Nama saya adalah Anis
Ceritanya bermula ketika aku disodorkan sebuah judul skripsi atau thesis oleh seorang mahasiswi untuk dibantu penyusunannya dengan alasan ia sendiri punya keterbatasan untuk menyusunnya, baik karena kurang memiliki buku-buku rujukan maupun belum pengalaman menyusun, apalagi dengan ketikan komputer. Karenanya, lewat informasi dariteman-temannya, ia (sebut saja namanya Sri) datang ke rumahku menawarkan sebuah judul yang sudah diterima oleh ketua jurusannya untuk dibahas lebih lanjut. Karena profesiku sehari-hari memang bergerak di bidang jasa pengetikan komputer dan penyusunan karya ilmiah, termasuk bimbingan penyusunan karya ilmiah, maka tentu aku berusaha untuk tidak menolak tawaran itu, meskipun waktu penyelesaian yang diberikan hanya seminggu. Tanpa pikir panjang, aku langsung menerima tawarannya dengan biaya yang tertera dalam formulir pesanan yang telah kusediakan.
Setelah selesai mengisi formulir pesanan yang kusodorkan, lalu kuamati identitas dan judul yang ditulisnya dalam formulir itu. Aku berpikir bahwa judul tersebut termasuk agak berat ringan, namun bisa diakali atau spekulasi, sebab menyangkut problem yang banyak dibicarakan oleh mas media dewasa ini. Redaksi judulnya adalah "Perselingkuhan dan Dampaknya terhadap Keharmonisan Rumah Tangga". Buku-buku yang membahas tentang perselingkuhan, masih sangat terbatas di kota tempat tinggal kami (sebut saja kota Wp) yakni salah satu kota kabupaten di Sulsel.
"Wah berat sekali judulnya ini, bisa ngga mencari buku-buku rujukannya" kataku setelah membaca isi formuliar pesanan yang telah ia isi itu.
"Nanti kuusahakan cari buku rujukannya kak" janjinya.
"Tapi judul ini nampaknya perlu juga penelitian lapangan dik, karena menyangkut problem rumahtangga yang ngga sulit ditemukan faktanya di daerah kita ini. Lagi pula saya yakin buku rujukannya sangat terbatas, sehingga perlu ditunjang dengan hasil wawancara atau angket"alasanku.
"Jadi bagaimana caranya kak? apa aku harus wawancara dengan mereka yang selingkuh?"tanya Sri sambil ketawa seolah ia malu melaksanakannya; dan memang harus dimaklumi karena ia masih tergolong gadis pemalu. Sri merupakan sosok wanita yang sedikit kalem, sikap dan penampilannya cukup sederhana. Tubuhnya langsing dengan wajah berseri-seri dan kepalanya selalu tertutup kain kerudung.
"Apa adik ngga mampu melakukannya atau malu?" tanyaku singkat.
"Aku sangat malu kak, palagi bicara soal rumah tangga, tentangselingkuh lagi, khan ngga enak rasanya kak"katanya terus terang.
Setelah kupikir dan pertimbangkannya, aku lalu menawarkan jalan lain:
"Gimana kalau anda beri surat kuasa padaku, biar aku yang wawancara sama teman atau orang lain yang kuketahui selingkuh" tawaranku padanya.
"Wah,,malah itu jalan yang terbaik kak. Buat aja surat kuasanya kak, nanti kutandatangani. Soal biaya yang kak keluarkan sehubungan dengan penelitian ini, aku siap tanggulangi semuanya asal bukan saya yang disuruh melakukannya" katanya seolah gembira sekali menyambutnya.
"Tapi terus terang aja dik, mungkin aku hanya minta kepada mereka agar bersedia menandatangani surat keterangan penelitiannya. Soal kejadian dan dampaknya, biar aku yang rekayasa kalimatnya" jelasku pada Sri.
"Ngga masalah kak. Yang penting karya ilmiahku bisa selesai dan ditandatangani oleh pembimbing serta aku bisa ikut ujian meja bersama teman-teman dalam waktu dekat ini" katanya pasrah padaku.
Saat itu pula aku langsung ketik suarat kuasanya lalu ditandatangani oleh Sri, kemudian ia minta izin pulang setelah aku mencatat Nomor telepon rumahnya. Setelah lima hari kemudian, aku sudah menyusun dengan matang konsep yang akan aku jalankan lebih lanjut. Aku hubungi dan minta agar Sri datang ke rumah pada pukul 19.00 wita guna membicarakan soal penyelesaian karya ilmiahnya. Sementara aku makan malam bersama keluarga, terdengarlah ada orang yang mengetuk pintu. Aku yakin itu pasti Sri. Istriku segera keluar membukakan pintu, ternyata betul Sri datang sebelum jam 19.00 wita. Mungkin ia anggap panggilanku itu sangat penting, apalagi menyangkut soal penyelesaian karya ilmiahnya.
"Silahkan duduk dik" kata istriku setelah Sri masuk.
"Langsung aja gabung di sini dik, kita makan sama-sama" teriakku dari dalam ruang makan. Istriku tidak pernah curiga dan cemburu terhadap setiap wanita yang datang kerumah, karena tujuannya sangat jelas.
"Terima kasih kak. Teruskan aja makannya. Aku baru aja makan di rumah" teriak Sri dari luar setelah ia duduk di kursi tamu yang tersedia.
"Begini Sri, aku sengaja memanggilmu ke sini untuk membicarakan soal kesimpulan penelitian yang akan saya muat dalam karya ilmiah anda. Aku takut kerja dua kali. Jadi sebelum aku muat, aku mau minta tanggapan dan keputusanmu dulu" jelasku ketika aku selesai makan dan duduk berhadapan dengan Sri. Sementara istriku masih sementara makan bersama dengan dua orang putraku. Kupikir mereka masih lama di ruang makan, sebab ia pasti meneruskannya dengan cuci piring, bikin air panas buat aku dan Sri. Masih banyak kesempatan yang bisa kami gunakan untuk bicara secara bebas tanpa mengundang kecurigaan dari istriku.
"Atur sajalah kak mana baiknya. Aku serahkan penuh keputusannya semua pada kak, karena kakaklah yang lebih tahu mengenai hal ini semua" katanya pasrah,meskipun ia belum tau niat dan spekulasiku memanggilnya.
"Sri,,terus terang dik..ada sesuatu yang akan saya tawarkan padamu, tapi aku malu dan takut kamu tersinggung dan marah padaku"kataku pada Sri dengan suara sedikit pelan karena takut kedengaran istri.
"Katakan saja kak,,aku ngga akan tersinggung kok, apalagi marah. Itu bukan watakku. Lagi pula kenapa mesti marah jika memang itu adalah kepentingan penyusunan karya ilmiahku. Aku siap bantu kak sepanjang aku mampu" kata Sri tanpa ragu dan berpikir curiga atas maksudku. Meskipun penuh keraguan, bahkan bisa beresiko buruk jika Sri tidak setuju, namun tetap aku beranikan diri menyampaikan niat bejatku.
"Bbbegini dik Sri,,maaf sekali lagi. Penelitian kita tidak boleh semua rekayasa dan mesti ada sedikit data pembuktian. Sementara aku sangat kesulitan mendapatkan bukti otentik, karena jarang sekali pria mau mengakui perselingkuhannya dan juga sulit ditemukan istri yang mau mengungkapkan secara jujur akibat yang dirasakannya dari perselingkuhan suaminya" paparku menjelaskan alasanku pada Sri.
Setelah terdiam, tunduk dan berpikir sejenak, maka Sri pun bertanya:
"Jadi kira-kira bagaimana baiknya kak agar kesulitan kak bisa teratasi"
"Rela ngga berkorban demi penyelesaian karya ilmiahnya dik?"tanyaku
"Sepanjang aku mampu, tentu saja aku akan usahakan kak. Khan sudah berulang-ulang kali kukatakan pada kak" katanya sedikit tegas, namun entah apa ia tau apa yang akan kuminta darinya atau sama sekali tidak terpikir olehnya. Tapi nampaknya ia tidak ragu-ragu mengatakannya.
"Betul? janji?" tanyaku tegas sambil mengulurkan tangan untuk salaman dengannya sebagai tanda perjanjian kami. Sri pun menyambut tanganku.
"Mumpun istriku masih di dalam Sri, kita bisa atur strateginya saat ini juga, sebab tawaranku ini sangat rahasia dan hanya kita berdua yang bisa ketahui" kataku sangat pelan dan hanya bisa didengar oleh Sri.
Setelah terdiam, tunduk dan berpikir sejenak, maka Sri pun bertanya:
"Jadi gimana caranya kak? rahasia bagaimana yang kak maksudkan. Katakan aja sekarang agar aku tidak penasaran untuk mendengarnya" desaknya.
"Aku akan menulis pertanyaan rahasia itu di komputer dan kamu menjawab langsung dengan kata "ya" jika setuju dan "tidak" jika tidak setuju ketika aku bertanya padamu "begini?". Kamu harus pura-pura membacakan isi sebuah buku tentang kehidupan rumah tangga yang harmonis, sebab kebetulan judul buku itu ada di sini dan aku seolah-olah menulis apa yang kamu bacakan, meskipun sebenarnya yang kutulis di komputer nanti adalah sejumlah pertanyaan yang harus kamu jawab "ya atau tidak" jelasku pada Sri meskipun ia tidak segera memahami maksudku, namun setelah aku menjelaskannya beberapa kali, akhirnya iapun mengerti.
Setelah kami sepakat untuk melakonkan sandiwara itu di depan komputer, kamipun saling terdiam tanpa saling memandang. Namun sikap kami itu tidak berlangsung lama sebab istriku tiba-tiba muncul membawa 2 cangkir air teh buat kami. Istriku tidak nampak ada rasa curiga pada kami, malah dia bercanda karena ia tidak sempat bikin kue buat Sri.
"Silahkan diminum dik, kebetulan ngga ada tulangnya nih" canda istriku.
"Terima kasih bu', aku merepotkan aja" kata Sri pada istriku.
"Silahkan diminum dulu dik,,atau kita bawa aja masuk di kamar komputer sambil anda membacakan datanya biar proses penyusunannya agak cepat" kataku dengan suara yang sedikit besar agar didengar langsung oleh istriku yang sedang duduk di sampingku sambil aku berdiri membawa secangkir teh masuk ke kamar kerjaku dan disusul pula oleh Sri setelah minta izin sama istriku, bahkan istriku sendiri yang membawakan tehnya dan meletakkannya di atas meja komputer lalu minta izin pada kami untuk nonton acara TV Sinetron kesukaannya yakni Kehormatan di ruang dalam.
"Silahkan dibaca dik," kataku sengaja memperdengarkan istriku yang sedang berbaring di depan TV. Sementara Sri duduk di kursi yang telah kusiapkan kurang lebih 50 cm di samping kananku dan aku sendiri duduk persis di depan layar komputer. Sri membaca isi buku yang dipegangnya kata demi kata layaknya orang yang mendiktekan, namun aku tidak menulis apa yang dibaca, melainkan aku mulai buat pertanyaan buat Sri.
"Begini tulisannya?" kataku seolah menulis apa yang dibaca itu, namun aku menuliskan pertanyaan bahwa "apa anda siap duduk di situ hingga jam 10 malam?"tulisku di layar komputer.
"Ya" jawab Sri di sela-sela kalimat yang dibacanya.
"Begini?" tanyaku lagi sambil menulis pertanyaanku "anda bisa maju dan bergeser ke arahku agak lebih dekat lagi?"
"Ya" jawab Sri lagi sambil menggeser kursinya agak lebih dekat lagi.
Meskipun yang kedengaran dari mulutku hanya kata "begini", namun pertanyaan yang kuajukan ke Sri lewat layat komputer banyak sekali. Hampir semua pertanyaanku dijawab dengan kata "ya" oleh Sri, termasuk pertanyaanku tentang apa Sri sudah punya pacar, pernah jatuh cinta, pernah dirasakan belaian pria, pernah dipegang tangannya, rambutnya, wajahnya, pahanya, payudaranya oleh pacarnya. Bahkan Sri juga mengiyakan pertanyaanku soal cium mencium dengan pacarnya. Namun ketika pertanyaanku mengarah lebih dalam lagi, terutama soal pernah tidur bersama dan bersetubuh dengan pacarnya, maka tiba-tiba ia jawab
dengan kata tegas "Tidak". Komunikasi kami berjalan lancar meskipun yang kedengaran keluar dari mulutku hanya kata "begini atau begini tulisanya?", lalu dijawab oleh Sri dengan kata "ya atau tidak" hingga waktu tidak dirasa sudah menunjukkan pukul 9.30 malam.
Setelah aku kehabisan bahan dan telah kukorek semua kepribadian Sri, aku lalu minta izin sama Sri untuk masuk buang air kecil sekaligus untuk memastikan keadaan istriku apa ia tidak mengintip atau mencurigai kami dalam kamar kerjaku, meskipun pintu ruanganku sengaja kubuka agar tidak ada rasa curiga dari istriku. Ternyata anak dan istrikut telah tertidur semua di depan TV, sebab kebiasannya memang suka tertidur ketika nonton. Aku sedikit lega dan merasa ada peluang untuk sedikit bereaksi bersama Sri setelah kuketahui kelemahannya. Karenanya, setelah buang air kecil, aku segera masuk dan duduk kembali seperti semula di samping kiri Sri, namun aku sengaja mendorong sedikit pintu agar tidak terlalu terbuka tanpa dilihat oleh Sri.
"Ayo kita lanjutkan sedikit Sri mumpun masih belum larut malam" kataku sambil sedikit bergeser ke arah kursi Sri.
"Begini Sri?" tanyaku dengan tekanan suara yang mulai rendah sambil memperlihatkan sebuah pertanyaan lagi dengan kalimat "apa pacarmu pernah mengelus-elus pahamu?". Sri lalu menjawab:
"Ya". Namun ia sangat kaget dan tersentak sejenak ketika aku bertanya:
"Seperti ini?" sambil kupegang dan kuelus pahanya yang dilapisi celana panjangnya yang agak tipis dan halus kainnya.
"Yyya..ah..titidak" jawabnya seolah ketakutan. Bahkan sempat bergeser
dan bermaksud menjauh dariku ketika aku menulis pertanyaan "pernahkah pacar anda meremas payudaranya?" lalu kuperlihatkan Sri sambil berkata:
"Begini Sri?" sambil aku berbalik menghadap padanya dan segera meremas kedua payudaranya dari luar bajunya. Kali ini ia tidak melepas kedua tanganku dari payudaranya, tapi ia mencoba berdiri lalu menengok keluar ke arah istriku seolah ia hanya takut sama istriku.
"Tenang Sri,,istri dan anak-anakku sedang tidur" bisikku pada Sri ketika ia mencoba menghindar dari perlakuanku, namun ia duduk kembali setelah melihat dengan jelas istriku sedang tidur pulas di depan TV melalui celah pintu yang sedikit terbuka.
"Kenapa harus sampai begini kak? aku malu, takut dan tidak biasa diperlakukan seperti ini" tanyanya padaku dengan suara sedikit berbisik namun cukup mengerti kalau kami harus bertindak super hati-hati.
"Maaf dik,,jika ini terpaksa harus kita lakukan di tempat ini,bukankah adik sendiri yang telah berjanji akan memberikan pengorbanan sesuai kemampuannya asal penyusunan karya ilmiahnya berjalan lancar?"kataku terus terang dan mengingatkan janjinya.
"Wah,,ternyata kak menafsirkan sampai ke situ. Aku ngga pernah berpikir sampai ke hal itu kak, tapi.."katanya seolah tidak tau arahku ke situ. Namun aku yakin ia tidak bakal menolak tindakanku lebih jauh karena Sri tiba-tiba berucap "tapi.." yang menandakan adanya peluangku lebih jauh.
Aku sudah berhenti membuat pertanyaan tertulis di layat komputer dan Sri pun meletakkan buku yang dibacanya sejak tadi. Kini kami saling berhadapan dan saling mengerti perasaan serta berkomikasi langsung, namun suara kami sangat kecil, sehingga hanya kami berdua yang bisa mendengarnya. Kami tentu harus waspada dan takut ketahuan oleh istri jika tiba-tiba ia terbangun. Kami betul-betul berani memanfaatkan kesempatan yang beresiko dan sempit itu. Sambil mengawasi terbangunnya istri yang sedang tidur, kami juga mengurangi bisikan dan komunikasi. Bahasa yang kami gunakan adalah mimik atau isyarat. Takut sekali bersuara. Tanganku mulai memegang paha Sri dari luar celananya, memegang kedua payudaranya yang terbungkus, merangkul dan mencium pipi lalu leher dan singga di bibirnya. Aku sedikit menikmati kecupan bibir Sri yang menyambut serangan bibir dan lidahku di mulut sampai rongga mulutnya.
"Sri,,kita tidak boleh menunda-nunda permainan ini. Kita harus segera tuntaskan siapa tau istri saya terbangun lalu heran kenapa ngga ada suara-suara kita seperti tadi. Ayo bantu aku dik" bisikku di telinga Sri ketika aku dan mungkin Sri juga terangsang, apalagi tiba-tiba diliputi rasa takut.
"Yah kak,,aku takut sekali. Cepat-cepat selesaikan kak" balas Sri seolah menerima baik tindakanku ini. Sri segera membuka 2 kancing bajunya untuk memberi kesempatan agar aku segera meremas susunya dan mengisap putingnya yang nampak tegang kecoklatan. Akupun tidak menyia- nyiakan kesempatan emas ini dan segera meraih bukit kembar yang putih mulus itu. Sangat mungil karena belum pernah dijamah oleh pria lain kecuali hanya pacarnya yang pernah meremasnya dari luar bajunya, apalagi usianya baru berkisar 20 tahun. Setelah aku puas menjilat, mengisap dan memainkan bukit kembarnya, tanganku berpindah ke bawah yang sudah mulai ada jalan masuk karena telah terbuka kasper celananya dari depan, sehingga tanganku dengan mudah meraba, mengelus dan menekan biji daging yang terasa bergetar-getar yang ada di antara kedua bibir bawahnya.
Karena sepakat akan menuntaskan seluruh permainan kami di kamar kerjaku itu, maka wajar jika kami saling membantu dan memudahkan terlaksananya hajat kami. Tanpa kuminta, Sripun melorot sedikit celananya hingga di atas lututnya. Aku tak sempat melihat apa Sri memakai celana dalam atau dilorit bersama celana panjangnya, tapi yang jelas paha mulus lagi putih itu terlihat dengan jelas, bahkan sampai ke batas pinggangnya. Namun Sri masih tetap dalam posisi duduk berhadapan denganku, sehingga aku sulit melihat dengan jelas barang mewah yang ada di selangkangannya tapi aku bisa meraba dan memainkannya dengan mudah. Mulutku akrab menempel di payudara kirinya, sementara tangan kiriku melekat di payudara kanannya dan tangan kananku tak mau pisah dengan sebuah daging yang tertancap pada dua bibir bawah di antara selangkangannya.
"Ssstttt....aahhhhh.....khkh....cceeepat kak selesaikan, aku sudah ngga tahan nih" bisik Sri ditelingaku ketika aku semakin memainkan mulut dan tanganku pada kedua alat sensitifnya itu sambil berusaha menurunkan sedikit celananya hingga lutut.
"Sabar dik,,aku ngga mau rasanya berhenti dan ingin menikmati sampai pagi" bisikku sambil mempercepat gerakan tangan dan mulutku. Namun Sri mencubit pinggangku lalu ia segera berdiri dan kedua tangannya langsung membuka ikat pinggang berikut kait serta kasper celanaku dengan lincah sekali. Setelah terlepas, kedua tangannya segera menurunkan celanaku, namun sedikit tertahan karena aku masih duduk di atas kursi, tapi aku sangat mengerti sehingga aku mengangkat pantat untuk memudahkan ia menurunkan celanaku hingga lutut. Tanpa disentuh dan digocok, penisku dengan sendirinya berdiri mengacung bagaikan kepala ular berbisa yang mau mematuk mangsanya. Tanpa perintah atau komando, Sri tiba-tiba duduk di antara kedua pahaku dan meraih ujung penisku lalu mengarahkan ke lubang memeknya yang sedikit basah dan licin itu, lalu merangkul leherku. Ia mulai menggoyang sedikit pinggulnya ke kiri dan kekanan agar penisku dapat dengan mudah masuk ke lubang sasarannya, namun agak sulit. Selain karena memek Sri ditumbuhi bulu hitam yang cukup lebat, juga memeknya kuyakini belum terbiasa dimasuki benda tumpul seperti yang kami usahakan masuk saat ini.
Aku mencoba membantu untuk memasukkannya dengan memegang penisku serta membuka kedua bibir memeknya dengan kedua tanganku, tapi belum bisa amblas meskipun separohnya sudah mulai masuk dan kurasakan senti demi senti melejik ke dalam, apalahi gerakan pinggul dan tangan Sri tidak mau berhenti. Aku sebenarnya masih ingin menikmati permainan kami dengan lama sekali, tapi tiba-tiba terpikir akan terbangun istriku karena suara kaki kursi plastik yang selalu bergerak-gerak seiring dengan gerakan kami, maka aku konsentrasi lagi untuk menuntaskannya dengan segera. Gerakan pinggulku mengikuti gerakan pinggul Sri dan kami saling menekan masuk hingga akhirnya bisa amblas seluruhnya. Bunyi "decak,,decik,,,decukk,,,cak..cikkk..cukkk" pun cukup menyela keheningan malam itu, yang membuat aku semakin hawatir istriku terganggu dan terbangun, sehingga kami mengatur kembali gerakan.
Meskipun pakaian kami hanya terbuka sedikit sekali dan gerakan serta suara kami sangat terbatas, namun cukup bisa kami nikmati permainan kami itu. Bahkan belum pernah kurasakan kenikmatan seperti itu dari istriku. Mungkin karena ini hasil curian atau karena ketidak leluasaan kami yang membuat permainan kami lebih nikmat dan lebih berkesan. Kembali lagi Sri menghentak-hentakkan pantatnya ke pahaku seiring dengan keluar masuknya penisku ke dalam vaginanya, bahkan ia seolah tak sadarkan diri lagi dan gerakannya semakin dipercepat ketika aku mencoba mengangkat sedikit pantatku agak masuknya lebih dalam lagi. Tanpa berkata apa-apa, Sri terasa gemetar sekujur tubuhnya dan keringatnya yang bercampir dengan keringatku jatuh membasahi kursi tempat dudukku. Akupun mengerti kalau Sri sudah berada di ambang pintu kenikmatan yang luar biasa, maka aku mencoba menahan cairan hangat yang juga mulai terasa menjalar ditubuhku dan mendesak mau keluar lewat penisku. Sri tiba-tiba merangkulku dengan keras, menggigit sedikit bahuku dan mencakar-cakar punggungku, lalu terasa lemas lunglai.
Ketika Sri terasa lemas seolah kehabisan tenaga, aku yakin kalau ia sudah melewati klimaksnya. Kini giliranku untuk mencapainya, lalu aku segera mengangkat tubuh Sri dan memutar sehingga posisi membelakangiku. Mau tidak mau ia terpaksa pegangan di didinding kamar, lalu kutekan sedikit kepalanya agar ia lebih nungging lagi. Setelah terlihat lubang kenikmatannya dengan jelas,aku segera arahkan penisku masuk ke dalamnya dan menekannya agar masuk lebih dalam, lalu kugenjok dengan keras dan cepat bolak balik maju mundur hingga akupun merasakan ada cairan hangat yang kental tumpah ke dalam lubang kenikmatan Sri. Aku sengaja dan tidak takut akibatnya, sebab zat Sri yang bakal membuahi sudah keluar sejak tadi, sehingga tidak mungkin bisa ketemu dan terbuahi. Hal itu kuyakini sesuai praktek kami bersama istri selama ini. Setelah kami sama-sama mencapai puncak kenikmatan, kami lalu berpelukan sejenak dan saling memberi kecupan sebagai tanda terima kasih dan saling puas. Tanpa menunda waktu sedetikpun, kami segera memperbaiki kembali posisi pakaian kami masing-masing seperti semula lalu duduk sejenak sambil berpandangan dengan senyum puas dan bahagia yang kami rasakan.
Kami sudah tidak konsentrasi lagi terhadap karya ilmiah dan penelitian yang sedang kami proses. Bahkan sebelum istriku bangun, Sri minta izin untuk pulang, tapi aku sempat membisikkan sebuah kalimat di telinganya:
"Sudah mengerti yang namanya selingkuh sayang? inilah bukti selingkuh yang sebenarnya dan data inilah yang paling otentik dari semua hasil penelitian kita,karena sama sekali bukan rekayasa melainkan betul-betul berdasarkan fakta dan pengalkaman nyata kita sendiri" bisikku sambil memberi ciuman terakhir dan merangkulnya sekali lagi dengan eratnya. Sri hanya membalas dengan senyum dan sedikit cubutan di pinggangku. Sri pun melangkah keluar lalu naik ke motornya seolah penuh bahagia.
Bagi teman-teman yang tertarik dengan kisah nyataku ini, silahkan ikuti perkembangannya, sebab boleh jadi pengalaman ini akan berlanjut terus. Peristiwa yang kuceritakan ini baru awal dan pemanasan, karena hanya kebetulan dan kesempatan kami sangat sempit. Karena itu, meskipun kami belum janjian untuk mengulanginya, tapi mesti kami usahakan mengulangi dalam waktu singkat di tempat yang lebih aman, bebas dan waktu yang tak terbatas. Apalagi karya ilmiahnya masih sementara dalam proses, sehingga kami akan terus berkomunikasi dan saling memberi kenikmatan.
Ceritanya bermula ketika aku disodorkan sebuah judul skripsi atau thesis oleh seorang mahasiswi untuk dibantu penyusunannya dengan alasan ia sendiri punya keterbatasan untuk menyusunnya, baik karena kurang memiliki buku-buku rujukan maupun belum pengalaman menyusun, apalagi dengan ketikan komputer. Karenanya, lewat informasi dariteman-temannya, ia (sebut saja namanya Sri) datang ke rumahku menawarkan sebuah judul yang sudah diterima oleh ketua jurusannya untuk dibahas lebih lanjut. Karena profesiku sehari-hari memang bergerak di bidang jasa pengetikan komputer dan penyusunan karya ilmiah, termasuk bimbingan penyusunan karya ilmiah, maka tentu aku berusaha untuk tidak menolak tawaran itu, meskipun waktu penyelesaian yang diberikan hanya seminggu. Tanpa pikir panjang, aku langsung menerima tawarannya dengan biaya yang tertera dalam formulir pesanan yang telah kusediakan.
Setelah selesai mengisi formulir pesanan yang kusodorkan, lalu kuamati identitas dan judul yang ditulisnya dalam formulir itu. Aku berpikir bahwa judul tersebut termasuk agak berat ringan, namun bisa diakali atau spekulasi, sebab menyangkut problem yang banyak dibicarakan oleh mas media dewasa ini. Redaksi judulnya adalah "Perselingkuhan dan Dampaknya terhadap Keharmonisan Rumah Tangga". Buku-buku yang membahas tentang perselingkuhan, masih sangat terbatas di kota tempat tinggal kami (sebut saja kota Wp) yakni salah satu kota kabupaten di Sulsel.
"Wah berat sekali judulnya ini, bisa ngga mencari buku-buku rujukannya" kataku setelah membaca isi formuliar pesanan yang telah ia isi itu.
"Nanti kuusahakan cari buku rujukannya kak" janjinya.
"Tapi judul ini nampaknya perlu juga penelitian lapangan dik, karena menyangkut problem rumahtangga yang ngga sulit ditemukan faktanya di daerah kita ini. Lagi pula saya yakin buku rujukannya sangat terbatas, sehingga perlu ditunjang dengan hasil wawancara atau angket"alasanku.
"Jadi bagaimana caranya kak? apa aku harus wawancara dengan mereka yang selingkuh?"tanya Sri sambil ketawa seolah ia malu melaksanakannya; dan memang harus dimaklumi karena ia masih tergolong gadis pemalu. Sri merupakan sosok wanita yang sedikit kalem, sikap dan penampilannya cukup sederhana. Tubuhnya langsing dengan wajah berseri-seri dan kepalanya selalu tertutup kain kerudung.
"Apa adik ngga mampu melakukannya atau malu?" tanyaku singkat.
"Aku sangat malu kak, palagi bicara soal rumah tangga, tentangselingkuh lagi, khan ngga enak rasanya kak"katanya terus terang.
Setelah kupikir dan pertimbangkannya, aku lalu menawarkan jalan lain:
"Gimana kalau anda beri surat kuasa padaku, biar aku yang wawancara sama teman atau orang lain yang kuketahui selingkuh" tawaranku padanya.
"Wah,,malah itu jalan yang terbaik kak. Buat aja surat kuasanya kak, nanti kutandatangani. Soal biaya yang kak keluarkan sehubungan dengan penelitian ini, aku siap tanggulangi semuanya asal bukan saya yang disuruh melakukannya" katanya seolah gembira sekali menyambutnya.
"Tapi terus terang aja dik, mungkin aku hanya minta kepada mereka agar bersedia menandatangani surat keterangan penelitiannya. Soal kejadian dan dampaknya, biar aku yang rekayasa kalimatnya" jelasku pada Sri.
"Ngga masalah kak. Yang penting karya ilmiahku bisa selesai dan ditandatangani oleh pembimbing serta aku bisa ikut ujian meja bersama teman-teman dalam waktu dekat ini" katanya pasrah padaku.
Saat itu pula aku langsung ketik suarat kuasanya lalu ditandatangani oleh Sri, kemudian ia minta izin pulang setelah aku mencatat Nomor telepon rumahnya. Setelah lima hari kemudian, aku sudah menyusun dengan matang konsep yang akan aku jalankan lebih lanjut. Aku hubungi dan minta agar Sri datang ke rumah pada pukul 19.00 wita guna membicarakan soal penyelesaian karya ilmiahnya. Sementara aku makan malam bersama keluarga, terdengarlah ada orang yang mengetuk pintu. Aku yakin itu pasti Sri. Istriku segera keluar membukakan pintu, ternyata betul Sri datang sebelum jam 19.00 wita. Mungkin ia anggap panggilanku itu sangat penting, apalagi menyangkut soal penyelesaian karya ilmiahnya.
"Silahkan duduk dik" kata istriku setelah Sri masuk.
"Langsung aja gabung di sini dik, kita makan sama-sama" teriakku dari dalam ruang makan. Istriku tidak pernah curiga dan cemburu terhadap setiap wanita yang datang kerumah, karena tujuannya sangat jelas.
"Terima kasih kak. Teruskan aja makannya. Aku baru aja makan di rumah" teriak Sri dari luar setelah ia duduk di kursi tamu yang tersedia.
"Begini Sri, aku sengaja memanggilmu ke sini untuk membicarakan soal kesimpulan penelitian yang akan saya muat dalam karya ilmiah anda. Aku takut kerja dua kali. Jadi sebelum aku muat, aku mau minta tanggapan dan keputusanmu dulu" jelasku ketika aku selesai makan dan duduk berhadapan dengan Sri. Sementara istriku masih sementara makan bersama dengan dua orang putraku. Kupikir mereka masih lama di ruang makan, sebab ia pasti meneruskannya dengan cuci piring, bikin air panas buat aku dan Sri. Masih banyak kesempatan yang bisa kami gunakan untuk bicara secara bebas tanpa mengundang kecurigaan dari istriku.
"Atur sajalah kak mana baiknya. Aku serahkan penuh keputusannya semua pada kak, karena kakaklah yang lebih tahu mengenai hal ini semua" katanya pasrah,meskipun ia belum tau niat dan spekulasiku memanggilnya.
"Sri,,terus terang dik..ada sesuatu yang akan saya tawarkan padamu, tapi aku malu dan takut kamu tersinggung dan marah padaku"kataku pada Sri dengan suara sedikit pelan karena takut kedengaran istri.
"Katakan saja kak,,aku ngga akan tersinggung kok, apalagi marah. Itu bukan watakku. Lagi pula kenapa mesti marah jika memang itu adalah kepentingan penyusunan karya ilmiahku. Aku siap bantu kak sepanjang aku mampu" kata Sri tanpa ragu dan berpikir curiga atas maksudku. Meskipun penuh keraguan, bahkan bisa beresiko buruk jika Sri tidak setuju, namun tetap aku beranikan diri menyampaikan niat bejatku.
"Bbbegini dik Sri,,maaf sekali lagi. Penelitian kita tidak boleh semua rekayasa dan mesti ada sedikit data pembuktian. Sementara aku sangat kesulitan mendapatkan bukti otentik, karena jarang sekali pria mau mengakui perselingkuhannya dan juga sulit ditemukan istri yang mau mengungkapkan secara jujur akibat yang dirasakannya dari perselingkuhan suaminya" paparku menjelaskan alasanku pada Sri.
Setelah terdiam, tunduk dan berpikir sejenak, maka Sri pun bertanya:
"Jadi kira-kira bagaimana baiknya kak agar kesulitan kak bisa teratasi"
"Rela ngga berkorban demi penyelesaian karya ilmiahnya dik?"tanyaku
"Sepanjang aku mampu, tentu saja aku akan usahakan kak. Khan sudah berulang-ulang kali kukatakan pada kak" katanya sedikit tegas, namun entah apa ia tau apa yang akan kuminta darinya atau sama sekali tidak terpikir olehnya. Tapi nampaknya ia tidak ragu-ragu mengatakannya.
"Betul? janji?" tanyaku tegas sambil mengulurkan tangan untuk salaman dengannya sebagai tanda perjanjian kami. Sri pun menyambut tanganku.
"Mumpun istriku masih di dalam Sri, kita bisa atur strateginya saat ini juga, sebab tawaranku ini sangat rahasia dan hanya kita berdua yang bisa ketahui" kataku sangat pelan dan hanya bisa didengar oleh Sri.
Setelah terdiam, tunduk dan berpikir sejenak, maka Sri pun bertanya:
"Jadi gimana caranya kak? rahasia bagaimana yang kak maksudkan. Katakan aja sekarang agar aku tidak penasaran untuk mendengarnya" desaknya.
"Aku akan menulis pertanyaan rahasia itu di komputer dan kamu menjawab langsung dengan kata "ya" jika setuju dan "tidak" jika tidak setuju ketika aku bertanya padamu "begini?". Kamu harus pura-pura membacakan isi sebuah buku tentang kehidupan rumah tangga yang harmonis, sebab kebetulan judul buku itu ada di sini dan aku seolah-olah menulis apa yang kamu bacakan, meskipun sebenarnya yang kutulis di komputer nanti adalah sejumlah pertanyaan yang harus kamu jawab "ya atau tidak" jelasku pada Sri meskipun ia tidak segera memahami maksudku, namun setelah aku menjelaskannya beberapa kali, akhirnya iapun mengerti.
Setelah kami sepakat untuk melakonkan sandiwara itu di depan komputer, kamipun saling terdiam tanpa saling memandang. Namun sikap kami itu tidak berlangsung lama sebab istriku tiba-tiba muncul membawa 2 cangkir air teh buat kami. Istriku tidak nampak ada rasa curiga pada kami, malah dia bercanda karena ia tidak sempat bikin kue buat Sri.
"Silahkan diminum dik, kebetulan ngga ada tulangnya nih" canda istriku.
"Terima kasih bu', aku merepotkan aja" kata Sri pada istriku.
"Silahkan diminum dulu dik,,atau kita bawa aja masuk di kamar komputer sambil anda membacakan datanya biar proses penyusunannya agak cepat" kataku dengan suara yang sedikit besar agar didengar langsung oleh istriku yang sedang duduk di sampingku sambil aku berdiri membawa secangkir teh masuk ke kamar kerjaku dan disusul pula oleh Sri setelah minta izin sama istriku, bahkan istriku sendiri yang membawakan tehnya dan meletakkannya di atas meja komputer lalu minta izin pada kami untuk nonton acara TV Sinetron kesukaannya yakni Kehormatan di ruang dalam.
"Silahkan dibaca dik," kataku sengaja memperdengarkan istriku yang sedang berbaring di depan TV. Sementara Sri duduk di kursi yang telah kusiapkan kurang lebih 50 cm di samping kananku dan aku sendiri duduk persis di depan layar komputer. Sri membaca isi buku yang dipegangnya kata demi kata layaknya orang yang mendiktekan, namun aku tidak menulis apa yang dibaca, melainkan aku mulai buat pertanyaan buat Sri.
"Begini tulisannya?" kataku seolah menulis apa yang dibaca itu, namun aku menuliskan pertanyaan bahwa "apa anda siap duduk di situ hingga jam 10 malam?"tulisku di layar komputer.
"Ya" jawab Sri di sela-sela kalimat yang dibacanya.
"Begini?" tanyaku lagi sambil menulis pertanyaanku "anda bisa maju dan bergeser ke arahku agak lebih dekat lagi?"
"Ya" jawab Sri lagi sambil menggeser kursinya agak lebih dekat lagi.
Meskipun yang kedengaran dari mulutku hanya kata "begini", namun pertanyaan yang kuajukan ke Sri lewat layat komputer banyak sekali. Hampir semua pertanyaanku dijawab dengan kata "ya" oleh Sri, termasuk pertanyaanku tentang apa Sri sudah punya pacar, pernah jatuh cinta, pernah dirasakan belaian pria, pernah dipegang tangannya, rambutnya, wajahnya, pahanya, payudaranya oleh pacarnya. Bahkan Sri juga mengiyakan pertanyaanku soal cium mencium dengan pacarnya. Namun ketika pertanyaanku mengarah lebih dalam lagi, terutama soal pernah tidur bersama dan bersetubuh dengan pacarnya, maka tiba-tiba ia jawab
dengan kata tegas "Tidak". Komunikasi kami berjalan lancar meskipun yang kedengaran keluar dari mulutku hanya kata "begini atau begini tulisanya?", lalu dijawab oleh Sri dengan kata "ya atau tidak" hingga waktu tidak dirasa sudah menunjukkan pukul 9.30 malam.
Setelah aku kehabisan bahan dan telah kukorek semua kepribadian Sri, aku lalu minta izin sama Sri untuk masuk buang air kecil sekaligus untuk memastikan keadaan istriku apa ia tidak mengintip atau mencurigai kami dalam kamar kerjaku, meskipun pintu ruanganku sengaja kubuka agar tidak ada rasa curiga dari istriku. Ternyata anak dan istrikut telah tertidur semua di depan TV, sebab kebiasannya memang suka tertidur ketika nonton. Aku sedikit lega dan merasa ada peluang untuk sedikit bereaksi bersama Sri setelah kuketahui kelemahannya. Karenanya, setelah buang air kecil, aku segera masuk dan duduk kembali seperti semula di samping kiri Sri, namun aku sengaja mendorong sedikit pintu agar tidak terlalu terbuka tanpa dilihat oleh Sri.
"Ayo kita lanjutkan sedikit Sri mumpun masih belum larut malam" kataku sambil sedikit bergeser ke arah kursi Sri.
"Begini Sri?" tanyaku dengan tekanan suara yang mulai rendah sambil memperlihatkan sebuah pertanyaan lagi dengan kalimat "apa pacarmu pernah mengelus-elus pahamu?". Sri lalu menjawab:
"Ya". Namun ia sangat kaget dan tersentak sejenak ketika aku bertanya:
"Seperti ini?" sambil kupegang dan kuelus pahanya yang dilapisi celana panjangnya yang agak tipis dan halus kainnya.
"Yyya..ah..titidak" jawabnya seolah ketakutan. Bahkan sempat bergeser
dan bermaksud menjauh dariku ketika aku menulis pertanyaan "pernahkah pacar anda meremas payudaranya?" lalu kuperlihatkan Sri sambil berkata:
"Begini Sri?" sambil aku berbalik menghadap padanya dan segera meremas kedua payudaranya dari luar bajunya. Kali ini ia tidak melepas kedua tanganku dari payudaranya, tapi ia mencoba berdiri lalu menengok keluar ke arah istriku seolah ia hanya takut sama istriku.
"Tenang Sri,,istri dan anak-anakku sedang tidur" bisikku pada Sri ketika ia mencoba menghindar dari perlakuanku, namun ia duduk kembali setelah melihat dengan jelas istriku sedang tidur pulas di depan TV melalui celah pintu yang sedikit terbuka.
"Kenapa harus sampai begini kak? aku malu, takut dan tidak biasa diperlakukan seperti ini" tanyanya padaku dengan suara sedikit berbisik namun cukup mengerti kalau kami harus bertindak super hati-hati.
"Maaf dik,,jika ini terpaksa harus kita lakukan di tempat ini,bukankah adik sendiri yang telah berjanji akan memberikan pengorbanan sesuai kemampuannya asal penyusunan karya ilmiahnya berjalan lancar?"kataku terus terang dan mengingatkan janjinya.
"Wah,,ternyata kak menafsirkan sampai ke situ. Aku ngga pernah berpikir sampai ke hal itu kak, tapi.."katanya seolah tidak tau arahku ke situ. Namun aku yakin ia tidak bakal menolak tindakanku lebih jauh karena Sri tiba-tiba berucap "tapi.." yang menandakan adanya peluangku lebih jauh.
Aku sudah berhenti membuat pertanyaan tertulis di layat komputer dan Sri pun meletakkan buku yang dibacanya sejak tadi. Kini kami saling berhadapan dan saling mengerti perasaan serta berkomikasi langsung, namun suara kami sangat kecil, sehingga hanya kami berdua yang bisa mendengarnya. Kami tentu harus waspada dan takut ketahuan oleh istri jika tiba-tiba ia terbangun. Kami betul-betul berani memanfaatkan kesempatan yang beresiko dan sempit itu. Sambil mengawasi terbangunnya istri yang sedang tidur, kami juga mengurangi bisikan dan komunikasi. Bahasa yang kami gunakan adalah mimik atau isyarat. Takut sekali bersuara. Tanganku mulai memegang paha Sri dari luar celananya, memegang kedua payudaranya yang terbungkus, merangkul dan mencium pipi lalu leher dan singga di bibirnya. Aku sedikit menikmati kecupan bibir Sri yang menyambut serangan bibir dan lidahku di mulut sampai rongga mulutnya.
"Sri,,kita tidak boleh menunda-nunda permainan ini. Kita harus segera tuntaskan siapa tau istri saya terbangun lalu heran kenapa ngga ada suara-suara kita seperti tadi. Ayo bantu aku dik" bisikku di telinga Sri ketika aku dan mungkin Sri juga terangsang, apalagi tiba-tiba diliputi rasa takut.
"Yah kak,,aku takut sekali. Cepat-cepat selesaikan kak" balas Sri seolah menerima baik tindakanku ini. Sri segera membuka 2 kancing bajunya untuk memberi kesempatan agar aku segera meremas susunya dan mengisap putingnya yang nampak tegang kecoklatan. Akupun tidak menyia- nyiakan kesempatan emas ini dan segera meraih bukit kembar yang putih mulus itu. Sangat mungil karena belum pernah dijamah oleh pria lain kecuali hanya pacarnya yang pernah meremasnya dari luar bajunya, apalagi usianya baru berkisar 20 tahun. Setelah aku puas menjilat, mengisap dan memainkan bukit kembarnya, tanganku berpindah ke bawah yang sudah mulai ada jalan masuk karena telah terbuka kasper celananya dari depan, sehingga tanganku dengan mudah meraba, mengelus dan menekan biji daging yang terasa bergetar-getar yang ada di antara kedua bibir bawahnya.
Karena sepakat akan menuntaskan seluruh permainan kami di kamar kerjaku itu, maka wajar jika kami saling membantu dan memudahkan terlaksananya hajat kami. Tanpa kuminta, Sripun melorot sedikit celananya hingga di atas lututnya. Aku tak sempat melihat apa Sri memakai celana dalam atau dilorit bersama celana panjangnya, tapi yang jelas paha mulus lagi putih itu terlihat dengan jelas, bahkan sampai ke batas pinggangnya. Namun Sri masih tetap dalam posisi duduk berhadapan denganku, sehingga aku sulit melihat dengan jelas barang mewah yang ada di selangkangannya tapi aku bisa meraba dan memainkannya dengan mudah. Mulutku akrab menempel di payudara kirinya, sementara tangan kiriku melekat di payudara kanannya dan tangan kananku tak mau pisah dengan sebuah daging yang tertancap pada dua bibir bawah di antara selangkangannya.
"Ssstttt....aahhhhh.....khkh....cceeepat kak selesaikan, aku sudah ngga tahan nih" bisik Sri ditelingaku ketika aku semakin memainkan mulut dan tanganku pada kedua alat sensitifnya itu sambil berusaha menurunkan sedikit celananya hingga lutut.
"Sabar dik,,aku ngga mau rasanya berhenti dan ingin menikmati sampai pagi" bisikku sambil mempercepat gerakan tangan dan mulutku. Namun Sri mencubit pinggangku lalu ia segera berdiri dan kedua tangannya langsung membuka ikat pinggang berikut kait serta kasper celanaku dengan lincah sekali. Setelah terlepas, kedua tangannya segera menurunkan celanaku, namun sedikit tertahan karena aku masih duduk di atas kursi, tapi aku sangat mengerti sehingga aku mengangkat pantat untuk memudahkan ia menurunkan celanaku hingga lutut. Tanpa disentuh dan digocok, penisku dengan sendirinya berdiri mengacung bagaikan kepala ular berbisa yang mau mematuk mangsanya. Tanpa perintah atau komando, Sri tiba-tiba duduk di antara kedua pahaku dan meraih ujung penisku lalu mengarahkan ke lubang memeknya yang sedikit basah dan licin itu, lalu merangkul leherku. Ia mulai menggoyang sedikit pinggulnya ke kiri dan kekanan agar penisku dapat dengan mudah masuk ke lubang sasarannya, namun agak sulit. Selain karena memek Sri ditumbuhi bulu hitam yang cukup lebat, juga memeknya kuyakini belum terbiasa dimasuki benda tumpul seperti yang kami usahakan masuk saat ini.
Aku mencoba membantu untuk memasukkannya dengan memegang penisku serta membuka kedua bibir memeknya dengan kedua tanganku, tapi belum bisa amblas meskipun separohnya sudah mulai masuk dan kurasakan senti demi senti melejik ke dalam, apalahi gerakan pinggul dan tangan Sri tidak mau berhenti. Aku sebenarnya masih ingin menikmati permainan kami dengan lama sekali, tapi tiba-tiba terpikir akan terbangun istriku karena suara kaki kursi plastik yang selalu bergerak-gerak seiring dengan gerakan kami, maka aku konsentrasi lagi untuk menuntaskannya dengan segera. Gerakan pinggulku mengikuti gerakan pinggul Sri dan kami saling menekan masuk hingga akhirnya bisa amblas seluruhnya. Bunyi "decak,,decik,,,decukk,,,cak..cikkk..cukkk" pun cukup menyela keheningan malam itu, yang membuat aku semakin hawatir istriku terganggu dan terbangun, sehingga kami mengatur kembali gerakan.
Meskipun pakaian kami hanya terbuka sedikit sekali dan gerakan serta suara kami sangat terbatas, namun cukup bisa kami nikmati permainan kami itu. Bahkan belum pernah kurasakan kenikmatan seperti itu dari istriku. Mungkin karena ini hasil curian atau karena ketidak leluasaan kami yang membuat permainan kami lebih nikmat dan lebih berkesan. Kembali lagi Sri menghentak-hentakkan pantatnya ke pahaku seiring dengan keluar masuknya penisku ke dalam vaginanya, bahkan ia seolah tak sadarkan diri lagi dan gerakannya semakin dipercepat ketika aku mencoba mengangkat sedikit pantatku agak masuknya lebih dalam lagi. Tanpa berkata apa-apa, Sri terasa gemetar sekujur tubuhnya dan keringatnya yang bercampir dengan keringatku jatuh membasahi kursi tempat dudukku. Akupun mengerti kalau Sri sudah berada di ambang pintu kenikmatan yang luar biasa, maka aku mencoba menahan cairan hangat yang juga mulai terasa menjalar ditubuhku dan mendesak mau keluar lewat penisku. Sri tiba-tiba merangkulku dengan keras, menggigit sedikit bahuku dan mencakar-cakar punggungku, lalu terasa lemas lunglai.
Ketika Sri terasa lemas seolah kehabisan tenaga, aku yakin kalau ia sudah melewati klimaksnya. Kini giliranku untuk mencapainya, lalu aku segera mengangkat tubuh Sri dan memutar sehingga posisi membelakangiku. Mau tidak mau ia terpaksa pegangan di didinding kamar, lalu kutekan sedikit kepalanya agar ia lebih nungging lagi. Setelah terlihat lubang kenikmatannya dengan jelas,aku segera arahkan penisku masuk ke dalamnya dan menekannya agar masuk lebih dalam, lalu kugenjok dengan keras dan cepat bolak balik maju mundur hingga akupun merasakan ada cairan hangat yang kental tumpah ke dalam lubang kenikmatan Sri. Aku sengaja dan tidak takut akibatnya, sebab zat Sri yang bakal membuahi sudah keluar sejak tadi, sehingga tidak mungkin bisa ketemu dan terbuahi. Hal itu kuyakini sesuai praktek kami bersama istri selama ini. Setelah kami sama-sama mencapai puncak kenikmatan, kami lalu berpelukan sejenak dan saling memberi kecupan sebagai tanda terima kasih dan saling puas. Tanpa menunda waktu sedetikpun, kami segera memperbaiki kembali posisi pakaian kami masing-masing seperti semula lalu duduk sejenak sambil berpandangan dengan senyum puas dan bahagia yang kami rasakan.
Kami sudah tidak konsentrasi lagi terhadap karya ilmiah dan penelitian yang sedang kami proses. Bahkan sebelum istriku bangun, Sri minta izin untuk pulang, tapi aku sempat membisikkan sebuah kalimat di telinganya:
"Sudah mengerti yang namanya selingkuh sayang? inilah bukti selingkuh yang sebenarnya dan data inilah yang paling otentik dari semua hasil penelitian kita,karena sama sekali bukan rekayasa melainkan betul-betul berdasarkan fakta dan pengalkaman nyata kita sendiri" bisikku sambil memberi ciuman terakhir dan merangkulnya sekali lagi dengan eratnya. Sri hanya membalas dengan senyum dan sedikit cubutan di pinggangku. Sri pun melangkah keluar lalu naik ke motornya seolah penuh bahagia.
Bagi teman-teman yang tertarik dengan kisah nyataku ini, silahkan ikuti perkembangannya, sebab boleh jadi pengalaman ini akan berlanjut terus. Peristiwa yang kuceritakan ini baru awal dan pemanasan, karena hanya kebetulan dan kesempatan kami sangat sempit. Karena itu, meskipun kami belum janjian untuk mengulanginya, tapi mesti kami usahakan mengulangi dalam waktu singkat di tempat yang lebih aman, bebas dan waktu yang tak terbatas. Apalagi karya ilmiahnya masih sementara dalam proses, sehingga kami akan terus berkomunikasi dan saling memberi kenikmatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar