tikungan kekiri maka akan kelihatan sebuah kaca spion besar warna merah diperempatan jalan dan itulah jalan raya yang akan membawa arah perjalananku menuju kantor.
Persis ditikungan sebelah kiri didepan sebuah wartel seseorang melambaikan tangan meminta aku berhenti untuk minta tumpangan. Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya karena terhalang hujan yang sangat deras, tetapi dia berambut sebahu dan berseragam SMU.


Mobil kupelankan, dan tanpa tunggu aba aba lagi dia lansung membuka pintu depan dan duduk disebelahku. “ ma’af Om saya kehujanan, dari tadi nunggu angkot penuh melulu… ya dari pada terlambat terpaksa mobil Om ku stop, sorry ya Om “. Dia berkata polos sambil mengibaskan rambutnya yang menempel di kerah baju karena basah.
Sekilas tanpa sengaja tengkuknya kelihatan, putih … bersih .. dan ditumbuhi rambut rambut halus yang mebentuk satu garis lurus ditengahnya.
“ Ngak apa apa kok, memang hujan hujan begini angkotnya jadi sulit, apalagi diujung jalan sana biasanya kan banjir, jadi sopir angkot jadi enggan lewat sini”. Aku menjawab seadanya sambil kembali konsentrasi melihat jalan yang sudah digenangi air hujan.
“ Om kantornya dimana ? “ dia memecah kesunyian.
“ Di daerah kuningan, memangnya kamu sekolah dimana ? “ aku bertanya sambil melirik wajahnya. Wow rupanya seorang bidadari kecil sedang duduk disebelahku, wajahnya sungguh cantik. Bibirnya tipis kemerahan, hidungnya runcing dan mancung sedangkan alis matanya hitam melengkung tipis diatas matanya yang bulat bersinar.
Aku sedikit gugup dan kehilangan konsentrasi, mobil tiba tiba memasuki genangan air yang cukup dalam. Air terbelah dua dan muncrat kepinggir seperti gulungan ombak pantai selatan.

“ Hati hati Om, banyak genangan dan licin ……! Kita bisa slip nih “ dia mengingatkan sambil menepuk pundakku.
“ I I I ii ya “ jawabku sedikit tergagap.
“ Kamu sekolah dimana ? “ ku ulangi pertanyaan yang belum dia jawab sekedar menghilangkan rasa kaget dan gugup yang datang tiba tiba.
Perempuan memang makhluk yang luar biasa, aku sudah terbiasa menghadapi banyak ragam perempuan, mulai dari yang centil di karaoke, yang kenes di bar-bar sampai mantan pacar dirumah, tetapi kok aku tiba tiba seperti menjadi seperti seekor tikus di incar kucing dihadapan seorang anak SMU ? Aku merasa kehilangan bahan pembicaraan , padahal dikantor aku terkenal tukang bikin ketawa dengan omonganku yang suka ngelantur.
“ Di ………….. “ dia menyebutkan sebuah sekolah didaerah Mampang Prapatan.
“ O … kalau begitu kamu bisa ikut sampai timah, nanti tinggal nyambung naik metromini “
Rasa gugupku mulai hilang, pengalaman sebagai tukang cipoak berhasil mengontrol dan mengembalikan rasa percaya diriku.
“ Makasih Om, kalau sudah sampai situ sih …… gampang, jalan kaki juga ngak jauh kok
“ E ngomong ngomong kamu tinggal dimana sih, kok rasanya saya ngak pernah lihat kamu selama ini “.
“ Terang aja ngak pernah Om , orang aku baru pindah kok “ Dulu aku sekolah di Kudus sama Ibu, tapi …………” dia terdiam dan kelihatan wajahnya seperti menyembunyikan sesuatu, apalagi aku dan dia sama sekali belum berkenalan.
“ Oh ….. pantas aja dong, e ee nama mu siapa “ aku bertanya tiba tiba agar dia tidak merasa jengah karena aku tau dia tidak mau meneruskan cerita tentang masa lalunya di Kudus sana.

“ Rini Om, Rini Kusumawardhani.”
“Wah ………… itu betul betul sebuah nama yang pas buat kamu “ aku mulai melepaskan tembakan pertama sambil tersenyum semanis mungkin, ha ha ha ha ha awas ada semut.
“ Ah….. Om bisa aja ” dia menjawab sambil tersipu. Woooooouuuuu …………. Hatiku meronta melihat rona pipinya yang tiba tiba memerah bak awan senja diufuk barat “
Awan diufuk barat merah apa kuning ya !!!!! sebodoh amatlah …………………………..
“ Tolong ambilkan uang di box dibawah tape itu Rin, buat bayar toll “
Dia menundukkan badan untuk menjangkau uang dalam didalam box , aku melirik kekiri, tiba tiba pemandangan indah terbentang disela sela kerah bajunya. BH ukuran sedang terisi dengan sempurna oleh gelembung payudara yang kelihatan tambah putih dibalik baju seragamnya.

“ Yang ini Om…… oup “ tiba tiba dia menyadari aku sedang menatap kedua payudaranya yang kelihatan jelas dari balik kancing baju yang terbuka diurutan paling atas.
“ Ma af, …. iya yang itu….. yang lima ribuan “ aku menjawab sambil memalingkan muka dan lansung menginjak rem karena mobil didepan berhenti tiba tiba.
Tangan kanannya yang tadinya akan menutup kerah baju tiba tiba menggapai sesuatu untuk pegangan agar dia tidak terantuk ke dashboard mobil yang kurem secara mendadak.

Kali ini dia berteriak kecil “ Ma af Om a aa aaku ngak sengaja “ tiba tiba dia menutup muka dengan kedua tangannya karena malu dan jengah, soalnya sewaktu mencari tempat berpegangan tadi, tangannya masuk kesela sela pahaku dan dia memegang sesuatu yang sedang bergerak tumbuh menjadi keras nun dibalik cd ku.
Aku merasakan hentakan yang luar biasa keluar dari pangkal pahaku menjalar ke batang penis dan terus bergerak bagai kilat ke arah kepalanya, gerakan itu begitu dahsyat dan tiba tiba akibat terpegang oleh tangan halus si Rini. Ruisleting celana ku seperti didorong sesuatu sehingga menonjol runcing kedepan dan hapir mentok di stir mobil.
Alah mak. Jan ………… kepalaku atas bawah berdenyut kencang, tetapi klakson mobil dibelakang mengejutkan aku agar segera memberi jalan.
“ Oi .., pacaran jangan di toll, no pergi ke …” sisopir mengumpat sambil menyebutkan sebuah nama pantai yang terkenal sebagai surganya mobil goyang.
Itu adalah awal perkenalanku dengan Rini, gadis Kudus kelas 3 SMU di Mampang Prapatan. Semenjak itu hampir tiap pagi Rini dengan setia menunggu didepan wartel untuk berangkat bareng dengan mobilku.
Kami mulai bercerita tentang keadaan masing masing, rupanya dia pindah ke Jakarta ikut pamannya karena orang tuanya bercerai dan Ibunya tidak sanggup membiayai sekolahnya.

Di Jakarta dia hidup sangat prihatin, maklum tinggal dengan orang lain walaupun dia paman sendiri tetapi tentu saja sipaman akan lebih memperhatikan kepentingan anak serta istrinya terlebih dahulu sebelum buat si Rini.
Hampir tiap hari dia hanya dibekali uang yang hanya cukup buat ongkos angkot sedangkan buat jajan dan lain lain adalah suatu kemewahan kalau memang lagi ada.
Hari demi hari berlalu dengan cepat dan aku dengan Rini kian dekat saja, kalau dia disekolah ada kegiatan ekstrakulikuler maka pulangnya dia akan mampir ketempat kerjaku, maklum kantorku berada diatas sebuah plaza yang cukup besar.
Tugasku sebagai salah satu manager dengan gampang bisa kutinggalkan 1 atau 2 jam toh ada sekretaris yang ngurusin. Aku juga tidak menegerti kenapa Rini jadi begitu dekat denganku, kami jalan bersama, nonton makan dan adakalanya dia minta dibeliin sesuatu, seperti baju ataupun parfum. Tetapi itu tidak terlalu sering yang paling dia harapkan dari aku adalah perhatian karena pernah satu hari dia terus terang bicara.
“ Om maaf ya kalau 2 minggu kemaren Rini ngak nemui Om dan juga sama sekali ngak ngasih kabar “ dia berhenti sejenak sambil menatap aku, saat itu kami sedang berjalan dipantai Ancol, dia memegang erat lenganku sambil menyandarkan kepalanya.
Tanpa dia sadari tangan kiriku sudah berulangkali menyentuh ujung payudaranya apalagi ketika dia semakin erat merangkul. Payudara itu begitu kenyal dan kelelakianku tiba tiba mulai terusik.

“ Memangnya ada apa “ aku menjawab sambil mengajak dia duduk disebuah bangku tembok dibawah pohon kelapa.
“ Tadinya Rini sudah mau berhenti sekolah, habisnya uang sekolah udah 2 bulan tidak dibayar dan buat beli buku juga ngak punya “. Dia merenung sambil memandang jauh ketengah laut yang ditaburi kerlap kerlip lampu nelayan dan sesekali kelihatan lampu pesawat yang hendak turun di Sukarno Hatta.
“ O ….. itu masalahnya, lantas kenapa kamu ngak ngomong aja sama Om “
“ Ngak enak Om, ntar dikirain saya matre lagi………………..” dia menjawab sambil tersenyum.
“ Rini….. gini aja deh, kamu kan udah tau kalau Om mau Bantu kamu, tapi kalau kamu ngak bilang,…….. ya terang aja Om ngak tau ! iya yoh ? “
“ Makasih Om .. terus terang memang Rini mau minta tolong Om untuk yang satu ini. Om ngak usah mikirin mau Bantu yang lain deh, tapi aku akan berterimakasih sekali kalau Om bisa menyelamatkan sekolahku … itu aja.”
Dia tertunduk, wajahnya begitu sendu dan sorot matanya hampa tanpa gairah. Aku begitu terenyuh melihat seorang Rini yang hari harinya seharusnya dihiasi oleh tawa ceria dan penuh optimisme ternyata harus menanggung beban demikian berat.
“ Oup …….” Rini berteriak kecil karena kaget ketika kupingnya kutiup untuk memutus siklus lamunannya.

“ Om nakal ya……………….. “ dia menepuk bahuku dengan mesra dan akhirnya malah memeluk aku.
Bau harum tubuhnya memenuhi rongga hidungku dan membangkitkan keinginan untuk balas memeluknya. Kuraih bahu kirinya kurebah kan dia dia atas kedua pahaku, dia sedikit kaget, ingin menolak tetapi itu terjadi demikian cepatnya. Akhirnya Rini meraih tangan kiriku dan entah sengaja atu tidak tanganku didekap erat didadanya. Oooooooh …lembutnya daging itu, payudara muda yang masih segar dan ranum telah mengalirkan sensasi elektrik ribuan vol kesekujur tubuhku.

Aku yakin Rini merasakan sesuatu yang bergerak menyentuh punggungnya, karena posisi tidurnya persis tepat di atas batang penisku. Aku tahu itu karea Rini berusaha mengangkat pungungnya untuk kembali duduk dan wajahnya kelihatan memerah…………malu. Tapi dengan lembut gerakan duduknya kutahan dengan menekan dadanya.
“ Rin … udah tidur aja ………… nih Om kipasin biar ngak gerah” aku hanya sekedar bicara karena jujur aja otakku sudah ditaburi bayangan lain yang lebih seru. Tapi kuyakinkan diriku “ Ini si Rini yang sama sekali belum berpengalaman, sedikit saja kamu salah langkah akan bubar semuanya . Sabar ………….sabar, gunung ngak usah dikejar emang dia ngak pernah lari kok”.

Dia kembali tidur dipangkuanku dan sekarang dia malah membiarkan tanganku menekan ke dua payudaranya. Kulihat nafasnya mulai tidak beraturan ketika pelan pelan tanganku bersentuhan dengan pucuk payudaranya. Ini adalah pengalaman pertama buat payudaranya disentuh tubuh laki laki. Walaupun itu hanya dari balik baju dan BH, tetapi buat Rini yang baru pertama merasakan, sudah membuat dia sulit bernafas karena mulai terangsang.
“ Rin kita pulang yok , udah jam 8 nanti pamanmu bingung dan lapor polisi’. Kataku sambil bercanda.

“ Nati aja Om…. bentar lagi, Rini masih ingin disini 2 jam lagi.” dia makin erat memelukku.
“ Oupt …… besok besok kita bisa jalan kesini lagi, tapi kalau kamu dimarahin karena terlambat pulang, ya……….. kita akan kesulitan untuk jalan jalan lagi.”. aku berkata sambil mebangunkan Rini dari pangkuanku.
“ Ok deh Om………. “ dan secepat kilat dia mengecup pipiku…………… aku hanya bisa terdiam kaget, karena ngak nyangka. Persis kayak kagetnya Bush ketika WTC di bom Alqaedah.

“ Lho kok bengong Om … katanya mo pulang…… ayo “ Rini menarik tanganku.
“ Ayok……… “ kami berjalan berdekapan.
Dua tahun sudah berlalu, hari itu hari Jumat dan Rini memberitahuku agar aku menemuinya di tempat biasa kami ketemu, disebuah café dibawah kantorku jam 4 sore.
Aku sampai disitu persis jam 4, tapi aku ngak lihat batang hidungnya si Rini, tiba tiba ada bisikan lembut dibelakang kupingku.
“ Surprise……………………. “ aku sempat ngak percaya dengan apa yang kulihat. Seorang wanita cantik dengan celana jean dan kaos ketat berdiri didepanku. Pahanya yang panjang dan mulus terlihat jelas dibawah balutan celana jean. Disela pahanya tergambar jelas belahan kewanitaan yang belum pernah tersentuh laki laki. Kaos ketat mempertegas beberadaan dua gunung kembar didadanya, sedangkan bagian bawah kaos yang sedikit pendek memperlihatkan kulit putih, bersih dan dihiasi sebuah tahi lalat kecil tepat di bawah pusar . Oh ………………. Sungguh pemandangan yang indah dan langka.
“ Jangan ngliatin gitu dong Om ……….! emangnya ngak pernah lihat orang pakai jean ?
“ Sorry, Rin ….. kamu luar biasa, membuat Om jadi linglung “.
“ Ah jangan ngerayu ah……”
“ Ngak kok, hei kenapa tiba tiba kamu tampil beda begini ?” aku bertanya sambil menggamit tangannya untuk mencari tempat duduk.
“ E h e m……….ada yang lupa rupanya, hari Ini aku bukan anak SMU lagi, aku udah lulus, lulus , lulus dan merdeka dari segala pasungan dan aturan sekolah …..katanya sambil berlagak kayak Rendra baca puisi.
“ Eh ingat kita lagi di café……. tuh lihat tuh orang orang pada mandangin kamu…….”
“ Sorry lah ………….. , habisnya hanya dengan Om aku bisa berbagi rasa jadi jangan salahkan daku kalau ngak bisa nahan diri”.
“ Om ku yang baik, hari ini aku ngucapin terimakasih yang sebesar besarnya, karena kalau bukan Om yang Bantu udah pasti sekolahku berantakan”.
ia berdiri dari kursinya dan dengan cepat memberikan ciuman ringan dipipiku.

“ Rin , ngak enak dilihatin tuh “ aku berlagak alim lah dikit.
“ Justru karena banyak yang lihatin Rini brani nyium Om , kalau ditempat yang sepi …….. wah bisa bahaya dong………. Dia mencubit hidungku dengan gemas.
Aku bisa menduga isi fikiran orang orang disekitar kami “ Lha ini bapak sama anak atau Om sama ………..pacar mudanya ya !”
Mereka ngak salah, Rini adalah seorang gadis cantik yang sedang tumbuh, sedangkan aku adalah laki laki “ Tua sih belum tapi muda udah lewat “ ibarat mangga udah mengkal kata orang Betawi , udah ngak enak dirujak.
Tapi waktu, tempat dan kesempatan mempertemukan kami sehingga membuat kehidupan saling mengisi dan malah sudah saling membutuhkan. Aku butuh semangat dan gairah muda yang berkobar dari Rini sedangkan dia butuh tempat berlindung yang kokoh dan teduh dari aku…………….. klop deeeeh.
“ Hei jangan nglamun “ Rini mencubit pahaku ketika pelayan sudah berdiri tepat didepanku tapi aku tidak menghiraukannya.
“ O h oh oh ……iya Mbak …….es jeruk buat aku dan klapa kopyor itu buat dia “ aku memberitahu mbak pelayan sambil menunjuk Rini.“ Om …. Kalau kali ini Rini minta sesuatu boleh ngak ! “
“ Kenapa tidak…kalau Om sanggup pasti Om kabulkan”
“ Sebetulnya Rini mau memberikan satu hadiah spesial buat Om tapi sebelumnya Rini minta sesuatu dulu… gimana Om ?”.
“ Ok ngak masalah”,. Jawab ku sambil mempersilahkan dia minum.

“ Rini tau kok, Om ngak pernah mau ngerayain HUT Om , tapi kali ini Rini minta sebagai hadih juga buat Rini kita rayain ya ! “. Kulihat wajahnya sangat berharap.
Betul sekali, aku mamang paling ngak suka dengan yang namanya pesta HUT gitu, jadi wajar saja kalau aku lupa hari itu aku sebetulnya ulang tahun.
“ Well …… kita mau ngerayain seperti apa, dimana degan siapa aja Rin ? “

“ Maksud Rini kita rayain berdua aja, gimana kalau kita cari tempat yang jauh dari keramayan agar lebih leluasa ? kayak dipantai gitu ! “ belum sempat kujawab Rini sudah ngrocos lagi.

“ Jangan kawatir, Rini tadi udah pamit mau nginap dirumah teman sama paman “
Dia seperti bisa membaca jalan fikiranku.
“ OK apa kita mau ke Ancol ! “
Jangan Om disana terlalu ramai, Rini ingin ke Merak disana kita bisa lihat ferry keluar masuk dermaga sepanjang malam “
Setelah telpon kerumah memberitahukan bahwa aku ada rapat dinas, maka kami lansung tancap gas ke Merak. Disitu ada sebuah hotel pantai yang memang sudah tidak terlalu bagus lagi karena termakan usia, tetapi sangat strategis, tempatnya dipinggir jalan raya dan menghadap lansung ke selat Sunda dan Pelabuhan ferry.
Setelah mandi, Rini tidak lagi paklai jean ketat, tetapi rupanya dia sudah siap dengan baju tidur putih setengah transparan sehingga lekuk tubuh dan tonjolan dadanya begitu jelas.
“ Rin … Om masih penasaran kamu mau ngasih hadiah spesial apa sih sama Om “ aku bertanya sambil telentang ditempat tidur.
“ Nanti ajadeh………….. Om pasti bakal tau juga “ Rini merebahkan diri disamping kanan ku.

Tiba tiba kami saling menghadap sehingga wajah kami hampir bersentuhan. Aroma nafasnya menerpa hidungku dan bau mulutnya yang wangi membuat gelora hasratku terpancing.

Kulingkarkan tangan kiriku ketubuhnya, dia diam dan malah memejamkan matanya. Pelan tapi pasti bibirku menyentuh bibir Rini dengan lembut. Rini seperti tersentak tiba tiba. Tubuhnya sedikit mengigil dan nafasnya jadi memburu.
Kuhentikan gerakan bibirku persis diantara kedua bibir Rini, ujung lidahku kudorong keluar sedikit demi sedikit dan bibir Ranum itu mulai kujilati dengan penuh perasaan.
Aku sengaja mengontrol gerakan dan keinginan ku sedemikian rupa agar Rini dapat merasakan suatu sensasi kelembutan yang membuai dan akan membuat dia terhanyut dalam kenikmatan.

“ Rin …. Boleh ngak Om teruskan ? “ aku berbisik sambil mengecup kupingnya.
Tubuhnya bergetar dan posisi tidurnya tidak lagi menghadap aku tetapi bergerak telentang dalam dekapanku.

“ Ngak pa pa Om terus aja “ Rini menjawab disela deburan jantungnya yang menggila.
Aku segera mengecup kulit putih tepat dibelakang telinganya, Rini mengerang “ Om ……. geli ………… bulu roma Rini jadi berdiri semua “
“ Ngak papa Rin “ aku menjawab sambil terus mengerakkan bibir dan lidahku meluncur di lehernya yang jenjang.
Leher mulus itu kujilat dengan lembut dan pelan, terus turun.. turun……… dan Ouh……..Baju tidur Rini tiba tiba terbuka dibagian dadanya, buah dada itu begitu ranum, kulitnya putih dan halus, disekitar putingnya berwarna coklat kemerahan, ditumbuhi bintik bintik putih halus melingkar memagari ptuing susunya yang kehitaman dan sudah berdiri egak.
Sungguh satu pemandangan yang sangat indah melihat payudara muda dan baru pertama mengalami ransangan sexual. Bentuknya masih bulat dan padat mebuat aku tidak sanggup lagi menahan diri.
Putting muda itu kuhisap dengan lembut dan tubuh Rini kembali bergetar .
“ Oooouhhhhh Om………….. Rini ngak tahan Om. ”
“ Ngak tahan apanya Rin “
“ Ngak tau Om …………. ngak tahan aja “
Aku lupa kalau Rini belum pernah mengalami ransangan seperti ini.

“ Ngak pa pa Rin jangan ditahan………. Kalau Rini ngerasa sesuatu ikutin aja “ aku berkata sambil memutarkan jempol dan telunjukku keputing susunya.
“ Om…….. terus Om………. “
“ Iya Rin. Tapi bajunya buka dulu ya…. “
“ Terserah Om ……….. aja “
Semua pakaian Rini kulucuti begitu juga aku, kami sekarang telanjang lonjong eh ………..bulat.

Tubuh putih polos Rini sekarang terhidang pasrah dihadapanku. Sementara penisku sudah mulai teler mengeluarkan cairan putih bening pertanda siap tempur.

Rini kembali kudekap dengan pelan, penisku kutempatkan persis ditengah belahan vagina Rini.

“ Ouuuuuuuuuuuuh Om…….. Rini jadi basah Om………..”

“ Iya sayang ……….. Om Juga “

Kugerakkan pinggulku turun naik penuh irama , pelan pelan penisku menyentuh clitoris Rini.

“ A aaa duh Om…………..” Cengkraman tanga Rini seperti mau merobek kulit punggungku. Dia mulai teransang dengan hebatnya, matanya sayu dan redup, bibirnya merekah setengah terbuka dan basah oleh hasrat kewanitaan yang minta dipuasi.

Sementara aku mulai merasakan cairan panas mengaliri batang penisku, itu adalah cairan vagina Rini yang keluar bagaikan mata air pegunungan sukabumi., kental dan licin.

Kedua tanganku mulai membelai payudara Rini denga gerakan melingkar dari bawah keatas dan berakhir diputingnya yang tegak berdiri.

Aku menyadari ini belumlah saat yang tepat untuk melakukan penetrasi, Rini harus diberi kenikmatan puncak senggama dengan cara lain, setelah nikmat klimaks itu dia cicipi buat pertama kali didalam hidupnya, barulah hal itu akan kulakukan.
Pelan pelan kedua kaki Rini kudorong kepinggir, sekarang vagina Rini terbentang jelas dihadapan penisku. Bulunya sedikit kepirangan ( ngak pernah disampoin kali ) tepat diatas clitorisnya bulu tersebut membentuk lingkaran kecil seakan disiapkan buat tempat pendaratan lidahku.

Aku sudah mau menjilat clitoris itu sambil menunduk tapi tiba tiba …
“ Om jangan dijilat ya…………… Rini pasti ngak tahan, kata teman teman kalau vagina Rini dijilat, Rini pasti lansung klimaks……….. oooouuuuuuh padahal Rini masih kepingin lebih lama ngerasain seperti ini. “
Ku urungkan niat untuk menjilat vagina Rini yang sudah terbuka lebar tersebut. Kulit diseputar vagina itu putih dan bersih, sementara ketika bibir vagima kusibak dengan jariku, kelihatan warna merah membayang dipinggir bibir dan lubang vagina yang sekarang telah dipenuhi cairan putih bening nan wangi.
Kakinya kuangkat lebih tinggi dan sedikit mengangkan sehingga bibir vagina Rini betul betul terbuka menantang penisku.
“ Rin … kita peting aja dulu ya……….”
“Peting itu apa Om……………..”
“ Nih . begini nih “

Batang penisku kuletakkan persis ditengan tengah bibir vagina Rini dan dengan gerakkan turun naik yang berirama penisku mulai menggosok bibir vagina dan clitoris Rini.

Aku merasakan tangan Rini mulai menekan pinggulku agar batang penisku lebih erat menepel di vaginanya. Gerakkanku semakin cepat dan pingul Rinipun mulai turn naik seirama tarian dangdut penisku. Lendir vagina Rini semakin banyak membuat penisku dengan leluasa bergerek didekapan vaginanya.

Akibat licin dan hangat, serta sensasi clitoris yang tersentuh oleh ujung penisku, aku mulai merasakan gerakan sperma menyeruak ingin menyemprot, kukendalikan diri agar airbah sperma ku jangan tumpah duluan sebelum Rini dapat kupuaskan.

Gerakan Rini semakin lama semakin liar, dia mulat menggigit bahu dan tetekku, jemarinya mencengkram kencan pantat belakangku.

“ Oooooooooooommmmmm Riiiiiiiiiini ngerasa melayang ……………….dan ooooouuuuuh ada yang mendesak dari bawah vaginaku………. Ohhhh apa ini kok rasanya seperti ini………………. Ooooooooooooooommm Rini ngak tahan….. Om tolong gosokkan penisnya yang kencang………………ooooooooooouhhhhhhh hhhh dia datang ouhhhhhhhhh. .

Sebelum Rini terkulai lemas karena klimaks pertamanya, akupun merasakan gerakan sperma yang tiba tiba kuat menekan dari sela sela kedua torpedoku, terus meniti batang, terus kebagian kepala dan “ oooooooooooooooooOO OOOOOOuuuu sekarang tepat diujung penis OOOuuhhhh ……….. Rin…………. Ommmmmmmmmmmmmm lepasssssssssssssss sssssssssayang………..

Spermaku muncrat menyirami pusar Rini yang putih bersih, sperma itu begitu kental seperti ingus yang udah mingguan nginap dihidung., diam dan sama sekali tidak meleleh ke bawah, sekalipun dia dipinggir perut Riniku yang telah tertidur pulas.

Jam 12 malam kami terbangun karena lapar, tetapi sebelum bangun tiba tiba aku menyentuh payudara Rini. Akibatnya Ruar biaa………….sa . Rini lansung teransang dan mencium bibirku penuh semangat. Tak ada pilihan lain biarkan perut menunggu sebentar, toh yang bibawah perut juga kelaparan.

Ciuman Rini kusambut dengan hangat, pelan tapi pasti pergumulan kembali terulang, remas berbalas remas, kecup dibalas kecup, jilat dibayar jilat, dan itulah yang saat ini sedang aku lakukan.

Vagina Rini kusibak dengan jariku, ujung lidahku menerobos dengan lembut menuju clitorisnya. Clitoris itu kuhisap bagaikan menghisap puncak es cream, lembut, pelan dan sedikit dijilat dengan ujung lidah.

Dengan gerakan tiba tiba Rini mebalikkan tubuhku sehingga dia sekarang mengangkangi kepala ku dengan vaginanya dan multnya persis berada didepan penisku.

Bibir Rini yang lembut dan basah kurasakan menyentuh lubang kecil diujung penisku
“ OOOuuhhh Rin jilat terus sayang……………jangan kena gigi ya….”
“I yyyyyyy aaaaaaaaaa Om tapi Om jangan diam dong ………”
Aku lupa dengan tugasku karena keasyikan dihisap Rini

Lidahku kembali beraksi, kali ini sedikit menerobos kedalam vagina karena posisi ku tepat dibawahnya. Rini menggelinjang hebat………….. pahanya makin menjepit mukaku, tapi hisapan dan kulumannya dipenisku juga semakin kencang. Kupikir inilah saat nya keperawanan Rini harus kuambil. Dengan klimaks yang dia rasakan ditambah dengan ransangan yang saat ini dia alami, maka penetrasi pertama ku kedalam vagina Rini kukira tidak akan membuat dia kesakitan.

Posisi kurubah, sekarang Rini telentang tepat dibawahku, kulihat bibirnya masih berlepotan ciran bening penisku, dia mejilat sudut bibirnya dan cairan itupun besih menghilang.

Kakinya terentang membuat posisi vaginanya jelas terbuka, pelan pelan kutempatkan ujung penisku dilubang vagina Rini tetapi aku masih dian. Aku ingin dia merasakan sensasi dan getaran hangat dari ujung penisku.

“ Oooooom ayo dong”, Rini menyodorkan payudara kirinya untuk kuhisap

“ Mmmmm . “ aku lansug menghisapnya, tubuh Rini kembali bergetar hebat dan tanpa dia sadari. Ujung runcing penisku pelan pelan telah membuka jalan masuk ke vaginanya.

“ Ommmm ……….. perih………” Rini mendekapku ketika batang penisku telah hampir separuh jalan menuju singasananya.

Dinding vagina Rini yang masih perawan terasa menjepit dan menahan gerakan maju penisku, itu mungkin yang mambuat dia merasa sedikit perih. Kutarik penis ku dengan pelan, ujungnya kuarahkan ke Clitorisnya. Dengan gerakan mencongkel yang lembut ujung penisku beradu dengan clitorisnya.

“oooouuuuuuuuOOOOOOO OOO Om aku angak tahan………..”

Melihat Rini mulai terangsangh hebat, sasaran penisku kembali kuarahkan kejalan yang benar, yaitu lubang kenikmatan. Kali ini ujung penis menerobos dengan lancar.

“ Oh ouhhhh masuk semua ya Om………..! rasanya sesak sekali.”
“ Masih perih saying >>>>>” kataku berbisik dikupingnya

“ Ngak papa OOOmmmm terus aja”
“ Nih …. OOOOM tusuk ya……..”
“ Iya OOOOOOOOOOOm ,… yang dalam Ommmmmmmmm .”
“ Iya.. Om udah masuk semua nih, Rini ……………oh Rini……… terimaksih ya …. Sungguh nikmat sekali saya……………..ng”
“ Iya O………….m ini hadiah istimewa dari Rini………..”
“Ohhhhhhhhhh Om…….. Rini ngak tahan .terus Om. yang kencang Om………… Ohhh iya Ommmmmmmmm terus . kayak itu ………..aja Ouhhhhhhhhhh! !!!!!!!!! !.

Dengan iringan erangan panjang Rini mencapai klimaks untuk kedua kali dalam hidupnya.

“ Om .. maaf ya. Rini nagk tahan………, padahal Om blum lepas kan………..?”
“ Ngak apa sayang ……….. tidak satu jalan ke Jakarta, lewat Priuk bisa, lewat bekasi juga bisa.”
Rini mengerti apa yang kumaksud, penisku segera dibelainya dengan lembut, makin keujung, makin ke ujung terus.terus…………..dan terus “ ooooooooooooud aku ngak tau apa apa lagi, yang aku rasa hanya panasnya lidah dan bibir Rini diseputar kepala penisku.
“Rin……….. sayang terus ……….. hisap………. Sambil dijilat dikit……………… oh.ya dengan ujung idah sayang…………Oh. Pandangan ku gelap, dunia terasa mengambang, tubuhku seperti mengapung, ketika semprotan demi semprotan cairan kenikmatan muncrat dari ujung penis dam membasahi bibir dan hidung Riniku.

Tiga tahun sudah berlalu, sekarang aku kehilangan Rini dia hilang ditelan banjir bandang Bahorok . Dia bekerja sebagai guide lepas pada satu perusaan pengelola pariwisata.
Selama dia di SMU dulu, dia kukursuskan bahasa Inggris disalah satu tempat kursus ternama di dekat kantorku. Dengan modal bahasa dan wajahnya yang ayu serta sifatnya yang supel akhirnya dia diterima diperusahaan itu.

Masih kusimpan kaos oblong warna hitam dengan gambar lidah menjulur dan tulisan Bali dibawahnya, didalam lemari pakaianku. Itu adalah hadiah dari Rini sewaktu dia menerima gaji pertamanya.














Email Affair

Seperti yang para pembaca telah ketahui lewat kisah nyata saya bercinta dengan anjing dan pengalaman saya sewaktu naik bis di Italy, sekarang saya akan menceritakan apa yang terjadi setelah saya mengirim kisah-kisah saya itu lewat 17thn.

Tak lama setelah saya mengirim kisah nyata saya itu, saya banyak menerima kiriman e-mail dari para pembaca yang menyukai kisah saya dan banyak dari mereka yang ingin bercinta dengan saya sehingga terus terang saya sering bermasturbasi sambil membaca e-mail mereka satu persatu dan tentunya saya membuka e-mail saya ketika Erick tidak ada di rumah.


Diantara e-mail yang saya terima, saya mengenal satu cowok Indonesia yang kebetulan membaca kisah saya dan dia juga berada di Roma, Italy. Nama cowok itu adalah Herman Irwanto. Karena dia berada di Roma, maka pada suatu kesempatan ketika Erick berada di luar rumah, saya mengajak Herman untuk datang main-main ke rumah saya. Herman Irwanto adalah seorang pemuda yang cukup tampan, tingginya sekitar 180 cm dan memiliki perawakan yang sedikit mirip dengan bule. Menurut pengakuannya, dia masih keturunan orang Italy makanya perawakannya mirip seperti bule. Sewaktu dia datang ke rumah saya, dia melihat si Polly yang berada di dalam kandang dan dia langsung tersenyum kepada saya karena dia mengetahui apa yang saya lakukan bersama Polly sebelum dia mengenal saya.

Saya sebenarnya mengenal dia hanya karena keisengan saya menjawab e-mail Herman yang berada di mailbox saya. Keisengan dan kata-kata "ngeres" saya kepada Herman membuat dia semakin ingin bertemu dengan saya dan akhirnya karena saya membutuhkan kehangatan sewaktu kekasih saya tidak ada, saya memberikan alamat kepada Herman yang kebetulan berada di Italy. Sehingga 1 hari setelah perkenalan saya dengan Herman lewat Hotmail, saya kemudian mengajaknya datang ke rumah saya disaat Erick tidak ada di rumah.

Kemudian saya mengajaknya masuk ke rumah saya yang lumayan besar. Herman duduk di ruang tengah sementara saya menyiapkan air sirup untuknya. Ketika saya sedang menyiapkan sirup untuknya, tiba-tiba saya merasakan ada pelukan di belakang saya dan saya baru menyadari bahwa Herman sudah ada di belakang saya dan dia menciumi leher saya yang jenjang. Ciumannya yang lembut membuat nafsu erotis saya bangkit kembali dan dengan gerakan refleks saya langsung berbalik ke arahnya dan langsung mencium bibirnya. Saya langsung memainkan lidah saya di dalam mulutnya sementara tangan Herman sedang mengusap-usap paha saya dan dilanjutkan bermain di balik rok saya. Dengan tenangnya, Herman melepaskan celana dalam saya dan menggendong saya ke dalam kamar saya. Saya masih terus mencium bibir Herman.

Sewaktu di ranjang, saya hanya diam saja sewaktu Herman menelanjangi saya. Sewaktu saya sudah tanpa busana, Herman membuka pakaiannya sehingga saya bisa melihat sosok laki-laki macho di depan saya. Saya sempat menelan ludah melihat batang kemaluannya yang berukuran 23 cm yang lebih besar beberapa cm dari batang kemaluan Erick dan tentunya lebih besar dari Penis Polly.

Dengan tangkasnya, Herman langsung mendekati liang kenikmatan saya dan dengan tangkasnya dia langsung menjilati liang kenikmatan saya. Klitoris dan bibir kemaluan saya disapu bersih oleh lidahnya dan hal ini membuat saya menjadi gemetaran karena menahan kenikmatan yang tiada tara ini. Saya kemudian mendorong kepala Herman supaya lebih semangat memainkan lidahnya di kelamin saya dan selain itu, saya sudah hampir mendekati klimaks yang begitu saya impikan selama ini. Jilatan-jilatannya yang ahli akhirnya membuat saya menyerah, kemudian secara tiba-tiba saya jepit kepala Herman sehingga dia susah bernafas. Saya merasakan sesuatu yang maha dasyat yang keluar dari liang kenikmatan saya. Cairan saya banyak sekali dan langsung disapu bersih oleh Herman dengan lidahnya sehingga nafsu seks saya menjadi bangkit kembali karena ulah Herman ini.

Kemudian Herman menghentikan permainan oralnya dan dia mulai mengacungkan batang kemaluannya yang semakin besar sehingga membuat saya menelan ludah berkali-kali karena saya yakin sebentar lagi saya akan menikmati kenikmatan yang tiada tara dari batang kemaluannya yang maha besar itu. Sambil berusaha memasukkan batang kemaluannya ke dalam liang kenikmatan saya, dia menjilati payudara saya yang semakin mengeras karena nafsu saya tersebut. Payudara saya ini habis dilumat oleh mulut dan permainan lidahnya, sementara batang kemaluannya berhasil menyeruak masuk ke dalam liang kenikmatan saya sehingga saya menjadi blingsatan sewaktu batang kemaluannya menguasai liang kenikmatan saya. Herman terus-menerus menekan tubuh saya dengan batang kemaluannya di dalam liang kenikmatan saya sementara tangannya sudah aktif dan mengelus-elus payudara saya yang mulai mengeras.

Kemudian dengan tenaganya yang luar biasa, dia menggendong saya secara mendadak sehingga secara refleks, saya juga menyilangkan kaki saya yang cukup panjang ke belakang punggungnya. Sambil terus mengocok batang kemaluannya di dalam liang kenikmatan saya, dia menggendong dan membawa saya ke ujung dinding kamar saya. Saya bersandar pada dinding sementara tubuh saya masih berada dalam gendongannya. "Ohhh.. nikmattt.. sekali", para pembaca, Herman benar-benar membuat saya semakin menyukai permainan seks ini.

Sambil terus menggenjot saya, dia berkata kepada saya "Florence sayang, mana yang lebih enak bercinta dengan Herman atau dengan Polly?" dan saya menjawab sambil mendesah, "Arrrgghhh... sama Hermannn.. ehmmm.." dan sehabis saya mengucapkan kata-kata itu, mulut saya habis dilumat oleh mulutnya dengan kasar, kemudian Herman menurunkan saya dan menyuruh saya untuk telungkup di ranjang. Setelah saya membelakanginya, Herman dengan cepatnya memasukkan batang kemaluannya yang sudah berkilat karena bercampur cairan kewanitaan saya ke dalam anus saya. Tentunya saya merasa kesakitan karena terus terang saya belum pernah melakukan anal seks. Tetapi ketika batang kemaluan Herman menusuk-nusuk lubang dubur saya, saya merasakan sesuatu sensasi yang sungguh susah dilukiskan oleh kata-kata.

Herman sepertinya tidak perduli dengan apa yang dia lakukan karena dia terus-menerus menggenjot tubuh saya dengan batang kemaluannya yang besar itu. Herman menggenjot tubuh saya sambil tangannya meremas payudara saya sehingga saya semakin berteriak tidak karuan.

Tidak lama kemudian, Herman mengeluarkan batang kemaluannya kembali dan dia langsung tiduran di ranjang. Saya mengerti apa maksudnya, saya langsung bangkit dan kemudian duduk di atas tubuhnya. Saya mengarahkan rudalnya untuk masuk ke dalam liang kenikmatan saya. "Blesss", masuklah batang kemaluannya yang besar dan saya mulai menggoyang-goyangkan tubuh saya ke atas dan ke bawah sambil saya meliuk-liuk membentuk suatu sillhoute. Sambil terus menggenjot tubuh Herman, saya memencet payudara saya. Hingga tidak berapa lama, saya merasakan ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam liang kenikmatan saya dan saya yakin bahwa saya akan mencapai masa orgasme sehingga saya berteriak kepada Herman dan saya mengaku kepadanya bahwa saya akan keluar.

Herman semakin mempercepat gerakannya sambil tangannya memeluk saya dengan kencang. Desakan batang kemaluan Herman yang panjang di dalam liang kenikmatan saya akhirnya membuat saya mengeluarkan suatu cairan keindahan dan saya bergetar hebat untuk beberapa menit dan sewaktu saya sedang menikmati tiap menit kenikmatan ini, saya kembali sadar bahwa Herman tidak boleh menembakkan spermanya di dalam liang kenikmatan saya karena saya takut hamil. Akan tetapi karena saya begitu nikmatnya sehingga saya lupa untuk memperingatkan Herman dan akhirnya Herman menembakkan cairan kentalnya lewat rudal privatnya ke dalam liang kenikmatan saya sehingga saya kembali merasakan sensasi yang luar biasa ketika spermanya membasahi liang kenikmatan saya. Herman kembali mencium saya sambil berkata, "Lain kali jika mau bercinta, jangan sama Polly, kamu bisa telpon saya", dan setelah itu saya istirahat dalam pelukannya dan saya mencium keningnya karena saya suka atas permainannya.

Inilah kisah nyata saya sewaktu Erick tidak ada di rumah dan setelah saya mengirim kisah saya bersama Polly. Kiriman e-mail dari para peminat seks akhirnya berhasil membuat saya mencapai masa klimaksnya dan saya semakin ingin menemui para fans-fans saya yang telah mengirimkan E-mailnya kepada saya. Saya mengucapkan terima kasih kepada para fans saya, 17thn yang telah memuat kisah saya serta kepada Herman Irwanto yang telah memuaskan saya.














Boss lajang yang penuh gairah

Ayohh tutup pintunya, bisik Liza, dengan terengah dan mendesah. Aku segera bergegas, menutup pintu dengan tangan kanan, sementara jemari tangan kiriku sibuk mencoba mengeluarkan dua lembar bulu bawah Liza dari rongga mulutku, sebagai hasil pemanasan berupa cunnilingus.

Gila juga. Kami bercumbu di kantor. Liza, tepatnya Ibu Liza Permatasari (nama samaran), yang oleh kalangan dekatnya dipanggil sebagai Sari, adalah bossku. Di kantor kecil ini lelaki cuma aku dan pesuruh. Satpam cukup dari pengelola kompleks ruko. Lima belas staf lainnya adalah cewek, lajang semua.

Malam telah merambat. Saat ini sudah pukul 20.45. Liza membatalkan kepulangannya.
"Kamu gila. Udah basah dan nikmat gini masa harus pulang. Belum tuntas nih", katanya, ketika aku menggodanya, sambil memainkan clit-nya, dan berpura-pura mengingatkan bahwa hari sudah malam, kemacetan sudah berkurang.
Maka kalimat susulan yang terlontar dari mulut mungilnya adalah permintaan untuk menutup pintu. Artinya, sekalian mengunci pintu. Para staff sudah pulang. Office boy sudah pulang. Pintu front office di lantai bawah sudah dikunci. Lampu yang menyala cuma dikurangi.

Kini kuhampiri Liza (tanpa panggilan "Ibu", karena ini acara intim, bukan dinas) yang masih mengangkangkan kedua kakinya di sofa dekat meja kerjanya. Pakaiannya masih utuh. Blazernya masih terpakai, tapi seluruh kancing blus sudah terbuka, dan bra pembungkus bukit kembar 36B sudah tidak menyangga isi, hanya menggantung di atas bukit. Rok mini sudah tersingkap paling atas, melingkar tergulung di pinggangnya.

Celana dalam? Oh, segitiga mungil berenda itu berada di lutut kanan Liza. Liza yang mengangkang, alangkah seksi-nya! Paha dan perut putih mulus itu melingkungi segitiga lebat keriting, yang memayungi labia majora dan minora merah basah. Basah karena lelehan kelenjar bertholin dari vaginanya, dan juga karena cairan salivaku. Clit-nya yang berdiameter 1 cm dan panjang 3 cm tampak mengeras. Inilah pesona lajang kesepian, seorang wanita karir berusia 35 tahun.

Mungkin ini peristiwa ke-15 dalam hubungan kami, yakni percumbuan di kantornya. Aku bisa bisa bilang begitu, karena seminggu dua kali kami petting, Rabu dan Jumat, dan hal itu sudah berlangsung hampir 3 bulan, tentu saja tersela oleh kalender palang merah, bukan?

Aku kembali membungkuk, atau mungkin bersila. Mulutku tanpa permisi langsung menyergap vagina segar dan clitoris menegang itu. Labianya kurentangkan dengan jari, lalu lidahku kutembuskan ke liang, bergerak kanan-kiri-atas-bawah, memutar-mutar.

"Auuwww...", desah Liza tertahan. Aku semakin nakal. Satu jariku masuk ke liang, maju-mundur, berputar-putar. "Kamu gilaa...", desahnya.
Itu tak cukup. Kini jempolku ganti masuk liang vaginanya, sementara ujung jempolku melesak ke lubang duburnya, yang sebelumnya sudah aku olesi dengan cairan vagina agar sedikit licin. "Gilaa!" teriaknya. Semoga satpam tak mendengar. Liza segera meraih kepalaku, untuk dia benamkan ke pusat kewanitaannya. Aku gelagapan, susah bernafas. Tapi dia tak peduli. Pinggulnya bergerak liar, agar vulva lajangnya bisa mengerjai seluruh mukaku. Akhirnya aku kehabisan nafas. "Lizaa aahh....", desahku, sambil mundur menjauhkan kepala dan mukaku yang basah oleh hajaran vaginanya.

"Jangan panggil aku Liza. Saat ini aku bukan bossmu. Panggil aku Sari saja", desisnya. Muka, leher, dan dadanya mulai berkilat oleh peluh. Ternyata AC tak mampu membendung keringat si lajang yang sedang direbus oleh birahi. Aku sendiri merasa gerah. Lalu aku raih remote control AC di meja, aku turunin suhunya. Sari terpejam-pejam, terengah-engah. Tidak seperti biasanya, kali ini dia belum orgasme oleh oral dan jariku. Selama ini kami bercumbu tanpa penetrasi penis. Setelah dia klimaks, biasanya giliranku untuk menguras muatanku, dengan mengocok sendiri, yang kemudian aku tumpahkan ke lembaran tissu yang aku ambil dari meja Sari.

"Terserah kamu, pokoknya aku mau puas total", desah Sari, masih dengan mengangkang di sofa. Aku berdiri di depannya. Dengan terburu kulepas bajuku. Dasi sudah sejak tadi tercampakan ke karpet. Lalu kulepas pantalonku. Dengan kilat celana dalamku pun lepas. Tapi ah..., masih ada yang mengganjal. Maka sepatu pantofelku itu seperti aku tendangkan, tergeletak ke bawah mejanya. Kaos kakiku pun dengan segera terlepas, dan tercampak entah ke mana. Kini aku bugil di depanya dengan penis teracung ke atas. Liza melihat penisku terus. Selama ini dia hanya memandang. Belum pernah memegang. Maka ketika aku mengocok penisku pada setiap akhir percumbuan dia seperti menikmati pria telanjang dari jarak dekat.

Sebuah pemandangan yang kontras. Aku sudah bugil, dia masih tergolek mengangkang di sofa dengan pakaian yang lengkap, meski acak-acakan. Aku semakin mendekatinya. Dia terbelalak, ketika sadar penisku sudah sekian cm dari mukanya. Sudah kepalang tanggung. Birahiku sudah mendidih. Sekian lama hanya menahan diri. Lantas kusorongkan penisku ke wajahnya, mengenai pipi. Lalu kena hidungnya, matanya, keningnya, lalu bibirnya yang kini terkatup rapat. "Sari, gantian dong", bisikku meminta.

Dia buka sedikit mulutnya. Ujung penisku melesak masuk sekitar dua cm. Terasa mulut yang hangat. Ketika mulut ternganga sedikit, penisku kudorongkan. "Blep!" masuklah separuh penis ke mulut si cantik langsing yang mirip artis Yenny Farida di masa mudanya itu. Dengan cepat dia menyesuaikan diri agar tak tersedak. Lantas naluri kewanitaannya pun bekerja. Dia menjilati penisku. Mulanya dengan posisi menyamping, penisku terpalang horizontal di mulutnya, seperti sate yang akan disantap. Kemudian posisi menjulur, 'senjata terkokang' itu dijilat dan dihisap seperti es lolly. Oh nikmat dan bahagianya.

Ternyata sambil melakukan jilatan di vaginanya, tangan kiri Sari mengusap-usap vaginanya sendiri. Ketika dia berhenti sejenak dalam meng-oral, jemari kiri yang mengkilat oleh cairan vagina itu dia hisap dan jilat. Begitu berulangkali. Akhirnya aku tidak tahan. Kalau menuruti nafsu, keinginku sih biar muncrat dan tumpah sekalian seluruh maniku ke mulut dan wajahnya. Akan tetapi dia kan belum puas. Kasihan.

Maka kucabut penisku dari genggaman tangan serta hisapan dan jilatan mulutnya. Tapi ah..., dua atau tiga tetes maniku telanjur keluar, langsung menetes di lidahnya. Dengan sigap dia tarik lidah itu, dan tampaknya dia mencicipi rasa benda yang baru dikenal dalam hidupnya, cairan sperma. Untunglah aku bisa menahan diri. Kucekik penisku dengan jempol dan telunjukku, agar mani tak membanjir, sekaligus agar batangku tetap ereksi.

Kami sama-sama mengambil nafas. Lantas kuhampiri Sari, kupeluk, kugendong, lalu kurebahkan di meja kerjanya yang luas. Dengan lembut dan pelan kuciumi lehernya, sementara tanganku melepas blazer, blus, dan branya. Payudara putih bersih nan kenyal, dengan puting kemerahan yang mengeras, alangkah indahnya. Kucium dan jilati kedua bukit itu berikut puncaknya. Kunikmati aroma khas yang memancar dari lipatan bawah payudaranya agak kecut tapi merangsang.

Bossku itu seolah tak merasakan kerasnya meja kerjanya yang berkaca. Dia terus merem-melek, meleguh, terengah, mendesis. Apalagi ketika aku menciumi dan menjilati ketiaknya yang licin bersih. Ketiak wangi yang mulai bercampur keringat. Oh.., indahnya. Oh..., merangsangnya. Sementara itu tangan kananku merenggut rok mini itu, sehingga dia kini telanjang bulat, sedikit kedinginan oleh semburan hawa AC. Kuraba vulva itu. Bulu kemaluan yang lebat, rimbun, dan hangat itu rupanya telah sedikit mengering oleh hembusan AC. Begitupun bibir vaginanya. Namun clitorisnya masih mengeras. Ketika kupijat lembut clitorisnya, Sari melenguh, "Aouhh..."
Kini mulutku menjelajahi pusar dan perutnya. Sari mengaduh-aduh. Tanganku mengambil buku telepon, kuganjalkan ke pantatnya. Dengan lidah terjulur kudekatkan mulutku ke vaginanya, tanpa menempel, lalu berhenti. Aku diam saja. Sari tak sabar. "Terlalu! Kamu terlalu. Ayoh aku udah kebelet nih", dia seperti berteriak. Kedua tangannya merenggangkan vulva selebar-lebarnya, sementara kakinya mengangkang lurus menyamping seperti gadis plastik sirkus.

Aku melihat sebuah demonstrasi otot vagina yang dahsyat! Tangan Sari sudah tidak menjereng vaginanya. Tapi kakinya masih kangkang lurus menyamping. Astaga! Vagina itu bergerak-gerak, kembang kempis, menggembung mengerut. Dinding vagina nan merah seolah mau melotot keluar, untuk kemudian mengerut sehingga dinding merah mengkilat itu tersembunyi sebagian.

Sedangkan clitorisnya tetap mengeras seperti teracung, menagih jilatan. Aku jadi semakin gila. Kusosor vagina itu. Kumainkan mulut dan lidahku, menggarap bibir vagina dan clitoris. Kujejalkan lidahku ke liang hangat saat membuka diri. Wuhh..., banjir cairan vagina menyembur, aku jilati liang vaginanya yang merupakan sumber dari cairan itu. Rasanya asin. Aku ingin menguras cairan lajang yang 7 tahun lebih tua dariku itu. Kedua tanganku merentangkan kakinya, lalu aku meng-oral vaginanya habis-habisan. Akhirnya Sari berteriak tertahan, "Aku sampe puncak!". Dia menjambak rambutku, membenamkan wajahku ke vaginanya, sehingga aku gelagapan dan hampir tersedak oleh banjirnya cairan vaginanya.

Aku pun kian bernafsu. Kugendong Sari, kupindahkan ke selembar karpet tambahan yang menyerupai bulu kambing, di atas karpet dasar, di pinggir sofa.
"Ibu Liz, Liza, Sari..., aku nggak tahan. Kalo aku memperkosa kamu gimana?", tanyaku, menahan nafsu sambil berposisi seperti menindih, tapi tubuhku tak menempel di tubuhnya karena tanganku masih menyangga badanku.
"Nggak usah memperkosa segala. Malam ini kita bisa bersetubuh, sayang", katanya sambil meraih bahuku.

Oh pucuk di cinta, vagina mendamba, clitoris menagih. Kucium keningnya, matanya, hidungnya. Tapi pantatku masih seperti mengambang di atas tubuhnya, sehingga penisku pun menggantung menganggur, belum menyentuh kewanitaannya. Akhirnya aku pun capai. Pantatku turun. Sari langsung mengangkang. Tapi ah, tidak, tidak. Aku mau main-main dulu. Ini kan persetubuhan pertama kami. Maka penisku kini cuma kugesek-gesekan ke bulu kemaluan, clitoris, dan vaginanya. Dia terpejam nikmat. "Gilaa, aku sukaa", bisiknya. Lama-kelamaan kurasakan gesekan penisku seperti mengenai bidang licin. Rupanya cairan vaginanya belum habis, terus membanjir. Hilang sudah rasa permukaan bibir vagina yang merangsang penisku. Sementara gesekan bulu kemaluan pun semakin licin karena bulu superlebat yang membentuk segitiga, menyerupai celana dalam, itupun sudah basah.

Aku beringsut. Kuambil blus silk Sari. Kuusapkan ke vaginanya untuk mengeringkan cairan. Dia sendiri pun tak peduli blus bagus itu buat mengepel vagina. Kini vagina itu mengering. Aku menindihnya tapi masih bertumpu pada tangan kananku. Sementara tangan kiriku memegang penis, untuk dimainkan di vaginanya. Dia melenguh nikmat. Tapi lama-lama aku capai juga. Oh Sari yang cantik. Dia akhirnya punya inisiatif. Dibiarkannya aku menindihnya, tapi kini giliran tangannya yang memegang penisku.
"Pakai buat masturbasi Liza Sari sayang", bisikku.

Wow! Nikmatnya penis dipegang jemari lentik dan dipakai untuk onani vagina. Aku merasa terbang menumpang concorde. Hampir tak ingat apa-apa, ketika tiba-tiba kurasakan "Blessszzhh..." Penisku sudahg masuk. Lancar sekali, meski dalam jepitan, karena vaginanya memang licin.

"Kamu pikir aku tahan? Nggak. Aku udah birahi banget. Lima tahun nggak bersetubuh setelah putus pacaran. Tiga bulan cuma petting. Sekarang kepalang basah. Kita bersetubuh saja", bisiknya.
Kubenamkan penisku dalam vagina yang menjepit itu. Aku diam saja. Pinggul Sari di bawah berputar-putar, naik turun, maju mundur, geser kanan-kiri. Aku merasa termanjakan. Sampai akhirnya kurasakan maniku mulai mendidih, seperti ruap soda dalam botol yang dikocok. Aku beringas. Kupompa vaginanya dengan penisku. Kutekan selangkangannya dengan bagian bawah tubuhku. Kuputar pinggulku.

"Sari, kita hitung yuk. Kita hitung sampe 10 lalu puncak bareng ya?", bisikku.
"Sepuluh, seratus, seribu, sama saja. Aku sudah memasuki pintu klimaks..."
"Satu, dua, tigaa...", aku menghitung.
"Empaattt, Limaa burung, enam spermaa....", lanjutnya dengan terengah.
"Tujuh itil, delapan jembut....", aku menimpali.
"Sembilann... Auwwwwww! Aku climaks! Gila! Mana manimu! Ayo dong cepetan! Udah lima tahun vaginaku nganggur nggak ngerasain sosokan burung dan semprotan mani!".

Inilah keajaiban. Tiba-tiba maniku seperti tertahan, tapi penisku kian mengeras, sampai kulit penis ini agak perih, mungkin lecet sedikit. Kupompa vagina Sari dalam orgasmenya. Kurasakan vaginanya menyempit sementara cairan hangat kurasakan menyembur dari celah liang yang terjejali oleh penis. Terdengar suara "prepettt..." Aku tidak tahu, cairan ini dari vagina atau dari lubang kencingnya.

Akhirnya, tubuhnya mengejang. Matanya terbelalak, lalu terpejam, dan dia pun memelukku erat. Kudengar isak tertahan. "Aku nikmat. Aku lega. Aku bahagia", bisiknya. Air mata membasahi kelopaknya. Kucabut penisku. Masih tegang. Aku juga ingin orgasme. Tapi aku kasihan kalau harus menyetubuhi dia terus. Pasti vaginanya capai. Atau malah lecet. Karena barusan tadi kurasakan bulu kemaluan ikut masuk ke liangnya, bersama penisku. Mungkin bulu kemaluannya. Karena setiap kali kami bercumbu, bulu kemaluannya banyak yang rontok.

Aku berdiri di sampingnya. Kukocok penisku. Pelan, pelan, lalu cepat, cepat, cepat, akhirnya ah..., tak tahan. Aku pejamkan mataku, sambil mengocok penis. "Blap!" kurasakan penisku masuk lubang, yang ada giginya. Ya! Kubuka mataku. Penisku masuk ke mulutnya. Kulepaskan genggamanku. Dia sudah bersimpuh di depanku, mengulum penis, tangannya mulai mengocok penisku, terkadang lidahnya menjilati.

"Awas Sari, nanti muncrat ke mulut lho!", aku memperingatkan.
"Biarin. Ini untuk pertama kalinya aku minum isi burung", katanya menantang.
"Oh ya?", tanyaku.
"Iya. Ayo, kuras manimu, pejantanku!", ajaknya.

Kini aku kocok sendiri penisku. Ketika titik didih sudah mendekat, genggamanku aku lepas. Tangan Sari segera menyambar. Dengan lima kocokan maniku pun muncrat. Crat! Crat! Crat! Craatt! Mulutnya telat mengantisipasi, mungkin karena belum pengalaman. Dalam sepersekian detik maniku menyembur pipinya, hidungnya, keningnya, lehernya, lalu, "Slep!", penisku masuk ke mulutnya dengan mani terus membanjir. Dalam kulumannya penisku terus dia kocok. Lama-lama aku gemetar dalam lautan nikmat. Aku terduduk. Penisku tercabut dari mulutnya. Kulihat si cantik ini mukanya berlepotan cairan putih kental. Bibirnya berleleran sperma. Dia belum terampil menelan semua sperma, sehingga ada sisa yang tumpah keluar. Yang pasti dia tampak semakin cantik. Mungkin aku pun jadi mencintainya.

"Terima kasih bossku sayang. Ini bukan yang terakhir kan?", tanyaku sambil mengusap rambutnya.
"Tentu..., Kamu mau sama aku meski aku lebih tua?", jawabnya dengan mesra.
"Iya. Aku menyayangimu. Aku pingin mengeksplorasi semua pesona kewanitaanmu", kataku.
"Masih banyak waktu. Lain kali kamu ke studio apartemenku. Apa yang akan kamu lakukan kepadaku Sabtu malam besok?".
"Aku ingin mencoba anusmu, bossku sayang..."
Aduh! Diam mencubit lenganku, lalu pahaku, lalu penisku.
"Sakittttt boss!" kataku.
Dia tak mempedulikan. Setelah cubitannya lepas, dia pun bangkit, lalu membungkuk dengan menghadapkan pantat ke wajahku, yang masih terduduk di karpet dengan kaki terjulur, sambil kedua tanganku menyangga tubuhku. Jemarinya merentang anus yang merah dan dikitari bulu halus lurus yang panjang.
"Anusku masih perawan. Boleh juga sih kita coba Sabtu besok", katanya.
Tiba-tiba pemandangan gelap. Kurasakan bau aneh, khas, tapi sedap. Astaga! Anus yang terentang jari itu sudah menempel ke hidungku. Awas, anus itu nanti menerima pembalasanku, dengan elusan penis dan tetesan maniku, sementara jariku bermain di clitoris dan vulvanya. Tunggu saatnya tiba, boss cantikku!














Bercinta dengan wanita gemuk

Siapa bilang bahwa bercinta dengan wanita gemuk melelahkan dan memuakkan? Menurut saya, malahan mengasyikkan dan penuh kenikmatan. Setidaknya sesuai pengalaman saya di bawah ini.

Waktu itu hujan mulai turun rintik-rintik. Klinik 24 jam tempat saya bekerja sepi, alias tidak ada pasien yang datang. Klinik dengan TPS (Tempat Perawatan Sementara) dengan kapasitas tempat tidur 20 bed itu hanya terisi 3 orang, itu pun pasien dengan sakit ringan. Memang selama bulan ini, tingkat huniannya agak menurun. Demikian juga dengan pasien yang masuk, meskipun untuk pagi hari polikliniknya cukup baik, sekitar 30 orang yang memeriksakan. Kebetulan malam itu saya mendapat giliran jaga bersama seorang bidan, sebut saja Emi namanya.
Ketika malam mulai semakin larut dan hujan makin deras, kami seperti biasa duduk-duduk di ruang jaga perawat.
Seperti kekurangan bahan pembicaraan, saya berkata, "Emi, hujan-hujan begini enaknya ngapain ya..?"
"Enaknya ya makan-makan gorengan sambil minum kopi." kata Emi.
"Kalau saya kok nggak, enaknya ya tidur berselimut tebal."
"Lha ya mesti dong, tetapi itu khan kalau di rumah."
"Tidur dimana saja juga bisa. Apalagi kalau selimutnya yang dapat kentut."
"Lho, kalau gitu selimutnya ya harus orang..?"
"Lha iya."
"Lalu selimutnya siapa..?"
"Kalau sekarang, ya. yang di depan saya." sahut saya memancing.

Emi adalah bidan 'lichting' di bawah saya dua tahun. Kami sama-sama sekolah paramedis dari RS Cipto Mangunkusumo. Saya perawat, sedang dia bidan. Perawakannya tinggi dan tergolong gemuk. Dengan tinggi badan 168 cm dan berat badan 82 kg, terkesan profil Emi kekar dan gemuk. Meskipun demikian, keayuannya masih nyata terlihat. Wajah bulat, pipi montok, gigi putih rapih dengan bibir yang tipis sensual sanggup memancing nafsu setiap laki-laki, antara lain saya sendiri. Rambut yang dipotong cekak setinggi tengkuk, dengan kulit putih menyebabkan sejak masih menjadi siswa bidan, sudah diincar oleh seorang mahasiswa teknik sipil UI yang kini menjadi suaminya.

Sesudah menikah, suami Emi menjadi pemborong sukses. Secara material, segalanya dapat terpenuhi. Meskipun demikian, Emi tetap bekerja sebagai bidan di klinik 24 jam di bilangan Jakarta Selatan. Apalagi saat ini, setelah Emi beranak 2 orang, suaminya sudah kimpoi lagi, alias poligami. Emi memang harus menerima kenyataan itu, "daripada zina" katanya mencari pembenaran atas perilaku suaminya.

Seperti tersentak Emi mendengar kata-kata saya terakhir. Matanya melirik genit ke arah saya, membuat hati saya berdegup, menunggu reaksi.
"Benar Mas Narto mau..?" tanyanya menantang.
Saya mengangguk pasti.
"Ayo..!" ajaknya sambil menuju ke salah satu kamar.
Waktu itu selain kami berdua, ada seorang pembantu merangkap tukang cuci yang berdinas. Tetapi sejak jam tujuh malam sudah tidur di kamarnya.

Sampai di kamar, Emi langsung membuka seluruh pakaiannnya. Lalu tubuhnya direbahkan telentang di atas bed. Tanpa menunggu lama-lama, saya membuka seluruh pakaian saya, dan langsung "terjun" ke atas kasur putih empuk, ya tubuh Emi. Bibirnya mulai saya ciumi kuat-kuat, lalu lehernya, ke atas belakang telinga. Tangan Emi memeluk leher saya erat sekali, sedang kedua tungkainya menyilang memeluk tubuh saya. Terasa kuat sekali paha yang besar dan kuat itu mencengkeram tubuh saya yang kecil dengan berat badan hanya 49 kg.

Setelah itu ciuman beralih ke daerah leher, merambat ke bawah sampai permukaan buah dadanya yang meskipun sedikit terkulai tetapi masih kencang. Saya sapukan hidung dan bibir saya ke puting susunya yang hitam kecoklatan. Tentu saja sambil tangan saya melakukan 'kerajinan' dengan meremas-remas buah dadanya sambil menyedot putingnya. Ciuman saya teruskan ke bawah, ke pusar, seluruh dinding perut saya ciumi, sedikit saya gigit karena gemas disertai rasa birahi yang makin memuncak. Emi sendiri terlihat memejamkan matanya.

Pada saat ciuman mendarat di tempat-tempat yang sensitif, Emi menggigit bibirnya, merasakan nikmat. Dan setiap kali saya menggigit puting susunya dengan penuh nafsu, Emi menjingkat, tetapi mulutnya berbisik, "Aduh.. Mas, enak.. ulangi Mas..!"

'Perjalanan' penuh berahi bibir saya sekarang sampai di daerah vagina. Karena paha Emi yang besar, wilayah 'lubang surga dunia' yang akan saya masuki ini terlihat sempit, tetapi timbunan lemak kulit di kanan kiri vagina itu 'methuthuk' (menyembul), dimana daerah sekitarnya ditumbuhi rambut yang hitam dan lebat. Saya memang termasuk 'sabar' dalam bermain cinta. Meskipun penis saya sudah hampir 20 menit berereksi, tetapi tidak akan terjadi ejakulasi, alias sperma memancar sebelum mencapai orgasmus. Dan lagi meskipun badan saya tinggi ceking, namun penis saya mempunyai ukuran ekstra LXX, panjangnya sekitar 18 cm.

Pada saat labia mayora Emi yang menggunung dan menggemaskan itu saya ciumi sambil saya gigit-gigit dan jilati, Emi terlihat reaktif. Kecuali cengkeraman kakinya ke punggung saya yang semakin kencang, cairan vagina yang makin banyak (tanda makin meningkatnya nafsu), kedua bibirnya saling dikatupkan sambil sekali waktu digigit. Nafasnya juga terkadang berhenti beberapa detik, kemudian dadanya menarik nafas panjang. Terus 'operasiku' makin ke bawah. Menciumi paha kaki dan seterusnya.

Merasakan bahwa seluruh tubuhnya telah selesai dirangsang, Emi meminta sambil mengaduh, "Mas... Mas... Emi nggak tahan lagi Mas..! Cepet dimasukkan Mas... Emi.. Emi.., nafsu Emi sudah nyampai di ubun-ubun Mas... cepet ya... Mas..!"
Saya masih saja menciumi berpindah-pindah, terkadang ke lehernya sambil menggigit-gigit bibirnya, tanganku juga terkadang mengelus lehernya, memijit kepalanya bagian belakang. Akibatnya rambut Emi terserak ke depan menutupi dahinya, matanya memperlihatkan suatu pemandangan yang menambah birahiku.

Kini penis saya sudah optimal panjangnya. Besar, panjang, keras-keras empuk seperti pentungan polisi, dengan guratan vena yang melebar, dan terasa agak hangat karena terisi darah segar yang terkumpul di dalamnya. Pelan-pelan benda penikmat itu menerobos lubang vagina yang terlihat sempit karena otot polos dinding vagina yang berkontraksi. Cairan vagina yang tumpah dan merembes keluar melicinkan panetrasi penis. Saya sengaja memasukkan penis saya pelan-pelan, kecuali memberi rangsangan kenikmatan sedikit demi sedikit juga sambil melihat reaksi sensual Emi.

Terlihat Emi menarik nafasnya dalam-dalam, dan penis saya terasa seperti tersedot. Terus.. masuk.. masuk.. dan terasa ujungnya menumbuk sesuatu. Sesuatu itu adalah portio uteri (pintu rahim) tempat yang paling sensitif di wilayah vagina bagian dalam. Dan ini dapat terjadi setelah paha Emi yang besar, berat namun putih dan halus itu saya angkat ke atas, saya letakkan di pundak saya pada sendi lutut (lipat pahanya).

Penis saya terasa diremas-remas vagina Emi, sebagai tanda pencapaian orgasmus. Mula-mula pelan-pelan, ritmis.. makin lama makin keras dengan interval yang makin cepat dan berakhir dengan cengkeraman menetap. Ini berulang kali. Dan setiap kali terjadi pencengkaraman penis saya seperti di atas, tubuh Emi menggeliat kadang menggelinjang atau membanting sambil memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Dalam kondisi seperti ini, saya jadi bangga, penuh percaya diri, seperti seorang matador yang dapat menaklukkan lawannya, kadang saya menyangga di atas lutut, tetapi kadang juga saya rebahkan tubuh saya di atas badan Emi yang makin terbasahi cairan vagina, keringat dan parfum yang teraduk menjadi satu.

Disaat merebahi tubuh Emil, bibir saya sampai ke bibir Emi, yang sekali-kali saja membuka matanya. Dan tangan saya tidak berhenti memainkan buah dadanya, meraba, mengelus-ngelus, memijat-mijat, memeras-meras, kadang dengan perasan yang keras, dengan penuh kegemasan dan birahi. Sewaktu saya menduduki perut Emi, Emi terlihat sudah tidak tahan lagi.
Sambil mencium telinga saya Emi berbisik, "Mas... ditembakkan sekarang ya..!"
Dan dengan sepenuh kekuatan pemompaan penis saya makin saya percepat. Seperti joki yang sedang menunggang kuda, sambil memompa, saya tumbukkan perut saya ke tubuh Emi, sementara tangan saya berpegangan dan menarik-narik kedua susunya. Emi memegang lengan saya. Nafasnya berdengus seperti nafas kuda yang sedang berlari cepat.
Posisi tubuh saya yang mendekam, menekan perutnya. Saya genjot-genjotkan ( bahasa jawa : entrok-entrok), rasanya seperti memantul karena pantulan perut Emi. Rasanya Emi saya perlakukan persis seperti kuda balap. Saya seperti lupa bahwa yang saya naiki adalah tubuh seorang wanita cantik. Kepalanya yang tiap genjotan menoleh bergantian ke kanan dan ke kiri, menambah kebirahian saya. Rasanya seperti menunggangi seekor kuda betina yang liar, ganas, harus ditaklukkan.
Nafas Emi terdengar cepat disertai erangannya, "Uuhh... uuh... aduh.. aduh... aduhh.. uhh... terus.. terus.. cepat... cepat aduhhh..!"
Sementara nafas saya seolah memburunya, "Ehh... ehhh... ehh.."

Penis saya makin saya cepatkan keluar masuknya ke vagina, dan ini meyebabkan reaksi orgasmus yang makin meninggi pada diri Emi. Akibatnya cengkeraman ke penisku juga semakin kencang, sehingga saya harus lebih kuat menarik dan memasukkannya ke vagina.
"Uhhh... uhhh.... aduh... aduh... cepat.. cepat Mas... aduh..!"
"Hehh.. eh... eh... ehhh.."

Makin cepat, makin kuat.. makin cepat.. makin kuat saya menarik penis, sampai akhirnya penis saya tidak dapat bergerak lagi, seperti diikat dengan gulungan kabel baja. Berpegang kuat seperti seorang yang takut jatuh, badan Emi terlihat seperti mengejang. Disaat itulah penis saya menyemprotkan sperma, puncak kepuasan bersetubuh bagi seorang laki-laki. Badan saya, saya jatuhkan ke tubuhnya, dan lengan serta tungkai Emi memeluk tubuh saya disertai jeritan lirih. Rupanya ejakulasi saya berbarengan dengan orgasmusnya yang entah sudah keberapa puluh kalinya. Pertempuran dan pergulatan berakhir. Bila dihitung dengan skor, mungkin 40 : 1 untuk kemenangan saya.

"Puas Mi..?"
Emi diam karena seperti setengah tidak sadarkan diri pada saat orgasmusnya yang sangat-sangat kuat sekali dan berhasil memaksa penis saya mengeluarkan sperma. Sejenak matanya sedikit dibuka.
"Sangat puas sekali dan oooeenak tenan..." jawabnya dengan genit, "Tetapi sebentar tambah lagi sebanyak-banyaknya sampai pagi lho Mas..!"
"Lho suamimu sekarang dimana..?" godaku memancing (suaminya memang sering ke luar kota).
"Lha ya.., yang sedang menindihi tubuh saya ini.." jawabnya disertai senyumnya yang genit.
Dalam keadaan lemas, rambut teracak-acak, tubuh hangat basah karena keringat, bugil dan putih, Emi semakin terlihat merangsang.

Saya lihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 1 malam. Jadi kami sudah bercinta, bergelut, bersetubuh selama 5 jam. Nah, teman-teman netter, saya ingin ulangi kalimat saya di awal cerita ini. Siapa bilang bercinta dengan orang gemuk memuakkan dan melelahkan. Masih nggak percaya? Kalau begitu beri komentar atas kisah saya ini.














Menaklukkan kakak ipar

Aku memang ketagihan bermain cinta dengan wanita setengah baya alias STW. Ada lagi pengalaman nyata yang kualami. Pengalamanku menaklukkan kakak iparku yang pendiam dan agak religius. Entah setan mana yang merasuki diriku karena aku menjerumuskan orang baik-baik kedalam neraka nafsu.
Kejadiannya begini, suatu hari rumahku kedatangan tamu dari Padang. Uni Tati kakak tertua istriku. Dia datang ke Jakarta karena tugas kantor ikut seminar di kantor pusat sebuah bank pemerintah. Uni adalah kepala cabang di Padang, Uni menginap dirumah kami. Dari pada menginap di hotel, mendingan juga uang hotel disimpan buat beli oleh-oleh. Selama seminggu dia tinggal dirumahku. Dari istriku kutau kalau Uni Tati berusia 40 tahun. Suaminya sudah meningal 2 tahun lalu karena kecelakaan. Orangnya cantik, putih, tinggi semampai. Lebih tepatnya kubilang anggun karena orangnya cenderung diam dan sangat religius. Selama di Jakarta, setiap ada kesempatan aku dan istriku mengajak Uni jalan-jalan, maklum ini kunjungan pertamanya ke Jakarta, biasanya ke mal karena waktunya sempit. Kami sudah berencana pas hari Sabtu akan jalan-jalan ke Taman Safari
Tiba hari Sabtu, istriku ternyata punya tugas mendadak dari kantor yaitu harus mengawasi pameran di Mangga Dua. Gagal deh rencana jalan-jalan ke Taman Safari. Istriku mengusulkan agar aku tetap mengantar Uni jalan-jalan misalkan ke Ancol saja dan pulangnya bisa jemput istriku di Mangga Dua. Sebetulnya aku agak males kalo nggak ada istriku. Aku merasa risih harus jalan berdua Uni karena orangnya pendiam. Akupun menduga Uni pasti nggak mau. Tapi tanpa dinyata ternyata Uni menyetujui usul istriku.
Pagi-pagi banget istriku sudah berangkat naik KRL dari stasiun Pondok Ranji. Rumahku yang didaerah Bintaro cukup jauh dari Mangga Dua dan Ancol. Sementara menunggu Uni yang lagi jalan-jalan pagi aku sendirian dirumah menyeruput kopi dan merokok. Kami berencana jalan jam 10 pagi. Sehabis ngopi dan merokok, aku kembali tidur-tiduran di kamarku menunggu jam. Pikiranku melayang membayangkan kakak istriku ini. Uni Tati sangat menarik perhatianku secara sexual. Jeleknya aku, mulia keluar. Aku tertantang menaklukkan wanita baik-baik, aku tertantang menaklukkan Uni. Mumpung ada kesempatan. Dasar setan selalu mencari kesempatan menggoda.

Kuatur jebakan untuk memancing Uni. Aku buru-buru mandi membasuh badan dan keramas. Dengan berlilit handuk aku menunggu kepulangan Uni dari olahraga paginya. Sekitar 10 menit aku menunggu dibalik horden dan kulihat Uni memasuki pagar depan dengan pintu besi yang agak berderit. Sengaja pintu rumah aku tutup tapi dibiarkan tak terkunci. Aku berlalu menuju kamarku dan segera memasang jebakan untuk mengejutkan Uni. Aku masuk kamarku dan segera bertelanjang bulat. Pintu kamar kubuka lebar-lebar, jendela kamar juga kubuka biar isi kamar mendapat penerangan jelas.


Kudengar pintu depan berbunyi seperti ditutup. Akupun mulai beraksi. Dengan bertelanjang bulat aku menunggu Uni melewati kamarku dengan harapan dia melihat tubuh dan juniorku yang sedari tadi berdiri tegak membayangkan petualangan ini. Handuk kututupkan ke kepala seolah-olah sedang mengeringkan rambut yang basah sehabis keramas. Aku berpura-pura tidak melihat dan tidak menyadari kehadiran Uni. Dari bakik handuk yang kusibak sedikit, kulihat sepasang sepatu kets melintas kamarku. Aku yakin Uni pasti melihat tubuhku yang polos dengan junior yang tegak berdiri.
Nafsuku semakin menggeliat ketika kuamati dari balik handuk sepasang sepatu yang tadinya hampir melewati kamarku kini seperti terpaku berhenti didepan kamar tanpa beranjak. Aku semakin aktif menggosok-gosok rambutku dan berpura-pura tak tau kalo ada orang. Beberapa detik aku berbuat begitu dan aku merencanakan sensasi berikut. Dengan tiba-tiba kuturunkan handuk dan menengok ke arah pintu kamar. Aku pura-pura kaget menyadari ada orang. “E..eee…maaf Uni, aku kira nggak ada orang,” kataku seraya mendekati pintu seolah-olah ingin menutup pintu. Aku tidak berusaha menutup kemaluanku yang menantang. Malah kubiarkan Uni terdiam memandangi tubuhku yang polos mendekat kearahnya.

Dengan tenagnya seolah aku berpakaian lengkap kudekati Uni dan sekali lagi memohon maaf.

“Maaf ya Uni, aku terbiasa seperti ini. Aku nggak sadar kalau ada tamu dirumha ini,” kataku sambil berdiri didepan pintu mau menutup daun pintu.
Tiba-tiba seperti tersadar Uni bergegas meninggalkanku sambil berkata “i…i…iya , tidak apa-apa…..”. Dia langsung masuk ke kamar belakang yang diperuntukkan kepadanya selama tingal dirumahku. Aku kemudian memakai celana pendek tanpa CD dan mengenakan kaos oblong lantas smengetok pintu kamar Uni. “Ada apa Andy,” ujar Uni setelah membuka pintu. Kulihat dia tidak berani menatapku. Mungkin malu. Membaca situasi seperti itu, aku tidak menyiakan kesempatan. “Uni, maafkan Andy ya…aku lupa kalau ada tamu dirumah ini,” kataku merangkai obrolan biar nyambung.
“Nggap apa-apa, cuma Uni malu hati, sungguh Uni malu melihat kamu telanjang tadi,” balasnya tanpa mau menatap aku. “Kenapa musti malu? Kan nggak sengaja, apa lagi Uni kan sudah pernah menikah jadi sudah biasa melihat yang tegak-tegak seperti itu,” kataku memancing reaksinya.

“Sejujurnya Uni tadi kaget setengah mati melihat kamu begitu. Yang Uni malu, tanpa sadar Uni terpaku didepan kamarmu. Jujur aja Uni sudah lama tidak melihat seperti itu jadi Uni seperti terpana,” katanya sambil berlari ketempat tidurnya dan mulai sesenggukan. Aku jadi ngak tega. Kudekati Uni dan kuberanikan memegang pundaknua seraya menenangkannya.
“Sudalah nggak usah malu, kan cuma kita berdua yang tau.” Melihat reaksinya yang diam saja, aku mulai berani duduk disampingnya dan merangkul pundaknya. Kuusap-usap rambutnya agak lama tanpa berkata apa-apa. Ketika kurasa sudah agak tenang kusarankan untuk mandi aja. Kutuntun tangannya dan sekonyong-konyong setan mendorongku untuk memeluk saat Uni sudah berdiri didepanku. Lama kupeluk erat, Uni diam saja. Mukanya diselusupkan didadaku. Payudaranya yang masih kencang serasa menempel didadaku. Sangat terasa debar jantungnya. Perlahan tangaku kuselusupkan ke balik kaos bagian belakang berbarengan dengan ciumanku yang mendarat dibibirnya.
“Jangan Ndy…dosa,” katanya sambil melepaskan diri dari pelukanku. Namun pelukanku tidak mau melepaskan tubuh sintal yang sedang didekapnya. Daam usaha kedua Uni sudah menyerah. Bibirnya dibiarkan kulumat walau masih tanpa perlawanan. Ucoba lagi menyelusupkan tangan dibalik kaosnya, kali ini bagian depan. Tangan kanan yang menggerayang langsung pada sasaran…putting susu sebelah kiri. Uni menggeliat.
Pilinan jariku di payudaranya membuat nafsunya naik. Aku tau dari desiran nafasnya yang mulai memburu. Aku heran juga dengan wanita ini, tetap diam tanpa perlawanan. Mungkin ini style wanita baik-baik. Bagusnya, semua apa yang kulakukan tidak ada penolakan. Seperti dicocok hidungnya Uni menurut saja dengan apa yang kulakukan terhadapnya.
Perlahan kubuka kaosnya, kubukan celana panjang trainings pack-nya, kubuka Bh nya, kubuka CD-nya , Uni diam saja. Kubopong tubuhnya ketempat tidur. Kubuka kaosku, kubuka celana pendekku……..Uni masih diam.
Lidahku mulai bermain disekujur tubuhnya. Dari ujung kepala, turun ke telinga, ke bibir, ke leher…perlahan kusapu dadanya, payudaranya kulumat dengan gigitan kecil…turun lagi kebawah, pusarnya kukorek dengan lidahku….turun lagi ke sekumpulan rambut dan kedua pahanya hujilat-jilat terus sampai keujung jempol kaki. Aku tidak merasa jijik karena tubuh Uni yang putih bersih sangat membangkitkan gairah.
Kukangkangkan kakinya, uni masih diam saja. Tapi kuamati matanya terpejam menikmati sentuhan tiap jengkal ditubuhnya. Baru ketika kudaratkan sapuan lidahku di bibuir vagina dan klitorisnya Uni tiba-tiba berteriak ,” Ahhhhhhhh……..”
“Kenapa Uni….Sakit?,” tanyaku. Uni hanya menggeleng. Dan aktifitas jilat menjilat vagina itu kulanjutkan. Uni menggelinjang dahsyat dan tiba-tiba dia meraung..”Andyyyyyyy… ayo Andy….jangan siksa aku dengan nikmat…ayo Andy tuntaskan….Uni udah nggak tahan,” katanya.

Aku tidak mau berlama-lama. Tanpa banyak variasi lagi langsung kunaiki kedua pahanya dan kutusukkan juniorku kelobah surganya yang sudah basah kuyup. Dengan sekali sentak semua batangku yang panjang melesak kedalam. Agak seret kurasakan, mungkin karena sudah dua tahun nganggur dari aktifitas. Kugenjot pantatku dengan irama tetap, keluar dan masuk. Uni semakin menggelinjang.
Aku pikir nggak usah lama-lama bersensasi, tuntaskan saja. Lain waktu baru lama. Melihat reaksinya pertanda mau orgasme , gerakan pantatku semakin cepat dan kencang. Uni meronta-ronta , menarik segala apa yang bisa ditariknya, bantal, sepre. Tubuhku tak luput dari tarikannya. Semua itu dilakukan dengan lebih banyak diam. Dan tiba-tiba tubuhnya mengejang, “Ahhhhhhhhhhhhhhhh…….,” lolongan panjangnya menandakan dia mencapai puncak. Aku mempercepat kocokanku diatas tubuhnya. Tiba-tiba aku didikejutkan dengan hentakan tubuhnya dibarengi tanganya yang mendorong tubuhku. “Jangan keluarin didalam ….aku lagi subur,” suaranya tresengal-sengal ditengah gelombang kenikmatan yang belum mereda.
Kekagetanku hilang setelah tau reaksinya. “Baik Uni cantik, Andy keluarin diluar ya,” balasku sambil kembali memasukkan Junior ku yang sempat terlepas dari vaginanya karena dorongan yang cukup keras. Kembali kupompa pinggulku. Aku rasa kali ini Uni agak rileks. Tapi tetap dengan diam tanpa banyak reaksi Uni menerima enjotanku. Hanya wajahnya yang kadang-kadang meringis keenakan.
Dan sampailah saatnya, ketika punyaku terasa mulai berkedut-kedut, cepat-cepat kucabut dari vagina Uni dan kugencet batang juniorku sambil menyemprotkan sperma. Kuhitung ada lima kali juniorku meludah. Sekujur tubuh Uni yang mulus ketumpahan spermaku. Bahkan wajahnyapun belepotan cairan putih kental. Dan aku terkulai lemas penuh kenikmatan. Kulihat Uni bagkit mengambil tisu dan meneyka badan serta mukanya.
“Andy…kamu sudah memberikan apa yang belum pernah Uni rasakan,” kata wanita cantik itu sambil rebahan disampingku.
Dengan persetujuan Uni, kami menelpon istriku mengabarkan kalau batal ke Ancol karena Uni nggak enak badan. Padahal kami melanjutkan skenario cinta yang menyesatkan. Kami masih tiga kali lagi melakukan persetubuhan. Dalam dua sessi berikut sangat kelihatan perkembangan yang terjadi sama Uni. Kalo permainan pertama dia banyak diam, permainan kedua mulai melawan, permainan ketiga menjadi dominan, permainan keempat menjadi buas….buas…sangat buas. Aku sempat memakai kondom biar bisa dengan leluasa menumpahkan sperma saat punyaku ada didalam vaginanya.
“Aku sadar ini dosa, tapi aku juga menikmati apa yang belum pernah aku rasakan selama bersuami. Suamiku itu adalah pilihan orang tua dan selisih 20 tahun dengan Uni. Sampai Uda meninggal, Uni tidak pernah merasakan kenikmatan sexual seperti ini. Sebetulnya Uni masih kepengen nikah lagi tapi tidak pernah ketemu orang yang tepat. Mungkin posisi Uni sebagai kepala bagian membuat banyak pria menjauh.” Cerita Uni sebelum kami sama-sama tertidur pulas.

Tidak ada komentar: