Kamis, 22 Mei 2008

NONA MAJIKANKU, NENG SHINTA

Sebut saja namaku Hasan. Usiaku saat ini 57 tahun,
pekerjaanku adalah sebagai penjaga merangkap
pembantu
rumah tangga pada sebuah keluarga mantan
pejabat sebut
saja namanya Pak Broto. Aku adalah mantan
tentara dengan
pangkat rendahan. Aku ikut keluarga Pak
Broto sudah 30
tahun. Saat itu Pak Broto masih menjadi
seorang pegawai
rendah di sebuah instansi pemerintah. Namun
karena
kepandaiannya, karir Pak Broto terus
menanjak. Aku
mengabdi pada keluarga ini telah cukup lama
hingga
keluarga ini berhasil menjadi keluarga
terpandang dan
terhormat di masyarakat.
Pak Broto memiliki 2 orang putri yang cantik
cantik dan
masing-masing telah berkeluarga, namanya
Shinta dan
Siska. Di usianya yang telah pensiun ini,
Pak Broto
menikmati sisa usianya dengan melakukan
usaha perkebunan
yang dimilikinya di sebuah daerah di Jawa
Tengah. Pak
Broto menghabiskan waktunya dengan kegiatan
bisnis
perkebunan teh di daerah Tawangmangu di
dekat Solo sana.


Dengan kegiatan barunya ini Pak Broto lebih
banyak
menghabiskan waktunya bersama istrinya di
perkebunan
miliknya. Mereka memiliki sebuah kebun Teh
yang cukup
luas di sana. Dan di perkebunan mereka itu
juga berdiri
sebuah villa yang cukup megah. Aku sering
diajak beliau
kesana dahulu saat beliau masih aktif di
pemerintahan.

Sejak Pak Broto pensiun, jarang sekali
beliau tinggal di
Jakarta. Beliau hanya sesekali datang ke
Jakarta ini
untuk meninjau rumahnya yang aku jaga, juga
melihat
cucunya dari putri pertamanya Siska. Siska
tinggal
dengan suaminya di daerah Kemang, sedangkan
putri
keduanya, Shinta menempati rumah yang aku
tinggali ini
bersama suaminya, Andri. Shinta belum
memiliki anak,
karena mereka menikah baru 6 bulan yang
lalu.

Neng Shinta dan suaminya Andri sama-sama
bekerja di
perusahaan swasta yang berlainan, jadi
pasangan suami
istri ini selalu berangkat pagi dan pulang
malam harinya
bersama sama, sehingga rumah megah yang
mereka tempati
praktis dipercayakan padaku selama mereka
bekerja di
siang hari dan berada di bawah pengawasanku
selama malam
hari. Tugasku selain membersihkan rumah
adalah menjaga
keamanan rumah beserta isinya.

Aku telah dipercaya Pak Broto untuk menjaga
rumahnya ini
berikut kedua putri dan menantunya itu. Jadi
secara
otomatis aku pun harus menjaga majikanku
Shinta yang
memang menetap sama denganku. Shinta usianya
baru 23
tahun. Dahulu aku sempat melihat mereka
berdua lahir,
jadi kedua putri mereka sudah tidak asing
lagi bagiku,
dan mereka pun berdua telah menganggap aku
dan istriku
sebagai bagian dari keluarga ini.

Dulu aku memang tinggal berdua dengan
istriku di rumah
ini. Namun sejak istriku ikut dengan anakku
satu-satunya
yang menjadi polisi dan berdinas di daerah
Riau praktis
hanya aku yang ikut dengan Neng Shinta.
Anakku waktu
sekolah dibantu oleh Pak Broto, sehingga aku
sangat
berhutang budi pada beliau. Anakku kebetulan
telah
menikah dan tugas di Riau. Aku memang sempat
diajak ke
Riau, namun karena aku merasa berhutang budi
dan diberi
tanggung jawab dan telah diamanahi Pak
Broto, ajakan itu
aku lewatkan saja sebab sangat sulit mencari
orang yang
sebaik dan sebijaksana Pak Broto. Selama itu
pun aku
tinggal di rumah Pak Broto bersama Shinta
dan suaminya.

Semua pekerjaan rumah selalu aku selesaikan
dengan baik
dan lancar. Hampir semua waktuku aku
habiskan untuk
merawat rumah dan mobil majikanku ini. Neng
Shinta pun
sering memberiku uang lebih karena aku
memang nggak neko
neko. Shinta adalah potret wanita masa kini
yang cukup
cantik dan memiliki kulit yang putih bersih.
Ia juga
mempunyai rambut sebahu dan menurut
pendapatku wajah
Shinta tidak beda jauh dari artis-artis
sinetron yang
sering aku lihat di televisi.

Kalau tidak terlalu berlebihan, profil Neng
Shinta
agak-agak mirip dengan artis yang sering
muncul di TV
saat ramai-ramainya kampanye Pilpres kemarin
yang
mengiklankan mantan menteri yang desersi.
Walaupun iklan
itu bagiku kayaknya cukup kampungan dan
menurut kesanku
begitu bodoh, namun aku tak peduli.. Bagiku
yang penting
artis itu sangat seksi. Persis sekali dengan
Neng
Shinta, apalagi kalau Neng Shinta juga pakai
kacamata
hitam itu. Memang wajah Neng Shinta sangat
cantik dan
penampilannya begitu oke! Aku maklum saja,
sebab bagi
mereka yang memiliki uang lebih dan
kehidupan yang
mapan, untuk perawatan kecantikan dan
penampilan amat
mudah. Beda jauh dari aku yang hanya cuma
seorang
pembantunya.

Sebagai pembantu merangkap penjaga rumah,
setiap malam
aku wajib memeriksa seluruh keadaan rumah!
Aku harus
memastikan pintu dan jendela terkunci dengan
aman dan
kondisi keamanan rumah harus aman dan
terkendali.
Soalnya jaman sekarang lagi banyak teroris.
Salah-salah
nanti rumah majikanku bisa dijadikan sasaran
pemboman!
Kan bisa gawat.. Bisa-bisa aku kehilangan
pekerjaan!
Saat memeriksa kondisi rumah kadang-kadang
aku melewati
kamar majikanku Shinta dan suaminya.

Sering aku mendengar dengus nafas dan
rintihan
kenikmatan yang keluar dari mulut pasangan
suami istri
itu. Sebagai laki-laki aku tentu saja
penasaran ingin
mengintip dan mengetahui apa yang terjadi
dengan
pasangan itu. Untuk itu aku berniat untuk
membuat celah
di antara lipatan horden yang menutupi
jendela kamar
mereka yang sangat lebar seukuran 2 meter
kali 4 meteran
itu. Bagiku tidak terlalu sulit untuk
membuat celah di
antara lipatan kain horden itu. Karena
akulah yang
selalu menutup horden itu sebelum Neng
Shinta dan
suaminya pulang.

Siang itu aku mengakali jendela kamar Neng
Shinta agar
aku dapat melihat dan memperhatikan tingkah
laku kedua
pasangan yang berlainan jenis itu saat
mereka
bersenggama. Aku sangat penasaran ingin
melihat mereka
bercinta, karena suara yang terdengar dari
luar kamar
sangat menggairahkan bagi telinga tuaku.
Suara rintihan
Neng Shinta sangat keras terdengar seperti
suara kucing
betina yang sedang dientot jantannya!

Malam itu seperti saat yang kuperkirakan
mereka mulai
melakukan aktivitas seksual, aku segera
keluar dari
kamarku yang terletak di pojok belakang.
Dengan langkah
pelan kudekati kamar mereka dan mengambil
posisi dekat
jendela dimana sengaja kubuat celah pada
kain hordennya.
Keadaan di luar kamar yang gelap sangat
membantuku dalam
menuntaskan tugas pengintaianku. Kudekatkan
wajahku ke
kaca dan melihat ke dalam kamar yang terang
dari celah
yang kubuat. Benar saja pemandangan yang
kulihat sangat
mendebarkan darah tuaku. Sebagai pasangan
muda tentu
masa masa saat itu adalah masa yang penuh
dengan madu
kenikmatan duniawi.

Apa yang kulihat benar-benar membuat
jantungku berdebar
dan gairahku meningkat. Aku melihat kedua
tubuh
telanjang anak majikanku dan menantunya
sedang bergumul
di atas kasur yang empuk. Tubuh putih mulus
Neng Shinta
saat itu sedang menggelepar-gelepar saat
lidah suaminya,
Andri menyusuri setiap jengkal kulitnya.
Sungguh
pemandangan yang kontras! Seluruh tubuh Neng
Shinta yang
putih mulus tanpa cacat sangat kontras
dengan warna
hitam rambut yang memenuhi gundukan
selangkangannya yang
lebat! Ya.. Hanya daerah itulah yang tampak
hitam di
tubuh Neng Shinta!

Aku sangat jelas dapat melihat betapa
selangkangan Neng
Shinta sangat tembam dan munjung ke atas
seperti
setangkup bakpao namun warnanya hitam karena
ditumbuhi
rambut kemaluan yang lebat! Itulah mungkin
bedanya
dengan bakpao! Kalau bakpao warnanya putih..
Tapi
selangkangan Neng Shinta penuh ditutupi
rambut berwarna
hitam! Namun keduanya sama-sama enak
dinikmati! Yang
satu bikin merem melek kekenyangan yang
satunya lagi
bikin merem melek karena ketagihan!

Tak lama kemudian aku melihat kedua tubuh
manusia yang
telanjang itu saling berdempetan menyatu.
Tubuh putih
mulus Neng Shinta saat itu berada di bawah
tubuh
suaminya yang juga tampan itu. Suaminya saat
itu sedang
melakukan gerakan maju mundur dan Neng
Shinta tampaknya
dalam keadaan kepayahan menahan bobot
suaminya dan
gairah nafsunya. Kedua kaki majikanku yang
panjang dan
putih itu berada di atas bahu suaminya.
Sedang tangan
suaminya saat menggenjot tubuh Shinta masih
berada di
dada putih itu dan meremasnya dengan kasar.
Kulihat
pantat Neng Shinta bergoyang dan berputar
setiap kali
pantat suaminya menghunjam selangkangannya.
Kedua tubuh
telanjang itu saling berkutat satu sama
lain.

Tiba-tiba posisi menjadi terbalik. Kini
tubuh Neng
Shinta yang telanjang sudah berada di atas
tubuh
suaminya. Ia bergerak liar seperti seorang
joki wanita
yang sedang memacu kuda! Kedua bukit
payudara itu
berguncang-guncang seiring dengan
gerakannya. Dengan
kedua tangan bertumpu di atas dada suaminya,
Neng Shinta
menggerakkan pantatnya yang bulat dan mulus
maju mundur.
Rambutnya sudah acak-acakan karena
gerakannya yang liar.
Lalu kulihat tubuh telanjang Neng Shinta
terhentak-hentak dan gerakannya semakin liar
dan
beberapa saat kemudian tubuhnya ambruk di
atas dada
suaminya.

Rupanya suaminya belum orgasme! Hal ini
kuketahui karena
setelah menggulingkan tubuh telanjang Neng
Shinta, Mas
Andri suaminya segera bangun dan menyeret
tubuh
telanjang istrinya hingga menungging di sisi
tempat
tidurnya. Kedua kaki Neng Shinta menjuntai
ke lantai.
Pantatnya yang indah semakin kelihatan jelas
dari
tempatku mengintip, karena posisinya
membelakangiku. Aku
melihat betapa gundukan bukit kemaluan Neng
Shinta
begitu indah saat menungging dalam posisi
itu! Mas Andri
segera menempatkan diri di belakang pantat
Neng Shinta
dan kembali mengayunkan pantatnya maju-
mundur.
Pandanganku kini tertutup tubuh Mas Andri.

Entah berapa lama aku tak tahu. Yang jelas
saat itu
kulihat Mas Andri semakin cepat mengayunkan
pantatnya
menghunjamkan ke arah pantat Neng Shinta.
Tubuh Mas
Andri meliuk-liuk dan akhirnya ambruk dan
menindih tubuh
Neng Shinta dengan ketat. Baru kali ini aku
memperhatikan kehalusan dan mulusnya tubuh
majikan
putriku ini. Selama aku kerja pada orang
tuanya aku
tidak memperhatikan perkembangan tubuh
majikan putriku
itu.

Aku sempat menahan nafas saat tubuh keduanya
menyatu
pada bagian bawahnya juga diikuti oleh
bagian atasnya.
Sebagai laki-laki yang normal aku merasa
terpancing
birahiku saat itu. Namun apalah dayaku yang
hanya
seorang pembantu di keluarga ini. Aku yang
sudah sangat
terangsang segera meremas batang kemaluanku
sendiri dan
melakukan onani sambil mengintip. Setelah
aku orgasme
aku segera menuju kamarku sendiri dan terus
tidur.

Esok paginya saat aku bangun dan beres-beres
aku melihat
majikan putri keluar dari kamarnya dengan
wajah yang
sedikit kusut dan tampak agak layu. Aku
biarkan saja
kejadian itu. Mungkin dia ada masalah dengan
suaminya
atau apalah aku tak mau tanya pada nya.
Seperti
biasanyapun pagi itu aku menghidangkan
makanan kesukaan
majikanku itu dimeja makan. Tidak lama
kemudian mereka
keluar kamar beiringan untuk sarapan pagi
sebelum
berangkat ke kantor.

Tiba-tiba saat mereka sarapan itu aku dipanggil.
Suaminya bilang padaku bahwa ia akan tugas
keluar kota
mungkin selama 2 minggu karena ada masalah
di kantornya.
Suaminya titip padaku untuk menjaga rumah
dan istrinya
padaku. Dengan patuh aku sanggupi permintaan
suaminya
itu. Dan sejak saat itu pun aku semakin
bertambah tugas
dengan memastikan keadaan majikan putri itu.

Beberapa hari ini aku jadi kehilangan
kesempatan untuk
melihat aktifitas kamar majikan putri itu.
Aku jadi
susah tidur, padahal aku setiap hari
sebelumnya selalu
melihat aktifitas di kamar itu dan sempat
bermasturbasi
barulah aku tertidur. Memang aku akui di
usiaku yang
tidak muda lagi ini libidoku sering timbul.
Namun kepada
siapa aku akan menyalurkannya, sedang
istriku di
Sumatera bersama anakku.

Untuk memenuhi hasrat libidoku, pada malam
yang dingin
itu aku mengintip majikanku itu di kamarnya.
Rupanya ia
masih belum tidur dan hanya berbaring di
ranjang.
Tampaknya ia sedang merindukan belaian dari
suaminya.
Namun karena suaminya sedang tidak tidak ada
ia menjadi
kelihatan gelisah di tempat tidurnya. Aku
memperhatikan
Neng Shinta selalu menggeser geserkan guling
di
ranjangnya yang luas itu ke arah
kemaluannya.

Aku tahu saat itu Neng Shinta ingin
kehangatan. Apalagi
hawa dingin AC di kamarnya membuatnya tampak
kehausan.
Tak lama kemudian kulihat tangan Neng Shinta
mulai
meraba-raba bagian selangkangannya dari luar
gaun
tidurnya yang sudah mulai awut-awutan dan
menyingkapkan
pahanya yang mulus. Aku jadi terangsang dan
ingin
melihat terus apa yang hendak dilakukannya.

Saat sedang asyik-asyiknya memperhatikan
tingkah laku
anak perempuan majikanku itu aku dikejutkan
oleh suara
benda terjatuh dan ada bunyi 'krasak
kresek'. Aku yang
saat itu berada dalam kegelapan dapat dengan
leluasa
mengintai ke arah datangnya suara itu. Ohh..
Alangkah
kagetnya aku. Aku melihat ada 3 orang yang
mengendap
endap akan masuk ke rumah ini. Mereka telah
melompati
pintu pagar dan sedang berjalan ke arah
rumah.

Sebagai seorang bekas tentara yang telah
banyak
pengalaman di medan perang, aku lalu menuju
arah suara
itu dan dengan samuraiku aku bacok si
penjahat itu tanpa
tanya lagi. Mereka meringis kesakitan dan
minta ampun
padaku. Mereka akhirnya lari dan berusaha
menghindar
dari kejaran masyarakat yang tahu akan
tindakan mereka.
Malam itu akhirnya rumah majikanku ini
selamat dari
upaya pencurian dan perampokan. Majikanku
Shinta
akhirnya terbangun dan keluar rumah
menemuiku. Aku pun
menerangkan kejadian yang sesungguhnya
dengan lengkap.
Ia pun akhirnya berterima kasih dan minta
aku untuk
menyelesaikan masalah itu dengan aparat
terkait malam
itu.

Setelah memberikan laporan secukupnya, malam
itu pun aku
pulang ke rumah dan disambut majikanku Neng
Shinta, yang
saat itu mengenakan baju kimono tidur. Ia
amat
mengkhawatirkan keadaanku malam itu. Iapun
telah sempat
menelepon suami dan kedua orang tuanya. Dan
akupun lalu
ditelepon suami dan kedua orangtua Shinta
agar bisa
menjaga Shinta dengan hati hati. Sempat aku
lihat wajah
kecemasan di rona muka Shinta malam itu.
Wajahnya yang
putih bersih itu terlihat takjub dan
khawatir, namun
dengan lambat aku terangkan kepadanya supaya
jangan
cemas seperti itu.

Malam itu pun lalu kami tidak tidur dan
hanya berbicara
saja di ruang tamu rumah besar itu. Neng
Shinta
kelihatan masih shock atas kejadian itu dan
akupun tidak
sampai hati meninggalkannya sendirian di
ruang tamu
malam itu. Aku menemaninya dan sesekali
mataku yang
nakal mencuri-curi pandang ke arah sekujur
tubuhnya yang
terbalut kimono tidur saat itu. Mata nakalku
sempat
memperhatikan gundukan bukit dadanya yang
sekal dan
berukuran 34B hingga amat menggodaku. Aku
tahu nomor itu
karena saat mencuci dan menjemur aku sempat
melihatnya
dengan seksama jenis dan wangi celana dalam
Neng Shinta.


"Neng.. Sudah malam tidur aja dulu.. Biar
Mamang jaga di
sini" kuanjurkan Neng Shinta agar segera
tidur karena
waktu sudah hampir pukul 2 pagi.
"Ahh.. Enggak Mang.. Shinta masih takut
dengan kejadian
tadi! Mamang mau kan jagain Shinta di kamar"
pinta Neng
Shinta dengan wajah yang masih nampak pucat.
"Wahh.. Mamang enggak berani lancang neng.."
aku
terkejut dan spontan menolak karena enggak
enak harus
masuk kamar majikanku ini.
"Enggak apa-apa kok Mang.. Soalnya aku takut
sendirian.." katanya memelas.

Aku jadi tidak tega melihatnya. Entah kenapa
malam
itupun aku diajaknya ke kamarnya untuk
sekedar
berbincang bincang. Katanya ia masih takut
dan trauma.
Jika saja ada suaminya ia mungkin tidak akan
mengizinkan
aku ke kamarnya. Namun hal tabu yang slalu
aku jaga
slama ini malam itu luntur. Aku masuk ke
kamarnya yang
dingin dan harum semerbak itu sekedar hanya
untuk
menemani anak majikanku itu. Sebagai laki-
laki aku telah
memasuki wilayah pribadi putri majikanku
itu.

Dengan sedikit berdebar aku mengikuti Neng
Shinta masuk
ke kamarnya dan duduk di kursi yang ada di
kamar Neng
Shinta. Niat isengku mulai timbul saat
kulirik tubuh
Neng Shinta yang sintal terbaring indah di
tempat
tidurnya. Dengan sedikit kurang ajar aku
mulai berusaha
mempengaruhi jiwa dan mental putri majikanku
itu dengan
cerita cerita seram tentang perampokan dan
horor.
Sebagai wanita yang hanya seorang diri malam
itu
tentunya ia merasa takut dan amat
membutuhkan bantuanku.
Neng Shinta tidak jadi tidur dan semakin
merasa
ketakutan. Ia memintaku menemaninya duduk di
atas tempat
tidurnya. Inilah saatnya insting
kelelakianku bermain.

Dengan tambahan cerita seram akhirnya dengan
tanpa
paksaan Neng Shinta aku raih dan kupeluk
malam itu di
kamarnya. Ia yang menganggapku sebagai
orangtuanya hanya
mandah saja saat tubuhnya kudekap di atas
tempat
tidurnya. Aku yang sudah banyak makan asam-
garam sebagai
laki-laki tidak terlalu sulit untuk
menundukkannya.
Dengan terus menceritakan hal-hal seram,
tanganku mulai
mengelus lengan Neng Shinta. Aku tahu Neng
Shinta sudah
mulai tunduk dan takluk padaku. Hal ini
kuketahui dari
berdirinya bulu-bulu lembut di lengannya
saat kuraba.
Nafas Neng Shinta pun mulai memburu.

Aku mulai memberanikan diri mencium leher
bagian
belakang telinga Neng Shinta. Tubuhnya mulai
sedikit
bergetar atas ciuman dan rangsangan di
wilayah peka
tubuhnya yang mulus itu. Aku tahu saat itu
Neng Shinta
sedang membutuhkan belaian laki laki. Namun
Neng Shinta
memang wanita dan seorang istri yang baik.
Ia tidak
begitu saja larut akan alunan gairah yang
aku pancarkan
saat itu. Ia berusaha menolakku dan
melepaskan
pelukanku. Namun malam itu apalah daya
seorang wanita
seperti Neng Shinta dibandingkan aku yang
bekas prajurit
dan memiliki pengalaman yang lumayan di saat
perang.

Aku tak mau mangsa yang sudah di depan mata
terlepas
begitu saja. Aku harus menuntaskannya.
Karena kalau
tidak maka habislah riwayatku. Aku harus
mampu
menundukannya. Neng Shinta yang menggeliat
berusaha
melepaskan pelukanku, semakin kupeluk erat.
Tanganku
semakin berani mengelusnya. Kali ini
tanganku mengelus
perutnya tepat di atas selangkangannya.
Mulutku yang
sedang menciumi bagian belakang telinganya
semakin liar
bergerak turun ke lehernya. Bulu kuduknya
telah berdiri
semua. Tubuhnya semakin menggelinjang dalam
pelukanku.
Lalu dengan sedikit paksaan, kurebahkan
tubuh Neng
Shinta dan mulai kutindih dan kucumbu.

Tubuhku yang menindih tubuh Neng Shinta
segera menekan
bagian selangkangannya. Kedua kakinya
kupentangkan
lebar-lebar sehingga aku semakin leluasa
menempatkan
tubuhku di antara kedua pahanya. Batang
kemaluanku yang
sudah mulai mengeras menempel ketat ke
selangkangan Neng
Shinta yang hangat itu. Aku yang sudah
sangat lama tidak
melakukan hubungan badan semakin tak
terkendali. Mulutku
dengan rakus segera menyerbu gundukan bukit
payudara
Neng Shinta dari luar kimono tidurnya.
Puting
payudaranya yang mulai mengeras di balik
beha-nya segera
saja menjadi santapan mulutku yang rakus.

"Ohh.. Mmaangg.. Jangg.. Annhh" Neng Shinta
merintih
memohon agar aku menghentikan gerakanku.
Namun aku yang
sudah kesetanan tak mau berhenti begitu
saja. Tanganku
yang liar segera bergerak ke bawah dan
menyingkap
kimononya dan mengusap-usap pahanya bagian
dalam yang
sangat mulus. Tanganku terus merayap ke atas
dan
akhirnya mulai mengelus-elus gundukan di
balik celana
dalam Neng Shinta yang sudah mulai basah.
Aku tahu Neng
Shinta sudah mulai terangsang. Walaupun
mulutnya bilang
jangan, namun aku tahu ia tak mungkin dapat
menghentikanku.

Tanganku segera menyusup ke balik celana
dalamnya yang
tipis dan mulai meraba rambut di
selangkangan Neng
Shinta. Tanganku segera menyentuh cairan
lendir hangat
yang mulai membasahi selangkangannya. Aku
yang sudah
sangat berpengalaman dalam hal ini segera
saja
mencari-cari tonjolan di sela-sela lubang
kemaluan Neng
Shinta. Karena disitulah titik kelemahan
wanita. Jari
tanganku segera mempermainkan tonjolan
daging kecil di
celah lubang kemaluan Neng Shinta yang sudah
sangat
licin dan basah. Mulut Neng Shinta tidak
lagi menolakku.


Tubuh Neng Shinta semakin bergetar saat
jariku yang
lincah bergerak memutar-mutar di atas
tonjolan daging di
sela-sela lubang kemaluannya. Napas Neng
Shinta semakin
megap-megap. Pantatnya mulai terangkat
sehingga bukit
kemaluannya semakin ketat menempel batang
kemaluanku
yang semakin mengeras. Tak berapa lama
kemudian Neng
Shinta merintih panjang. Tubuhnya
berkelojotan di bawah
tindihanku. Aku tahu Neng Shinta sudah
orgasme atas
permainan jari-jariku yang sudah
berpengalaman. Namun
aku terus saja meneruskan permainan ini.
Tanganku tetap
meremas dan meraba bukit kemaluannya selama
beberapa
saat.

Kemudian tanpa perlawanan berarti dari Neng
Shinta aku
berhasil membuka seluruh kain penutup
tubuhnya hingga
Neng Shinta telanjang bulat dalam pelukanku.
Pemandangan
yang sangat indah segera terpampang di depan
mataku.
Tubuh Neng Shinta yang sangat mulus benar-
benar membuat
jakunku naik turun. Kedua belah payudaranya
yang putih
sangat mengkal dihiasi dua puting yang masih
berwarna
kemerahan sangat menggairahkan. Perutnya
tampak masih
sangat rata karena memang belum pernah
melahirkan, jadi
belum ada guratan sama sekali. Pinggulnya
yang lebar
sangat serasi dengan pinggangnya yang
ramping. Dan yang
paling membuat mataku terbelalak adalah
guratan kecil
berwarna merah yang melintang di tengah-
tengah gundukan
bukit membusung di kemaluannya yang lebat
ditumbuhi
rambut.

Lalu tanpa membuang waktu aku segera melepas
kaus
bututku dan memerosotkan celana kolorku
hingga aku pun
telanjang bulat. Aku segera menindihnya dan
menggangkankan kedua kakinya lebar-lebar.
Batang
kemaluanku yang sudah mengeras menempel
ketat di
selangkangan Neng Shinta yang hangat.
Mulutku segera
menyergap kedua bukit payudaranya yang indah
itu dengan
rakus. Kali ini tanpa dihalangi kain beha
dan kimono
lagi. Lidahku segera menjilat kedua bukit
payudara Neng
Shinta yang putih kenyal itu bergantian.
Bibirku
mengulum puting payudaranya yang mencuat.
Hal ini
membuat mulut Neng Shinta mendesis-desis
seperti orang
kepedasan. Tubuhnya mulai menggelinjang
hingga aku
merasa betapa batang kemaluanku yang
menempel ketat di
selangkangannya mulai tergesek-gesek daging
hangat dan
licin karena sudah sangat basah.

"Amm.. punhh Maangg.. jaangg.. aannhh..
Maangg..
ouchh.." desis Neng Shinta antara menolak
dan pasrah.
Aku tak peduli. Dalam benakku hanya ada
tekad untuk
menuntaskan hasratku. Aku tak peduli apapun
juga.
Biarlah urusan dipikir belakangan! Yang
penting tembak
duluan! Ayo blehh sikaatt! Demikian setan
telah
menari-nari membujukku untuk menuntaskan
napsuku.

Mulutku yang rakus terus menyusuri seluruh
permukaan
tubuh Neng Shinta. Dari kedua puting
payudaranya yang
semakin keras, mulutku bergeser ke samping
ke arah
ketiak Neng Shinta yang bersih tanpa
ditumbuhi rambut
satu helai pun! Rupanya ia rajin mencabuti
bulu
ketiaknya hingga tampak bersih. Lidahku
segera
menjilat-jilat ketiaknya dengan gemas. Tubuh
Neng Shinta
semakin menggerinjal. Desisan tak henti-
hentinya keluar
dari bibirnya.

Dari ketiak, mulutku terus bergeser turun
menyusuri
tulang rusuk Neng Shinta hingga ke
pinggangnya yang
putih bersih. Lidahku terusmenyapu-nyapu
seluruh
permukaan pinggangnya dengan diselingi
sesekali
menyedotnya kuat-kuat hingga tubuh Neng
Shinta
terhenyak. Aku semakin gemas menyedot-nyedot
saat
mulutku sampai ke bagian bawah perut Neng
Shinta yang
rata. Rambut-rambut halus nampak menumbuhi
perut bagian
bawah Neng Shinta yang semakin ke bawah
semakin melebat.
Lidahku menyapu-nyapu bagian perut di antara
selangkangannya dengan pangkal pahanya.
Tercium aroma
khas perempuan! Sungguh sangat merangsang.
Rupanya Neng
Shinta sangat menjaga kebersihan kawasan
pribadinya ini.

Lidahku terus bergerak menyapu seluruh permukaan kulit
Neng Shinta. Dan begitu sampai ke gundukan
bukit
kemaluannya yang membusung, lidahku segera
menyeruak
masuk ke dalam celah sempit yang tadi
kulihat berwarna
merah jingga. Segera lidahku merasakan ada
cairan yang
terasa sedikit asin namun nikmat! Tanpa rasa
jijik
segera saja kusedot bibir kemaluan Neng
Shinta dengan
gemas. Kutelan habis cairan yang keluar
membasahi
permukaan liang kemaluan Neng Shinta tanpa
rasa jijik.
Pantat Neng Shinta terangkat seolah
menyambut juluran
lidahku hingga wajahku semakin ketat
menempel di
selangkangannya.

Lidahku menyusup semakin dalam ke lubang
kemaluan Neng
Shinta yang pantatnya terangkat-angkat
seolah menyambut
juluran lidahku. Mulut Neng Shinta tak henti-
hentinya
mendesis-desis dan entah disadari atau
tidak, kedua
tangan Neng Shinta mulai menjambak-jambak
rambutku dan
kedua kakinya mengait leherku dan
menekankannya ke arah
selangkangannya. Pantatnya terus diangkat-
angkat
seolah-olah memintaku lebih dalam memasukkan
lidahku ke
dalam lubang kemaluannya. Aku yang memang
ingin
memberikan sensasi lain kepada majikanku
segera
bertindak.

Kedua ibu jari tanganku mencoba
membentangkan bibir
kemaluan Neng Shinta agar terbuka lebih
lebar dan
kugesekkan mulutku dengan liar pada gundukan
bukit
kemaluan Neng Shinta yang membusung.
Reaksinya sungguh
luar biasa. Neng Shinta semakin liar
menggerak-gerakkan
pantatnya dan kakinya semakin ketat menjepit
leherku.
Erangannya semakin keras dan tubuhnya
terhentak-hentak.
Tubuhnya terus berkelojotan selama beberapa
saat lalu
gerakannya semakin melemah dan akhirnya
kedua pahanya
terkulai lemah menyandar di punggungku. Aku
tahu kalau
Neng Shinta telah mencapai klimaks yang
kedua kalinya di
malam menjelang pagi ini.

Aku yang belum mengalami orgasme segera saja
menempatkan
diriku sejajar dengan tubuh Neng Shinta.
Tubuh
telanjangku menindih tubuhnya. Kontolku yang
ukurannya
biasa saja seperti ukuran pria kebanyakan,
sudah sangat
keras dan siap tempur. Ukurannya sebetulnya
biasa saja,
tetapi yang membanggakanku adalah bentuknya
yang agak
membengkok saat ereksi. Jadi kalau dilihat
sepintas
mirip-mirip pisang Ambon yang bentuknya agak
melengkung.


Dengan perlahan kutusukkan ujung kepala
kontolku
(palkon) ke tengah-tengah gundukan bukit
kemaluan Neng
Shinta yang munjung itu. Lubang kemaluan
Neng Shinta
yang sudah sangat licin memudahkan ujung
palkonku
tergelincir masuk. Napasku terasa sesak saat
kepala
kontolku mulai terjepit kehangatan bibir
kemaluan Neng
Shinta. Sambil menahan napas, kudorong
pantatku
pelan-pelan hingga sedikit demi sedikit
batang kontolku
melesak ke dalam lubang kemaluan Neng
Shinta. Hangat
sekali rasanya. Apalagi lubang kemaluan Neng
Shinta
sudah basah oleh lendir akibat orgasmenya
tadi.

"Shh.. Ohh.. Mm.. Aangghh" mulut Neng Shinta
tak
henti-hentinya merintih saat batang kontolku
menerobos
lubang kemaluannya.

Aku tahu Neng Shinta mungkin agak menyesal
karena telah
terjerumus dalam jebakan nafsuku. Neng
Shinta hanya
pasrah dan dengan terpaksa ia menikmati
rahimnya aku
tusuk dengan batang kontolku berulang kali.
Aku tahu ia
amat menyesali atas apa yang terjadi malam
itu, terlihat
dari air matanya yang keluar saat aku
berpesta di atas
tubuhnya yang telanjang.

Kulihat air mata mulai mengembang di pelupuk
matanya.
Namun semuanya telah terlambat. Kontolku
sudah telanjur
memasuki lubang yang seharusnya hanya
menjadi hak
suaminya. Aku pun tak peduli, bagiku yang
terpenting
adalah melepaskan desakan napsu yang terus
mendesak-desak dari dalam tubuhku. Di atas
ranjang
kamarnya yang mewah itu, aku berhasil
membenamkan
kemaluanku yang lumayan masih cukup perkasa
ke dalam
rahimnya yang masih sempit itu.

"Hkkhh.." napasku tertahan saat seluruh
kontolku dari
ujung hingga pangkal telah terbenam
seluruhnya di dalam
jepitan lubang kemaluan Neng Shinta.

Air mata Neng Shinta sudah mulai jatuh satu
persatu.
Namun aku tak peduli. Kehangatan yang aku
rasakan pada
kemaluanku saat masuk kedalam tubuh Neng
Shinta amat
membuatku lupa diri. Perlahan-lahan kutarik
pantatku
hingga batang kontolku tertarik keluar dan
hanya
ujungnya saja yang masih menancap dalam
jepitan lubang
kemaluan Neng Shinta. Lalu dengan kuat
kudorong pantatku
yang otomatis batang kontolku melesak dalam-
dalam ke
dalam lubang kemaluannya.

"Ughh.." tanpa sadar Neng Shinta mendengus
saat ujung
kepala kontolku seperti menumbuk sesuatu
yang empuk dan
hangat di dalam sana.

Aku terus menarik dan mendorong pantatku di
atas tubuh
Neng Shinta. Perlahan-lahan kurasakan Neng
Shinta mulai
ikut mengimbangi gerakanku. Secara perlahan
pantatnya
bergerak memutar mengikuti irama ayunan
pantatku. Batang
kontolku serasa diurut dan diremas-remas
dalam jepitan
lubang kemaluan Neng Shinta yang sempit.
Rupanya Neng
Shinta sudah mulai terangsang lagi. Rasa
sedih yang
ditandai dengan melelehnya air matanya
seakan-akan sirna
dengan goyangannya mengiringi ayunan
pantatku.

Bibir Neng Shinta kembali mendesis-desis dan
mengerang.
Aku yang sudah tidak tahan segera menyergap
bibirnya
yang setengah terbuka dan menyusupkan
lidahku ke dalam
mulutnya. Lidahku mengorek-ngorek mulutnya
mencari-cari
lidahnya. Sungguh sangat segar rasanya bibir
perempuan
muda. Aku serasa kembali menjadi muda lagi.
Semangat
baru seolah terpompa dalam darahku. Aku
semakin
bersemangat menggenjot pantatku
menghunjamkan batang
kontolku ke dalam lubang kemaluannya.
Gerakan pantat
Neng Shinta semakin kencang. Pantatnya
bergoyang ke
kanan dan ke kiri seirama dengan ayunan
pantatku.

"Shh.. Mmaangg.. Hh shh.. Oohh.." antara
sadar dan tidak
Neng Shinta merintih-rintih menambah
gairahku semakin
membara.

Aku merasa betapa jari-jari Neng Shinta
mencengkeram
kulit punggungku yang sudah mulai keriput
dimakan usia.
Agak sakit memang, tetapi apalah artinya
bagiku
dibanding keberhasilanku menggauli dan
menikmati
kemolekan tubuh anak majikanku itu. Lidahku
yang masuk
jauh ke dalam mulut Neng Shinta mulai
menemukan
perlawanan dari lidah Neng Shinta. Lidahku
didorong-dorong oleh lidahnya.

Perlahan gairah dalam tubuhku mulai mendesak-
desak dan
menggelegak. Lalu gerakan ayunan pantatku
kuhentikan
sesaat untuk mengambil bantal dan mengganjal
pantat Neng
Shinta agar lebih tinggi. Dengan posisi
terganjal
bantal, batang kontolku terasa masuk hingga
maksimal.
Aku juga semakin leluasa menghunjamkan
batang kontolku
ke dalam lubang kemaluannya.

Gerakan pantat Neng Shinta seperti
kesetanan. Jeritannya
semakin keras dan menggairahkan. Kedua
tanganku segera
kutempatkan di bawah kedua bongkahan pantat
Neng Shinta
dan meremas-remasnya sambil terus
mengayunkan pantatku
naik turun. Aku merasa betapa desakan
gejolak
meletup-letup dari bagian bawah perutku.
Perutku terasa
mulai kejang karena menahan desakan yang
terus
menggelora.

"Ohh.. Shh.. Nenggh.. Ter.. Ruhhsshh oohh..
Neengghh!"

Tanpa sadar aku menggeram dan merintih
meminta Neng
Shinta agar terus menggoyangkan pantatnya
kencang-kencang. Neng Shinta pun rupanya
sudah hampir
mencapai orgasmenya. Gerakan pantatnya sudah
tidak
terkendali. Cengkeraman kuku jarinya semakin
kencang di
kulit punggungku.

"Aakhh.. Ouchh.. Shh.. Oohh.."

Dengan diiringi desisan yang panjang
akhirnya tubuh Neng
Shinta terhentak. Pantatnya terangkat dan
mengejat-ngejat. Dadanya terguncang hebat
menandakan ia
sudah tidak mampu menahan orgasmenya.
Kurasakan betapa
batang kontolku terjepit kencang dan lubang
kemaluannya
mengedut-ngedut. Tubuh Neng Shinta bergetar
hebat dan
berkelojotan selama beberapa saat.

"Ter.. Rushh.. Neenghh.. Aarrghh"

Akhirnya tubuhku ikut terguncang. Seluruh
tubuhku terasa
kejang dan mataku mulai nanar. Cratt..
Cratt.. Cratt..
Cratt.. Crrt.. Crrtt..!! Akhirnya tanpa
dapat kutahan
lagi batang kontolku menyemburkan air maniku
yang sangat
kental dan banyak sekali ke dalam lubang
kemaluan Neng
Shinta hingga sebagian tumpah keluar saking
banyaknya.
Ya aku telah mencapai puncak kenikmatanku
setelah sekian
lama berpuasa dan hanya onani. Tubuhku
berkejat-kejat di
atas perut Neng Shinta lalu ambruk menindih
tubuh
telanjangnya.

Neng Shinta amat sempurna saat ia berada di
bawah
tubuhku saat aku genjot tadi. Memang benar
kata orang
orang bahwa seorang wanita baru terlihat
cantik dan
menawan jika ia telah berada di bawah tubuh
laki-laki
saat kemaluannya di masuki kemaluan pria.
Keringat kami
pun akhirnya menyatu dan kain sprei yang
kami pakai
akhirnya lembab karena basah oleh
percampuran keringat
dan juga air mata Neng Shinta ditambah
lelehan spermaku
yang tumpah tadi.

Aku benar-benar merasa puas sekali telah
berhasil
menikmati kemulusan tubuh majikanku yang
cantik ini.
Neng Shinta rupanya terlalu capai hingga ia
membiarkan
saja tubuh telanjangnya kupeluk. Ia telah
tertidur
karena kecapaian setelah pergumulan tadi.

Tidak ada komentar: