MY BROTHER’S FRIEND
Namaku Tania. Aku adalah seorang cewek berumur 20 tahun, ber-darah campuran mando, belanda, dan cina. Aku termasuk orang yang bisaibilang maniak akan seks.Tetapi, aku tidak berani mencobanya sampai aku lulus SMA. Dan, tepat saat aku baru lulus SMA, aku mendapatkan seks pertamaku dengan salah satu teman kakakku, Ferdy.
Waktu itu, kakakku mengajak salah satu temannya, Fredy untuk menginap di rumah.mumpung kedua orangtua kami sedang pergi ke luar negri, tepatnya ke Singapur. Tetapi, ternyata bukan hanya Ferdy saja yang dia ajak, dia juga mengajak dua teman ceweknya, Linda dan Regina. Dan ternyata, mereka berempat berencana untuk mengadakan pesta seks di rumah! Untung saja, kedua pembantu kamipun juga sedang pulang kampung.
Malam itu, aku sama sekali tidak bisa tidur. Dikarenakan aku terus memikirkan tentang pesta seks tersebut. Akhirnya, sebagai gantinya, akupun menyalakan computer, dan menonton salah satu video bokep yang baru saja aku download dari kikil.com. Dan kebetulan sekali, video yang aku download itu, bercerita tentang seorang cowok, yang ml dengan adik temannya. Langsung saja, aku membayangkan cowok tersebut sebagai si Ferdy. Aku membayangkannya sambil ber-mastrubasi. Aku bayangkan, bagaimana aku mengisap kontol si ferdy, bagaimana dia menjilat memekku, dan bagaimana dia mengentotku dengan berbagai macam gaya dari mulai gaya 69,doggy style, sampai women on top.”Ohh, ayo fer!Terus entot gue!Fer, fuck me…harder!Oh,ahhh….yeah…ohhh it feels good, fer!Come on, make me feel like a bitch, dickhead!”teriak aku sambil membayangi reaksi muka hornyanya, dan juga desahan – deshan nikmat yang keluar dari mulutnya. Tidak sampai lima belas menit kemudian, aku mulai mengeluarkan cairan kewanitaanku. Tetapi, aku belum merasa puas. Aku butuh lelaki sungguhan, bukan hanya dalam imajinasi saja, batinku. Sempat terpikir bagiku untuk mengulangi lagi masturbasiku.Tetapi, lalu aku tersadar bahwa hasilnya pastinya akan sama saja. Lalu, aku putuskan untuk tidak mengulangnya lagi.
Keesokan harinya, aku bangun pagi-pagi untuk mempersiapkan sarapan pagi. Di jalan menuju dapur, aku sempat melihat ke kamar kakakku yang sedikit terbuka, aku intip sebentar ke dalam, disana kulihat mereka berempat masih tidur. Lalu, aku lanjutkan perjalananku ke dapur. Selang beberapa jam, mereka ber-empat keluar dari kamar.
“Tan, gue sama Linda dan Regina mau pergi dulu nih, lo di nanti ditemenin sama Ferdy. Dia sekarang masih tidur. Udah, lo nggak usah bikinin gue sarapan. By the way, kalau bonyok nelpon, bilangin gue lagi mandi atau apalah. Jangan bilang gue pergi, bias habis gue nanti kalau mereka berdua udah balik. Okey?” pesan kakakku sambil merangkul kedua perempuan itu.
“Okey, but, janji ya!Lo harus traktir gue kapan – kapan!” balas gue
“Udah, tenang aja. Pasti gue bakalan nraktir lo!Tapi beneran lo ya!Jangan…”ujar kakakku lagi, tapi buru-buru aku potong
“Iya, iya!Gue ngerti!Udah sana pergi, eh, kamar lo berantakan ga?” Tanya gue
“Ya pasti berantakan lah!Udah gampang, nanti pulang gue bersihin!” balas kakak gue lagi
“Udahlah Ton, langsung berangkat aja yuk!”ujar regina nggak sabaran
“Iya Ton, nanti telat lo, kita!”timpal Linda
“Iya, iya. Ya udah, gue pergi dulu ya, Tan!Biasa cewek suka gak sabaran!”ujar kakak gue.
“Dasar lo!Udah sana!Get out!”balas gue lagi
Akhirnya, kakak gue pergi juga. Alhasil, sekarang tinggal gue ama ferdy yang ada di rumah.
Selang setengah jam, aku selesai membuat sarapan dan membersihkan dapur, dan tepat saat aku baru selesai mengelap meja, Ferdy masuk ke dapur.
“Eh Fer, udah bangun?Yukk, saran dulu!Gue udah buat nasi goring ayam campur mi goring nih”
“Oh iya, thanks Tan. Gue mau ngopi dulu. Si Ferdy udah berangkat ya?”
“Iya, tadi dia udah berangkat sama si Regina dan Linda. Kopinya ada di lemari atas tuh, sekalian ama gulanya.”
“Oh iya, thanks.Mmm…harum juga masakan lo.Lo jago masak juga ya, ternyata.Ah, ga juga. Biasa aja kali!Cuma, karena gue dah pernah ngerasain hidup sendiri tanpa pembantu dan orangtua waktu gue ikut pertukaran pelajar di San Fransisco, gue jadi bisa masak dikit – dikit. Yah, minimal yang goring – goringan lah! Tapi, kalo udah yang pake bumbu ribet – ribet, gue nyerah dah!”
“Oh, lo pernah ikut pertukaran pelajar?”
“Pernah sih, waktu gue masih kelas 1 SMA. Tapi Cuma buat satu tahun doang.”
“Yah, lumayan kali. Jadi nambah pengalaman.”
“Iya sih, cowok – cwoknya juga ganteng – ganteng.”
“Oh ya, tapi gimana ama barangnya?Sama nggak kayak barang orang Indonesia.”
“Maksud lo?Barang apaan?”
”Jangan pura-pura nggak tahu deh, Tan. Gimana?Biasanya kan, punya orang bule lebih panjang dari punya gue gini.”
“Mmm…lo ngomongin apaan sih,Fer?”
“Tuh kan, stop jadi orang munafik!Gue tahu lo selama ini pengen banget kan, ngerasain yang namanya ML!"
“Kurang ajar lo ya!Jangan ngomong sembarangan lo!”
“Alah!Siapa yang kemarin malam teriak-teriakkin nama gue. Hah, sambil bilang:”Ohh…fuck me Fer,ohh.ahhh!”?Lo kan?Dan asal tahu aja, kemaren malam, bukan pertama kalinya gue denger lo seperti itu.”
“Darimana lo tahu?Lo ngintip gue, ya, kemaren malam?”
“Udahlah,makanya jangan boong am ague.Kalo nlo mau ML am ague, gue bakalan ngasih koq.”
“Sori, fer, tapi,tapi…”
Ferdi langsung membuka celana pendeknya,dan keluarlah kontolnya yang selama ini selalu gue baying-bayangkan setiap gue ber-masturbasi. Kontol Ferdy sungguh sangat menggoda sekali. Ukurannya kira-kira sekitar 17 cm, dengan kerutan-kerutan di sekitar batangnya, dengan warna kecokelatan dan bulu jembut yang tidak begitu lebat.
“Ayo, tunggu apa lagi? Bukannya lo kepingin banget, ngerasain barang yang satu ini?”
Perasaan gue saat itu, benar-benar kalang kabut antara kepingin mencoba dengan tidak. Gue sama sekali belum begitu siap untuk melakukan hubungan seks, tetapi, perasaan untuk merasakannya, sama sekali tidak tertahankan lagi.
“Ayolah. Apa gue terlihat kurang menantang?” sambil berkata begitu, Ferdy pun langsung membuka kaosnya, dan terlihatlah badan atletisnya yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang menggoda.
Akhirnya, pertahanan gue pun jebol juga, dengan agak ragu – ragu, gue mulai berjongkok untuk menghisap kontolnya tersebut.
Kontol Ferdy sangat panjang sekali, sehingga gue nggak bisa memasukkan seluruh kontolnya ke dalam mulut gue.
“Ayo, jangan diem aja, diisep dong!”
Akhirnya perlahan demi perlahan, gue isap juga kontol tersebut. Pertama – tama memang agak sedikit aneh, apalagi ditambah dengan baunya yang agak sedikit pesing, membuat gue ingin muntah. Tetapi, justru itu, sensasinya. Akhirnya, lama-kelamaan, gue pun terbiasa juga, dan gue pun mulai mengisap kontolnya.
"Aah...Gila, Tan!Enak banget, sepongan lo!Ayo, Tan isep!Aaah...ohhh...gimana, puas nggak lo sekarang?"
Ferdy tampak sangat menikmati oral seks yang kuberikan tersebut, dia tidak henti-hentinya merem - melek sambil teriak - teriak keenakkan dan menjambak-jambak rambutku.
Kukeluarkan semua teknik - teknik mengisap kontol yang aku pelajari dari menonton video bokep. Sambil mengisap kontolnya, tak lupa juga kupijat kedua buah zakarnya
"Tan...ohhh,gila enak banget!Lo boong ya!Katanya, lo belum pernah....ohhh...ML!"
aku tidak perhatikan ucapannya aku benar-benar sangat menikmati setiap centi batang kontol yang kuhisap.
Tukar pasangan asing
Nama saya Dikky, saya berumur 28 tahun, baru 3 (tiga) bulan bekerja di suatu perusahaan asing di Jakarta, atasan saya Mr. Richard Handerson, berasal dari Amerika, kira-kira berumur 40 tahun. Dalam waktu singkat Rich demikian teman-teman di kantor suka memanggilnya, telah sangat akrab dengan saya, karena kebetulan kami mempunyai hobi yang sama yaitu bermain golf. Perusahaan tempat kami bekerja adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang advertising. Menurut cerita-cerita teman-teman istri Richard, yang berasal dari Amerika juga, sangat cantik dan badannya sangat seksi, seperti bintang film Hollywood . Aku sendiri belum pernah bertemu secara langsung dengan istri Richard, hanya melihat fotonya yang terletak di meja kerja Richard. Suatu hari saya memasang foto saya berdua denga Nina istri saya, yang berasal dari Bandung dan berumur 26 tahun, di meja kerja saya. Pada waktu Richard melihat foto itu, secara spontan dia memuji kecantikan Nina dan sejak saat itu pula saya mengamati kalau Richard sering melirik ke foto itu, apabila kebetulan dia datang ke ruang kerja saya.Suatu hari Richard mengundang saya untuk makan malam di rumahnya, katanya untuk membahas suatu proyek, sekaligus untuk lebih mengenal istri masing-masing.
"Dik, nanti malam datang ke rumah ya, ajak istrimu Nina juga, sekalian makan malam".
"Lho, ada acara apa boss?", kataku sok akrab.
"Ada proyek yg harus diomongin, sekalian biar istri saling kenal gitu".
"Okelah!", kataku.
Sesampainya di rumah, undangan itu aku sampaikan ke Nina. Pada mulanya Nina agak segan juga untuk pergi, karena menurutnya nanti agak susah untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan mereka. Akan tetapi setelah kuyakinkan bahwa Richard dan Istrinya sangat lancar berbahasa Indonesia, akhirnya Nina mau juga pergi.
"Ada apa sih Mas, kok mereka ngadain dinner segala?".
"Tau, katanya sih, ada proyek apa...., yang mau didiskusikan" .
"Oooo..., gitu ya", sambil tersenyum. Melihat dia tersenyum aku segera mencubit pipinya dengan gemas. Kalau melihat Nina, selalu gairahku timbul, soalnya dia itu seksi sekali. Rambutnya terurai panjang, dia selalu senam so..., punya tubuh ideal, dan ukurannya itu 34B yang padat kencang.
Pukul 19.30 kami sudah berada di apartemen Richard yang terletak di daerah Jl. Gatot Subroto. Aku mengenakan kemeja batik, sementara Nina memakai stelan rok dan kemeja sutera. Rambutnya dibiarkan tergerai tanpa hiasan apapun. Sesampai di Apertemen no.1009, aku segera menekan bel yang berada di depan pintu. Begitu pintu terbuka, terlihat seorang wanita bule berumur kira-kiar 32 tahun, yang sangat cantik, dengan tinggi sedang dan berbadan langsing, yang dengan suara medok menegur kami.
"Oh Dikky dan Nina yah?,silakan. .., masuk..., silakan duduk ya!, saya Lillian istrinya Richard".
Ternyata Lillian badannya sangat bagus, tinggi langsing, rambut panjang, dan lebih manis dibandingkan dengan fotonya di ruang kerja Richard. Dengan agak tergagap, aku menyapanya.
"Hallo Mam..., kenalin, ini Nina istriku".
Setelah Nina berkenalan dengan Lillian, ia diajak untuk masuk ke dapur untuk menyiapkan makan malam, sementara Richard mengajakku ke teras balkon apartemennya.
"Gini lho Dik..., bulan depan akan ada proyek untuk mengerjakan iklan.., ini..., ini..., dsb. Berani nggak kamu ngerjakan iklan itu".
"Kenapa nggak, rasanya perlengkapan kita cukup lengkap, tim kerja di kantor semua tenaga terlatih, ngeliat waktunya juga cukup. Berani!".
Aku excited sekali, baru kali itu diserahi tugas untuk mengkordinir pembuatan iklan skala besar.
Senyum Richard segera mengembang, kemudian ia berdiri merapat ke sebelahku.
"Eh Dik..., gimana Lillian menurut penilaian kamu?", sambil bisik-bisik.
"Ya..., amat cantik, seperti bintang film", kataku dengan polos.
"Seksi nggak?".
"Lha..., ya..., jelas dong".
"Umpama..., ini umpama saja loooo..., kalo nanti aku pinjem istrimu dan aku pinjemin Lillian untuk kamu gimana?".
Mendenger permintaan seperti itu terus terang aku sangat kaget dan bingung, perasanku sangat shock dan tergoncang. Rasanya kok aneh sekali gitu. Sambil masih tersenyum-senyum, Richard melanjutkan, "Nggak ada paksaan kok, aku jamin Nina dan Lillian pasti suka, soalnya nanti..., udah deh pokoknya kalau kau setuju..., selanjutnya serahkan pada saya..., aman kok!".
Membayangkan tampang dan badan Lillian aku menjadi terangsang juga. Pikirku kapan lagi aku bisa menunggangi kuda putih? Paling-paling selama ini hanya bisa membayangkan saja pada saat menonton blue film. Tapi dilain pihak kalau membayangkan Nina dikerjain si bule ini, yang pasti punya senjata yang besar, rasanya kok tidak tega juga. Tapi sebelum saya bisa menentukan sikap, Richard telah melanjutkan dengan pertanyaan lagi, "Ngomong-ngomong Nina sukanya kalo making love style-nya gimana sih?".
Tanpa aku sempat berpikir lagi, mulutku sudah ngomong duluan, "Dia tidak suka style yang aneh-aneh, maklum saja gadis pingitan dan pemalu, tapi kalau vaginanya dijilatin, maka dia akan sangat terangsang!" .
"Wow..., aku justru pengin sekali mencium dan menjilati bagian vagina, ada bau khas wanita terpancar dari situ..., itu membuat saya sangat terangsang!" , kata Richard.
"Kalau Lillian sangat suka main di atas, doggy style dan yang jelas suka blow-job" lanjutnya.
Mendengar itu aku menjadi bernafsu juga, belum-belum sudah terasa ngilu di bagian bawahku membayangkan senjataku diisap mulut mungil Lillian itu.
Kemudian lanjut Richard meyakinkanku, "Oke deh..., enjoy aja nanti, biar aku yang atur. Ngomong-ngomong my wife udah tau rencana ini kok, dia itu orangnya selalu terbuka dalam soal seks..., jadi setuju aja".
"Nanti minuman Nina aku kasih bubuk penghangat sedikit, biar dia agak lebih berani..., Oke..., yaa!", saya agak terkejut juga, apakah Richard akan memberikan obat perangsang dan memperkosa Rina? Wah kalau begitu tidak rela aku. Aku setuju asal Rina mendapat kepuasan juga. Melihat mimik mukaku yang ragu-ragu itu, Richard cepat-cepat menambahkan, "Bukan obat bius atau ineks kok. Cuma pembangkit gairah aja", kemudian dia menjelaskan selanjutnya, "Oke, nanti kamu duduk di sebelah Lillian ya, Nina di sampingku".
Selanjutnya acara makan malam berjalan lancar. Juga rencana Richard. Setelah makan malam selesai kelihatannya bubuk itu mulai bereaksi. Rina kelihatan agak gelisah, pada dahinya timbul keringat halus, duduknya kelihatan tidak tenang, soalnya kalau nafsunya lagi besar, dia agak gelisah dan keringatnya lebih banyak keluar. Melihat tanda-tanda itu, Richard mengedipkan matanya pada saya dan berkata pada Nina, "Nin..., mari duduk di depan TV saja, lebih dingin di sana!", dan tampa menunggu jawaban Nina, Richard segera berdiri, menarik kursi Nina dan menggandengnya ke depan TV 29 inchi yang terletak di ruang tengah. Aku ingin mengikuti mereka tapi Lillian segera memegang tanganku. "Dik, diliat aja dulu dari sini, ntar kita juga akan bergabung dengan mereka kok". Memang dari ruang makan kami dapat dengan jelas menyaksikan tangan Richard mulai bergerilya di pundak dan punggung Nina, memijit-mijit dan mengusap-usap halus. Sementara Nina kelihatan makin gelisah saja, badannya terlihat sedikit menggeliat dan dari mulutnya terdengar desahan setiap kali tangan Richard yang berdiri di belakangnya menyentuh dan memijit pundaknya.
Lillian kemudian menarikku ke kursi panjang yang terletak di ruang makan. Dari kursi panjang tersebut, dapat terlihat langsung seluruh aktivitas yang terjadi di ruang tengah, kami kemudian duduk di kursi panjang tersebut. Terlihat tindakan Richard semakin berani, dari belakang tangannya dengan trampil mulai melepaskan kancing kemeja batik Nina hingga kancing terakhir. BH Nina segera menyembul, menyembunyikan dua bukit mungil kebanggaanku dibalik balutannya. Kelihatan mata Nina terpejam, badannya terlihat lunglai lemas, aku menduga-duga, "Apakah Nina telah diberi obat tidur, atau obat perangsang oleh Richard?, atau apakah Nina pingsan atau sedang terbuai menikmati permainan tangan Richard?". Nina tampaknya pasrah seakan-akan tidak menyadari keadaan sekitarnya. Timbul juga perasaan cemburu berbarengan dengan gairah menerpaku, melihat Nina seakan-akan menyambut setiap belaian dan usapan Richard dikulitnya dan ciuman nafsu Richardpun disambutnya dengan gairah.
Melihat apa yang tengah diperbuat oleh si bule terhadap istriku, maka karena merasa kepalang tanggung, aku juga tidak mau rugi, segera kualihkan perhatianku pada istri Richard yang sedang duduk di sampingku. Niat untuk merasakan kuda putih segera akan terwujud dan tanganku pun segera menyelusup ke dalam rok Lillian, terasa bukit kemaluannya sudah basah, mungkin juga telah muncul gairahnya melihat suaminya sedang mengerjai wanita mungil. Dengan perlahan jemariku mulai membuka pintu masuk ke lorong kewanitaannya, dengan lembut jari tengahku menekan clitorisnya. Desahan lembut keluar dari mulut Lillian yang mungil itu, "aahh..., aaghh..., aagghh", tubuhnya mengejang, sementara tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
Sementara itu di ruang sebelah, Richard telah meningkatkan aksinya terhadap Nina, terlihat Nina telah dibuat polos oleh Richard dan terbaring lunglai di sofa. Badan Nina yang ramping mulus dengan buah dadanya tidak terlalu besar, tetapi padat berisi, perutnya yang rata dan kedua bongkahan pantatnya yang terlihat mulus menggairahkan serta gundukan kecil yang membukit yang ditutupi oleh rambut-rambut halus yang terletak diantara kedua paha atasnya terbuka dengan jelas seakan-akan siap menerima serangan-serangan selanjutnya dari Richard. Kemudian Richard menarik Nina berdiri, dengan Richard tetap di belakangnya, kedua tangan Richard menjelajahi seluruh lekuk dan ngarai istriku itu. Aku sempat melihat ekspresi wajah Nina, yang dengan matanya yang setengah terpejam dan dahinya agak berkerut seakan-akan sedang menahan suatu kenyerian yang melanda seluruh tubuhnya dengan mulutnya yang mungil setengah terbuka, menunjukan Nina menikmati benar permainan dari Richard terhadap badannya itu, apalagi ketika jemari Richard berada di semak-semak kewanitaannya, sementara tangan lain Richard meremas-remas puting susunya, terlihat seluruh badan Nina yang bersandar lemas pada badan Richard, bergetar dengan hebat.
Saat itu juga tangan Lillian telah membuka zipper celana panjangku, dan bagaikan orang kelaparan terus berusaha melepas celanaku tersebut. Untuk memudahkan aksinya aku berdiri di hadapannya, dengan melepaskan bajuku sendiri. Setelah Lillian selesai dengan celanaku, gilirannya dia kutelanjangi. Wow..., kulit badannya mulus seputih susu, payudaranya padat dan kencang, dengan putingnya yang berwarna coklat muda telah mengeras, yang terlihat telah mencuat ke depan dengan kencang. Aku menyadari, kalau diadu besarnya senjataku dengan Richard, tentu aku kalah jauh dan kalau aku langsung main tusuk saja, tentu Lillian tidak akan merasa puas, jadi cara permainanku harus memakai teknik yang lain dari lain. Maka sebagai permulaan kutelusuri dadanya, turun ke perutnya yang rata hingga tiba di lembah diantara kedua pahanya mulus dan mulai menjilat-jilat bibir kemaluannya dengan lidahku.
Kududukkan Lillian kembali di sofa, dengan kedua kakinya berada di pundakku. Sasaranku adalah vaginanya yang telah basah. Lidahku segera menari-nari di permukaan dan di dalam lubang vaginanya. Menjilati clitorisnya dan mempermainkannya sesekali. Kontan saja Lillian berteriak-teriak keenakan dengan suara keras, " Oooohh..., oooooohh..., ssssssshh... , ssssssssshh" . Sementara tangannya menekan mukaku ke vaginanya dan tubuhnya menggeliat-geliat. Tanganku terus melakukan gerakan meremas-remas di sekitar payudaranya. Pada saat bersamaan suara Nina terdengar di telingaku saat ia mendesah-desah, "Oooh..., aaggghh!", diikuti dengan suara seperti orang berdecak-decak. Tak tahu apa yang diperbuat Richard pada istriku, sehingga dia bisa berdesah seperti itu. Nina sekarang telah telentang di atas sofa, dengan kedua kakinya terjulur ke lantai dan Richard sedang berjongkok diantara kedua paha Nina yang sudah terpentang dengan lebar, kepalanya terbenam diantara kedua paha Nina yang mulus. Bisa kubayangkan mulut dan lidah Richard sedang mengaduk-aduk kemaluan Nina yang mungil itu. Terlihat badan Nina menggeliat-geliat dan kedua tangannya mencengkeram rambut Richard dengan kuat.
Aku sendiri makin sibuk menjilati vagina Lillian yang badannya terus menggerinjal- gerinjal keenakan dan dari mulutnya terdengar erangan, "Ahh..., yaa..., yaa..., jilatin..., Ummhh". Desahan-desahan nafsu yang semakin menegangkan otot-otot penisku. "Aahh..., Dik..., akuuu..., aakkuu..., ooooohh..., hh!", dengan sekali hentakan keras pinggul Lillian menekan ke mukaku, kedua pahanya menjepit kepalaku dengan kuat dan tubuhnya menegang terguncang-guncang dengan hebat dan diikuti dengan cairan hangat yang merembes di dinding vaginanya pun semakin deras, saat ia mencapai organsme. Tubuhnya yang telah basah oleh keringat tergolek lemas penuh kepuasan di sofa. Tangannya mengusap-usap lembut dadaku yang juga penuh keringat, dengan tatapan yang sayu mengundangku untuk bertindak lebih jauh.
Ketika aku menengok ke arah Richard dan istriku, rupanya mereka telah berganti posisi. Nina kini telentang di sofa dengan kedua kakinya terlihat menjulur di lantai dan pantatnya terletak pada tepi sofa, punggung Nina bersandar pada sandaran sofa, sehingga dia bisa melihat dengan jelas bagian bawah tubuhnya yang sedang menjadi sasaran tembak Richard. Richard mengambil posisi berjongkok di lantai diantara kedua paha Nina yang telah terpentang lebar. Aku merasa sangat terkejut juga melihat senjata Richard yang terletak diantara kedua pahanya yang berbulu pirang itu, penisnya terlihat sangat besar kurang lebih panjangnya 20 cm dengan lingkaran yang kurang lebih 6 cm dan pada bagian kepala penisnya membulat besar bagaikan topi baja tentara saja.[/font]
[font="]Terlihat Richard memegang penis raksasanya itu, serta di usap-usapkannya di belahan bibir kemaluan Nina yang sudah sedikit terbuka, terlihat Nina dengan mata yang terbelalak melihat ke arah senjata Richard yang dahsyat itu, sedang menempel pada bibir vaginanya. Kedua tangan Nina kelihatan mencoba menahan badan Richard dan badan Nina terlihat agak melengkung, pantatnya dicoba ditarik ke atas untuk mengurangi tekanan penis raksasa Richard pada bibir vaginanya, akan tetapi dengan tangan kanannya tetap menahan pantat Nina dan tangan kirinya tetap menuntun penisnya agar tetap berada pada bibir kemaluan Nina, sambil mencium telinga kiri Nina, terdengar Richard berkata perlahan, "Niiinnn..., maaf yaa..., saya mau masukkan sekarang..., boleh?", terlihat kepala Nini hanya menggeleng-geleng kekiri kekanan saja, entah apa yang mau dikatakannya, dengan pandangannya yang sayu menatap ke arah kemaluannya yang sedang didesak oleh penis raksasa Richard itu dan mulutnya terkatup rapat seakan-akan menahan kengiluan.
Richard, tanpa menunggu lebih lama lagi, segera menekan penisnya ke dalam lubang vagina Nina yang telah basah itu, biarpun kedua tangan Nina tetap mencoba menahan tekanan badan Richard. Mungkin, entah karena tusukan penis Richard yang terlalu cepat atau karena ukuran penisnya yang over size, langsung saja Nina berteriak kecil, "Aduuuuuh... , pelan-pelan. .., sakit nih", terdengar keluhan dari mulutnya dengan wajah yang agak meringis, mungkin menahan rasa kesakitan. Kedua kaki Nina yang mengangkang itu terlihat menggelinjang. Kepala penis Richard yang besar itu telah terbenam sebagian di dalam kemaluan Nina, kedua bibir kemaluannya menjepit dengan erat kepala penis Richard, sehingga belahan kemaluan Nina terlihat terkuak membungkus dengan ketat kepala penis Richard itu. Kedua bibir kemaluan Nina tertekan masuk begitu juga clitoris Nina turut tertarik ke dalam akibat besarnya kemaluan Richard.
Richard menghentikan tekanan penisnya, sambil mulutnya mengguman, "Maaf..., Nin..., saya sudah menyakitimu. .., maaf yaa..., Niin!".
"aagghh..., jangan teeeerrlalu diiipaksakan. .., yaahh..., saayaa meerasa..., aakan..., terbelah..., niiiih..., sakiiiitttt. .., jangan..., diiiterusiinn" .
Nina mencoba menjawab dengan badannya terus menggeliat-geliat, sambil merangkulkan kedua tangannya di pungung Richard.
"Niiiinn..., saya mau masukkan lagi..., yaa..., dan tolong katakan yaa..., kalau Nina masih merasa sakit", sahut Richard dan tanpa menunggu jawaban Nina, segera saja Richard melanjutkan penyelaman penisnya ke dalam lubang vagina Nina yang tertunda itu, tetapi sekarang dilakukannya dengan lebih pelan pelan.
Ketika kepala penisnya telah terbenam seluruhnya di dalam lubang kemaluan Nina, terlihat muka Nina meringis, tetapi sekarang tidak terdengar keluhan dari mulutnya lagi hanya kedua bibirnya terkatup erat dengan bibir bawahnya terlihat menggetar.
Terdengar Richard bertanya lagi, "Niiiinnn... , sakit..., yaa?", Nina hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil kedua tangannya meremas bahu Richard dan Richard segera kembali menekan penisnya lebih dalam, masuk ke dalam lubang kemaluan Nina.
Secara pelahan-lahan tapi pasti, penis raksasa itu menguak dan menerobos masuk ke dalam sarangnya. Ketika penis Richard telah terbenam hampir setengah di dalam lubang vagina Nina, terlihat Nina telah pasrah saja dan sekarang kedua tangannya tidak lagi menolak badan Richard, akan tetapi sekarang kedua tangannya mencengkeram dengan kuat pada tepi sofa. Richard menekan lebih dalam lagi, kembali terlihat wajah Nina meringis menahan sakit dan nikmat, kedua pahanya terlihat menggeletar, tetapi karena Nina tidak mengeluh maka Richard meneruskan saja tusukan penisnya dan tiba-tiba saja, "Bleeees", Richard menekan seluruh berat badannya dan pantatnya menghentak dengan kuat ke depan memepetin pinggul Nina rapat-rapat pada sofa.
Pada saat yang bersamaan terdengar keluhan panjang dari mulut Nina, "Aduuuuh", sambil kedua tangannya mencengkeram tepi sofa dengan kuat dan badannya melengkung ke depan serta kedua kakinya terangkat ke atas menahan tekanan penis Richard di dalam kemaluannya. Richard mendiamkan penisnya terbenam di dalam lubang vagina Nina sejenak, agar tidak menambah sakit Nina sambil bertanya lagi, "Niinnn..., sakit..., yaa? Tahan dikit yaa, sebentar lagi akan terasa nikmat!", Nina dengan mata terpejam hanya menggelengkan kepalanya sedikit seraya mendesah panjang, "aaggggghh.. ., kit!", lalu Richard mencium wajah Nina dan melumat bibirnya dengan ganas. Terlihat pantat Richard bergerak dengan cepat naik turun, sambil badannya mendekap tubuh mungil Nina dalam pelukannya.
Tak selang lama kemudian terlihat badan Nina bergetar dengan hebat dari mulutnya terdengar keluhan panjang, "Aaduuuuh... , oooohh..., sssssssshh.. ., ssssshh", kedua kaki Nina bergetar dengan hebat, melingkar dengan ketat pada pantat Richard, Nina mengalami orgasme yang hebat dan berkepanjangan. Selang sesaat badan Nina terkulai lemas dengan kedua kakinya tetap melingkar pada pantat Richard yang masih tetap berayun-ayun itu.
aah, suatu pemandangan yang sangat erotis sekali, suatu pertarungan yang diam-diam yang diikuti oleh penaklukan disatu pihak dan penyerahan total dilain pihak.
"Dik..., ayo aku mau kamu", suara Lillian penuh gairah di telingaku. Kuletakkan kaki Lillian sama dengan posisi tadi, hanya saja kini senjataku yang akan masuk ke vaginanya. Duh, rasanya kemaluan Lillian masih rapet saja, aku merasakan adanya jepitan dari dinding vagina Lillian pada saat rudalku hendak menerobos masuk.
"Lill..., kok masih rapet yahh". Maka dengan sedikit tenaga kuserudukkan saja rudalku itu menerobos liang vaginanya. "Aaggghh", mata Lillian terpejam, sementara bibirnya digigit. Tapi ekspresi yang terpancar adalah ekspresi kepuasan. Aku mulai mendorong-dorongkan penisku dengan gerakan keluar masuk di liang vaginanya. Diiringi erangan dan desahan Lillian setiap aku menyodokkan penisku, melihat itu aku semakin bersemangat dan makin kupercepat gerakan itu. Bisa kurasakan bahwa liang kemaluannya semakin licin oleh pelumas vaginanya.
"Ahh..., ahh", Lillian makin keras teriakannya.
"Ayo Dik..., terus".
"Enakkk..., eeemm..., mm!".
Tubuhnya sekali lagi mengejang, diiringi leguhan panjang, "Uuhh...hh.. ..." "Lill..., boleh di dalam..., yaah", aku perlu bertanya pada dia, mengingat aku bisa saja sewaktu-waktu keluar.
"mm...".
Kaki Lillian kemudian menjepit pinggangku dengan erat, sementara aku semakin mempercepat gerakan sodokan penisku di dalam lubang kemaluannya. Lillian juga menikmati remasan tanganku di buah dadanya.
"Nih..., Lill..., terima yaa".
Dengan satu sodokan keras, aku dorong pinggulku kuat-kuat, sambil kedua tanganku memeluk badan Lillian dengan erat dan penisku terbenam seluruhnya di dalam lubang kemaluannya dan saat bersamaan cairan maniku menyembur keluar dengan deras di dalam lubang vagina Lillian. Badanku tehentak-hentak merasakan kenikmatan orgasme di atas badan Lillian, sementara cairan hangat maniku masih terus memenuhi rongga vagina Lillian, tiba-tiba badan Lillian bergetar dengan hebat dan kedua pahanya menjepit dengan kuat pinggul saya diikuti keluhan panjang keluar dari mulutnya, "…aagghh..., hhm!", saat bersamaan Lillian juga mengalami orgasme dengan dahsyat.
Setelah melewati suatu fase kenikmatan yang hebat, kami berdua terkulai lemas dengan masih berpelukan erat satu sama lain. Dari pancaran sinar mata kami, terlihat suatu perasaan nikmat dan puas akan apa yang baru kami alami. Aku kemudian mencabut senjataku yang masih berlepotan dan mendekatkannya ke muka Lillian. Dengan isyarat agar ia menjilati senjataku hingga bersih. Ia pun menurut. Lidahnya yang hangat menjilati penisku hingga bersih. "Ahh..". Dengan kepuasan yang tiada taranya aku merebahkan diri di samping Lillian.
Kini kami menyaksikan bagaimana Richard sedang mempermainkan Nina, yang terlihat tubuh mungilnya telah lemas tak berdaya dikerjain Richard, yang terlihat masih tetap perkasa saja. Gerakan Richard terlihat mulai sangat kasar, hilang sudah lemah lembut yang pernah dia perlihatkan. Mulai saat ini Richard mengerjai Nina dengan sangat brutal dan kasar. Nina benar-benar dipergunakan sebagai objek seks-nya. Saya sangat takut kalau-kalau Richard menyakiti Nina, tetapi dilihat dari ekspressi muka dan gerakan Nina ternyata tidak terlihat tanda-tanda penolakan dari pihak Nina atas apa yang dilakukan oleh Richard terhadapnya.
Richard mencabut penisnya, kemudian dia duduk di sofa dan menarik Nina berjongkok diantara kedua kakinya, kepala Nina ditariknya ke arah perutnya dan memasukkan penisnya ke dalam mulut Nina sambil memegang belakang kepala Nina, dia membantu kepala Nina bergerak ke depan ke belakang, sehingga penisnya terkocok di dalam mulut Nina. Kelihatan Nina telah lemas dan pasrah, sehingga hanya bisa menuruti apa yang diingini oleh Richard, hal ini dilakukan Richard kurang lebih 5 menit lamanya.
Richard kemudian berdiri dan mengangkat Nina, sambil berdiri Richard memeluk badan Nina erat-erat. Kelihatan tubuh Nina terkulai lemas dalam pelukan Richard yang ketat itu. Tubuh Nina digendong sambil kedua kaki Nina melingkar pada perut Richard dan langsung Richard memasukkan penisnya ke dalam kemaluan Nina. Ini dilakukannya sambil berdiri. Badan Nina terlihat tersentak ke atas ketika penis raksasa Richard menerobos masuk ke dalam lubang kemaluannya dari mulutnya terdengar keluhan, "aagghh!", Nina terlihat seperti anak kecil dalam gendongan Richard. Kaki Nina terlihat merangkul pinggang Richard, sedangkan berat badannya disanggah oleh penis Richard. Richard berusaha memompa sambil berdiri dan sekaligus mencium Nina. Pantat Nina terlihat merekah dan tiba-tiba Richard memasukkan jarinya ke lubang pantat Nina. "Ooooohh!". Mendapat serangan yang demikian serunya dari Richard, badan Nina terlihat menggeliat-geliat dalam gendongan Richard. Suatu pemandangan yang sangat seksi.
Ketika Richard merasa capai, Nina diturunkan dan Richard duduk pada sofa. Nina diangkat dan didudukan pada pangkuannya dengan kedua kaki Nina terkangkang di samping paha Richard dan Richard memasukkan penisnya ke dalam lubang kemaluan Nina dari bawah. Dari ruang sebelah saya bisa melihat penis raksasa Richard memaksa masuk ke dalam lubang kemaluan Nina yang kecil dan ketat itu. Vaginanya menjadi sangat lebar dan penis Richard menyentuh paha Nina. Kedua tangan Richard memegang pinggang Nina dan membantu Nina memompa penis Richard secara teratur, setiap kali penis Richard masuk, terlihat vaginanya ikut masuk ke dalam dan cairan putih terbentuk di pinggir bibir vaginanya. Ketika penisnya keluar, terlihat vaginanya mengembang dan menjepit penis Richard. Mereka melakukan posisi ini cukup lama.
Kemudian Richard mendorong Nina tertelungkup pada sofa dengan pantat Nina agak menungging ke atas dan kedua lututnya bertumpu di lantai. Richard akan bermain doggy style. Ini sebenarnya adalah posisi yang paling disukai oleh Nina. Dari belakang pantat Nina, Richard menempatkan penisnya diantara belahan pantat Nina dan mendorong penisnya masuk ke dalam lubang vagina Nina dari belakang dengan sangat keras dan dalam, semua penisnya amblas ke dalam vagina Nina. Jari jempol tangan kiri Richard dimasukkan ke dalam lubang pantat. Nina setengah berteriak, "aagghh!", badannya meliuk-liuk mendapat serangan Richard yang dahsyat itu. Badan Nina dicoba ditarik ke depan, tapi Richard tidak mau melepaskan, penisnya tetap bersarang dalam lubang kemaluan Nina dan mengikuti arah badan Nina bergerak.
Nina benar-benar dalam keadaan yang sangat nikmat, desahan sudah berubah menjadi erangan dan erangan sudah berubah menjadi teriakan, "Ooooooohhmm. .., aaduhh!". Richard mencapai payudara Nina dan mulai meremas-remasnya. Tak lama kemudian badan Nina bergetar lagi, kedua tangannya mencengkeram dengan kuat pada sofa, dari mulutnya terdengar, "Aahh..., aahh..., ssssshh..., sssssshh!". Nina mencapai orgasme lagi, saat bersamaan Richard mendorong habis pantatnya sehingga pinggulnya menempel ketat pada bongkahan pantat Nina, penisnya terbenam seluruhnya ke dalam kemaluan Nina dari belakang. Sementara badan Nina bergetar-getar dalam orgasmenya, Richard sambil tetap menekan rapat-rapat penisnya ke dalam lubang kemaluan Nina, pinggulnya membuat gerakan-gerakan memutar sehingga penisnya yang berada di dalam lubang vagina Nina ikut berputar-putar mengebor liang vagina Nina sampai ke sudut-sudutnya.
Setelah badan Nina agak tenang, Richard mencabut penisnya dan menjilat vagina Nina dari belakang. Vagina Nina dibersihkan oleh lidah Richard. Kemudian badan Nina dibalikkannya dan direbahkan di sofa. Richard memasukkan penisnya dari atas, sekarang tangan Nina ikut aktif membantu memasukkan penis Richard ke vaginanya. Kaki Nina diangkat dan dilingkarkan ke pinggang Richard. Richard terus menerus memompa vagina Nina. Badan Nina yang langsing tenggelam ditutupi oleh badan Richard, yang terlihat oleh saya hanya pantat dan lubang vagina yang sudah diisi oleh penis Richard. Kadang-kadang terlihat tangan Nina meraba dan meremas pantat Richard, sekali-kali jarinya di masukkan ke dalam lubang pantat Richard. Gerakan pantat Richard bertambah cepat dan ganas memompa dan terlihat penisnya yang besar itu dengan cepat keluar masuk di dalam lubang vagina Nina, tiba-tiba, "Oooooohh... , ooooooohh!", dengan erangan yang cukup keras dan diikuti oleh badannya yang terlonjak-lonjak, Richard menekan habis pantatnya dalam-dalam, mememetin pinggul Nina ke sofa, sehingga penisnya terbenam habis ke dalam lubang kemaluan Nina, pantat Richard terkedut-kedut sementara penisnya menyemprotkan spermanya di dalam vagina Nina, sambil kedua tangannya mendekap badan Nina erat-erat. Dari mulut Nina terdengar suara keluhan, "Ssssssh..., sssssshh..., hhmm...., hhmm!", menyambut semprotan cairan panas di dalam liang vaginanya.
Setelah berpelukan dengan erat selama 5 menit, Richard kemudian merebahkan diri di atas badan Nina yang tergeletak di sofa, tanpa melepaskan penisnya dari vagina Nina. Nina melihat ke saya dan memberikan tanda bahwa yang satu ini sangat nikmat. Aku tidak bisa melihat ekspresi Richard karena terhalang olah tubuh Nina. Yang jelas dari sela-sela selangkangan Nina mengalir cairan mani. Kemudian Ninapun seperti kebiasaan kami membersihkan penis Richard dengan mulutnya, itu membuat Richard mengelinjang keenakan. Malam itu kami pulang menjelang subuh, dengan perasaan yang tidak terlupakan. Kami masih sempat bermain 2 ronde lagi dengan pasangan itu.
Birahi tinggi
Nama saya Eva , 22 tahun. Saya seorang mahasiswi yang sedang kuliah di Coventry, saya mengambil jurusan ilmu sosial. Sekarang saya ingin menceritakan pengalaman pribadi saya, jadi saya tidak lagi menceritakan tentang hasil riset saya bersama 2 teman saya.Tanggal 11 Maret 2001, pukul 15:45 saya terbangun dari tidur siang saya, masih terasa semua badan saya letih dan pegal-pegal semua mungkin akibat dari perjalanan jauh saya tadi malam dari Lecce. Saya lihat sekeliling kamar saya masih berantakan, dan masih terlihat satu vibrator karet di sebelah komputer, majalah-majalah berserakan, baju-baju yang belum saya masukan ke dalam mesin cuci dan beberapa barang yang merusak pemandangan mata.
Sejenak saya berdiam dan berusaha mengumpulkan tenaga untuk bangkit dari tempat tidur, hingga akhirnya terdengar suara bel. Sesungguhnya masih malas sekali saya untuk menerima tamu pada saat itu. Tapi apa boleh buat, saya harus membukakan pintu.
Akhirnya dengan masih menggunakan kaos T-shirt dan celana pendek jeans dan rambut saya yang masih agak kusut sedikit, saya bukakan pintu. Wah, ternyata si Gillian yang datang, tampak ia membawa dua bungkus kantong plastik, entah apa isinya. Seperti biasa, ia langsung masuk ke dalam. Sambil berjalan masuk ia mengatakan bahwa ia baru membeli 2 kaset video blue film dan beberapa makanan ringan serta soft drink. Ia mengatakan pula bahwa ayah dan adiknya akan datang menengoknya tanggal 4 Maret. Ia tampak gembira sekali, masih tampak dengan jelas kelakuan teen. Ia langsung menuju ke dapur, ia buka refrigerator dan ia masukan beberapa kaleng minuman ringan sedangkan makanannya ia taruh di atas meja di dekatnya. Gillian adalah orang Italy, ia berumur 20 tahun dan ia adalah adik kelasku. Ia cantik sekali, badannya yang proposional, ia banyak digandrungi laki-laki di kampus.
Saya tidak peduli apa yang akan ia lakukan lagi setelah itu, sehingga saya memutuskan untuk masuk ke kamar dan berusaha merapikan dan membersihkan kamar saya yang sangat berantakan. Saya taruh barang-barang pada tempat semula saya ambil hingga beberapa kali saya keluar masuk kamar. Saya lihat sepintas Gill sibuk menyalakan video dan ia ingin melihat film yang baru ia beli. Saya vacum, saya lap pada bagian tertentu dan saya semprot sedikit dengan pengharum ruangan, setelah semuanya saya kira sudah cukup, saya mandi.
Cukup lama juga saya di dalam kamar mandi, saya ingin melepaskan semua rasa lelah saya yang masih tersisa. Saya berendam dengan air hangat, sambil mendengarkan musik dari radio dengan walkman.
Setelah selesai, saya berpakaian, dan saya tidak mendengar ada tanda-tanda kehidupan dari Gill, saya penasaran apa gerangan yang ia lakukan?
Oh My Godness, rasanya saya tidak percaya dengan apa yang saya lihat. Gillian sedang menonton blue film sambil mengemil makanan kecil dan tampak sedikit berantakan. Ia tampak serius sekali melihat filmnya. Saya duduk di sebelahnya, dan menghadap ke TV, tampak di layar TV, satu perempuan sedang disetubuhi dengan 3 laki-laki. Kelihatannya Gill mengikuti dengan serius, ia tidak menggubris saya.
"Agh, blue film.. rasanya bosan sekali saya melihat blue film, adegan yang dipertontonkan hanya itu-itu saja, yang berubah hanyalah pemainnya saja. Huh..." pikir saya dalam hati melihat pertunjukan di TV. Akhirnya saya putuskan untuk tetap duduk dan posisi saya sedikit agak turun sehingga pangkuan pada tubuh saya hanyalah kedua siku dan pantat serta kepala bagian belakang saja. Karena saya tidak berminat apa-apa terhadap yang ada di TV, saya menerawang ke atas, saya memikirkan keluarga saya di Jakarta, saya jadi memikirkan mama, adik dan saudara-saudara. "Sedang apa ya mereka sekarang?" tanyaku dalam hati. Saya pun ingat pada beberapa kejadian dan kenangan manis dengan pacar saya William. Rasanya lama saya berkhayal sedangkan Gill tetap sibuk dengan kegiatannya. Hingga akhirnya, ia membuka pembicaraan yang sempat membuat saya kaget.
"Ev, apa kamu lihat begitu hebatnya pria Greek itu, dia begitu jantan sekali... Ooh, saya menjadi terangsang sekali.." katanya sedikit menggebu.
"Mmm... bolehkah saya masturbate di sini? Ev? Saya benar-benar ingin berfantasi berhubungan dengan keparat Greek itu.." tanyanya sedikit terbata-bata takut saya menolak dan mohon kepada saya untuk membolehkannya.
Saya diam sejenak, saya lihat ke arahnya, dan ia menengokku juga. Tampak sekali bahwa ia sudah benar-benar terangsang akibat dari apa yang telah ia lihat. Raut wajahnya terlihat merah padam seakan menyatakan akan gairah seksnya yang terpendam. Saya tersenyum padanya, saya benar-benar tersenyum melihat kelakuannya dan bahasa tubuhnya.
Tanpa menjawab pertanyaan sekaligus permintaannya, saya beranjak dari tempat duduk, saya bangkit dan menuju ke dalam kamar. Dalam perjalanan, Gill mengatakan pada saya sambil melihat saya ingin tahu ke mana saya pergi, ia mengatakan dengan memelas, "Saya benar-benar terangsang, Ev..."
Saya mengambil satu vibrator saya yang dapat bergetar dan bergerak naik turun kira-kira panjangnya 8 inches, dan saya keluar dari kamar, sambil membawa vibrator di tangan. Saya melihat wajah Gill begitu senang, ia tampak tersenyum. Manis sekali senyumannya. Saya serahkan vibrator saya pada dia sambil mengatakan, "Gill, kalau kamu mau masturbate, gunakan ini, ini akan sangat membantumu..." Setelah menyerahkan pada Gill, saya pergi ke dapur, saya mencari-cari makanan dan membuat 2 gelas teh. Saya benar-benar merasa lapar sekali. Saya ingat-ingat, terakhir saya makan adalah tadi pagi sekitar jam 04:30.
Saya membuat mie instan 2 bungkus sambil menunggu matang, saya intip Gillian dari kaca jendela. Astaga! Dia sudah masturbate! sedangkan pertunjukan yang ada di TV sudah berubah, tampak di layar TV seorang laki-laki yang sedang dikerjai oleh dua wanita, penisnya dihisap, sedangkan yang satunya lagi sedang menikmati setiap hisapan, jilatan laki-laki tersebut pada vaginanya. Tampak Gill sedang mengeluar-masukan vibrate milik saya, walaupun kurang jelas sebab ia duduk membelakangi saya.
Sekali lagi, saya tidak peduli dengan apa yang sedang saya lihat, saya tetap melanjutkan kegiatan saya memasak mie instant dan memakannya sendirian. Beberapa kali terdengar lengkuhan dan desahan Gill, rasanya ia menikmati apa yang sedang ia lakukan. Saya tetap makan dan menghabiskannya.
Setelah selesai, dan mencuci piring kotor serta membersihkan beberapa bagian yang kotor, saya kembali kepada Gillian. Pelan-pelan saya berjalan mendekatinya, hingga akhirnya saya berdiri beberapa meter di belakangnya. Saya dapat melihat dengan jelas apa yang dia lakukan, saya pun dapat melihat dengan jelas bibir vagina serta payudaranya yang bulat dan putih. Ia hanya menurunkan celana dalamnya hingga lututnya dan ia merenggangkan sedikit kedua pahanya. Ia sibuk mengeluar-masukan vibrate dengan frekwensi bervariasi, kadang pelan dan halus, namun kadang juga cepat dan sedikit kasar. Sedangkan tangan kanannya mengusap-usap bibir vaginanya bagian atas sesekali meremas payudaranya sendiri bergantian.
Wow, pemandangan yang sangat mengasyikan buat semua laki-laki tentunya. Namun saya sungguh tidak terangsang dengan apa yang saya lihat atas Gill sebab saya masih normal, saya hanya suka pada kaum pria. Memang saya akui bahwa saya sedikit terangsang tapi itu bukan karena melihat tubuh Gill, melainkan terangsang karena apa yang saya lihat dari apa yang ditayangkan di TV. Terlihat di layar TV, seorang perempuan memompa penis yang berada di dalam vaginanya sedangkan wanita yang lain, sedang berusaha menjilati penis yang sedang keluar masuk di dalam vagina temannya. Wow, fantastic!
Hingga akhirnya saya tidak tahan, saya raba sedikit kemaluan saya dari balik celana pendek saya. Beberapa kali saya melakukan rangsangan pada diri saya sendiri. Rasanya dengan posisi berdiri kurang nyaman, akhirnya saya putuskan untuk duduk di sofa dekat Gill. Ketika saya datang, rupanya Gill sedikit kaget, tampak dari tubuhnya yang sedikit tersentak melihat kehadiran saya.
Dia benar-benar tidak menduga, dan yang membuat saya ingin tertawa adalah pada saat itu pula ia orgasme, jelas sekali ia bergetar, dan mengeluarkan vibrate dari dalam vaginanya dan sambil merapikan posisi duduknya. Ia tampak nervous, sungkan, malu, entah apalagi. Sambil merapikan duduknya, ia agak berdiri dan berusaha merapikan pakaiannya terutama celana dalam yang berada di bawah dengkulnya pada saat ia berdiri.
Melihat sikap yang gelagapan yang dilakukan oleh Gill, mata saya melihat ada beberapa tetes lendir dari dalam vaginanya yang jatuh di karpet. Sepertinya ia tahu apa yang saya lihat, ia buru-buru menunduk berusaha untuk membersihkannya, namun dengan cepat saya katakan padanya sambil mendekatinya dan menepuk-nepuk pundak kirinya, "It's ok.. it's ok.. I can feel what's your feel.. it's ok... I'll not angry.."
Setelah itu saya masuk ke dalam kamar, saya mengulang kembali kejadian yang baru terjadi beberapa menit yang lalu sambil tersenyum sendirian. Pada saat saya membayangkan yang baru saja terjadi, terlintas dalam pikiranku bahwa saya ingin membeli roti di mini market dekat flat saya untuk sarapan besok sebelum saya berangkat ke kampus. Saya langsung meloncat dari tempat duduk lalu berdiri dan keluar dari kamar. Saya lihat di jam dinding menunjukan pukul 16:20, saya teringat bahwa Raymond dan Middleton teman saya ingin datang ke sini untuk mengerjakan tugas untuk besok. Mereka mengatakan bahwa mereka akan datang jam 17:00. Wah, saya benar-benar bingung mengingat waktu yang mungkin tidak cukup.
Akhirnya dengan sedikit terburu-buru, saya ambil sweater, jam tangan dan berganti celana panjang. Saya berlari kecil keluar kamar. Sambil berlalu, saya katakan pada Gill bahwa nanti andai ada Ray dan Middlenton datang, bukakan pintu, katakan pada mereka saya sedang keluar beli roti di blok 12. Belum terdengar jawaban dari Gill, saya langsung menutup pintu.
Akhirnya saya dapat berbelanja keperluan saya secepat mungkin dan saya kembali lagi ke flat. Sesampainya di depan pintu, saya lihat jam tangan saya menunjukan pukul 16:50. Ugh, lega rasanya, dan sepertinya masih ada waktu 10 menit lagi untuk mandi sebelum mereka datang. Setelah membuka pintu, saya kaget melihat bahwa ternyata Raymond dan Middleton sudah ada di dalam. Tampak Raymond dan Gillian sedang menonton TV yang acaranya sepak bola sedangkan Middleton sedang berusaha membuka sebuah botol wine dengan wine opener.
Setelah saya tanyakan kapan mereka tiba dan sedikit berbasa-basi, saya menghampiri Raymond dan membisikan dari belakang padanya tentang Gillian, sambil tetap membawa beberapa bungkus plastik belanjaan saya. Raymond rupanya tersentak, ia langsung menoleh pada saya dan menanyakan sekali lagi, untuk meyakinkannya dan saya jawab dengan anggukan saja dan ia pun tersenyum.
Saya pun menaruh barang-barang belanjaan saya, lalu saya pamit untuk mandi sebentar. Entah dari mana asalnya, pada saat saya mandi, terlintas kembali adegan film yang saya lihat sebelum saya pergi belanja. Saya begitu terangsang sekali hingga tanpa saya sadari saya menyabuni tubuh saya dengan lembut dan tangan saya melakukan hal-hal yang merangsang diri sendiri. Saya sentuh dengan lembut klitoris saya, saya remas dengan lembut payudara dan sesekali pula saya masukan satu atau dua jari tangan saya ke dalam vagina saya. Entah berapa lama saya melakukan itu, hingga akhirnya saya orgasme. Setelah itu saya mencuci vagina saya dan saya sabuni seluruh tubuh saya sekali lagi, terlintas dalam pikiranku, bahwa setelah ini saya akan Online di internet, saya akan menonton video XXX melalui internet.
Seperti niat saya di dalam kamar mandi, setelah saya berpakaian, saya nyalakan komputer untuk masuk dalam dunia cyber. Sambil menunggu connect, saya keluar sebentar untuk mengambil segelas air putih sambil ingin melihat apa yang sedang terjadi dengan teman-teman saya. Saya lihat, Middleton sedang menikmati wine-nya sambil ikut menyaksikan apa yang ditayangkan pada TV. Sekejap saya lihat apa yang ada di TV. "Ooo.. ternyata blue film lagi... wah, ini pasti idenya Raymond, tapi apa idenya Gill?" tanyaku dalam hati. Saya lihat Raymond dan Gillian sedang duduk dan serius memperhatikan film yang ada. Mereka kelihatan tegang sekali, bisa saya lihat dari raut wajah mereka berdua sedangkan Middleton tampak lebih santai sebab ia sambil menikmati wine yang ada di hadapannya. Saya tersenyum kecut melihat ini.
Setelah saya ambil satu botol air putih dan satu gelas kosong, saya kembali ke kamar saya sambil tetap melirik kelakuan teman-teman saya, saya kembali tersenyum dan saya lihat Middleton sedang meneguk wine-nya.
Saya lihat bahwa komputer saya sudah siap, dengan cepat saya connect, sambil menunggu permintaan saya untuk dapat menonton blue film di situs Swedenteen, saya check e-mail, siapa tahu ada kabar dari William atau dari keluarga saya, saya pun ingin memberi kabar pada mereka (termasuk William) bahwa mungkin pada akhir bulan Maret, saya akan pulang ke Indonesia, saya katakan bahwa saya libur 1 bulan (walaupun sebenarnya hanya kira-kira 2 minggu), saya sampaikan pula salam kangen dan salam sayang buat mereka dan pesan agar mereka menelepon saya sebab saya kangen dengan mereka.
Setelah gono-gini, akhirnya saya dapat menonton blue film, dan saya pilih orgy diantara banyak pilihan yang lainnya. Adegan demi adegan saya tonton dengan serius hingga akhirnya saya pun merangsang diri saya, saya raba dengan lembut vagina saya naik turun dari luar celana ketat saya, nampaknya sudah agak lembab oleh beberapa lendir yang keluar. Saya buka bra dan saya lempar ke tempat tidur, lalu saya remas dan berusaha menghisap sendiri payudara saya yang berukuran 34, saya mainkan puting saya, saya pilin dengan pelan-pelan dan lembut.
"Uuuh.. ahhh.." saya mendesah karena nikmat yang saya lakukan sendiri. Saya membayangkan bersetubuh dengan pria, saya bayangkan ada sebuah penis yang dapat saya kulum atau masukan ke dalam vagina saya seperti tampak pada monitor komputer. Beberapa kali saya mendesah pelan.
Tiba-tiba terdengar 2 kali pintu kamar diketuk dan langsung dibuka begitu saja tanpa menunggu jawaban dari saya, saya sungguh kaget. Terlihat Middleton muncul di balik pintu, sebelum ia mengatakan sesuatu, saya tanyakan padanya di mana Raymond dan Gillian. "Mereka telah memulai bersenggama, Ev.." jawabnya. Setelah mendengar jawabannya itu, saya dapat menyimpulkan apa maksudnya apalagi saya lihat di balik celana pendek Hawaii-nya terlihat penisnya menegang, entah itu gara-gara film atau gara-gara Raymond dan Gill. Saya tersenyum kecil. Sambil mengangkat tangan kanan saya dan menandakan supaya ia mendekat, ia pun mendekati saya yang masih duduk di depan komputer sedangkan di layar monitor tetap menampilkan blue film orgy. Setelah dekat, Middleton melirik ke layar monitor sedangkan tangan kanan saya, berusaha menjamah penisnya dari luar celana pendeknya.
Agh, akhirnya saya dapat memegang penisnya itu, dan Middleton tetap melihat pada layar monitor. Saya usap-usap sebentar dari luar penisnya sebelum saya turunkan celana pendek itu. Wow, ternyata dia sudah terangsang sekali, terlihat dari ukuran penisnya yang sudah keras dan besar. Saya turunkan sedikit celana pendeknya hingga tampak penisnya yang sudah tegang dan naik ke atas seolah-olah mengacung-acung. Saya remas dan saya kocok pada batang penisnya diiringi dengan mendekatkan kepala saya pada penisnya. Saya julurkan lidah saya pelan-pelan hingga mengenai ujung penis Middleton, saya kulum dengan begitu lembut dan saya berusaha menghayati atas setiap kuluman saya sendiri. Saya turunkan arah jilatan lidah saya pelan-pelan hingga melewati batang penis lalu pangkal penis sehingga saya dapat menikmati dua buah bola yang menggantung di bawah penis. Saya hisap dengan lembut satu demi satu bergantian. Saya lirik mimik Middleton. Aghh, rasanya ia pun menikmatinya, ia memejamkan matanya, ia mendesah dengan pelan. Ia pegang bagian belakang kepala saya dengan tangan kirinya seakan ingin mendorongkan kepala saya hingga saya dapat mengulum penisnya.
Saya mengarahkan lidah saya ke atas lagi setelah puas dengan dua buah bolanya, saya julurkan lidah saya hingga menyapu semua daerah yang dilalui oleh lidah saya hingga kembali lagi ke ujung penis, saya mainkan sebentar lidah saya di lubang penis, saya jilat lubang itu dengan tidak teratur ke kiri dan ke kanan sehingga kepala saya pun bergerak-gerak, tubuh Middleton bergetar atas kenikmatan yang ia rasakan.
Saya mulai mengulum penisnya sedangkan tangan kanan saya menaik-turunkan kulit pada batang penisnya. Ingin rasanya saya lumat dan masukan semua ke dalam mulut saya namun saya tidak mampu menelan semua itu, penisnya yang berurat dan begitu besar, hampir sama dengan vibrator yang saya miliki.
Ketika saya sedang menikmati setiap kuluman saya pada penis Middleton, tangan kanan dan kirinya memegang kepala saya lagi, gerakannya memaju-mundurkan kepala saya. Untung ia melakukan itu tidak lama sebab saya sudah merasa tidak dapat bernafas oleh tertutupnya semua rongga mulut saya dengan penisnya yang sesekali terdengar suara dari dalam mulut saya. Sebentar saya keluarkan penis itu dalam mulut saya dan saya menarik nafas beberapa kali dengan posisi tangan Middleton tetap pada belakang kepala saya. Ia cengkeram lebih kuat sedikit dan berusaha untuk mengangkat kepala saya. Sambil mengikuti arah tangannya pada kepala saya, tangan kiri saya memegang penisnya. Setelah wajah saya mendekat, dilumatnya bibir saya dan dimasukan lidahnya dalam mulut saya, ia mencari lidah saya, ia gigit kecil bibir bagian bawah sedangkan saya mengikuti alurnya dan tanga kiri saya tetap mengocok-kocok batang penis. Namun semua itu tidak lama, setelah kira-kira saya dapat melarikan diri dari ciumannya, saya kembali ke bawah, saya lepas lumatannya. Kembali saya kulum dengan penuh nafsu penis yang ada di hadapan saya. Saya hisap dalam-dalam semampu saya dan saya mainkan lidah saya sebentar di ujung penisnya.
"Aghhh..." desahnya. Saya tidak peduli dengan kenikmatannya, saya lanjutkan kuluman saya, saya tetap jilat setiap milimeter bagian penisnya hingga terasa ada rasa asin sedikit. Tanpa dikomando, saya berdiri dan mendekatkan wajah saya pada wajahnya, dilumatnya seisi mulut saya olehnya. Saya pegang penisnya dengan tangan kanan sambil sesekali mengocoknya sedangkan tangan kiri, saya gunakan untuk meremas beberapa kali pantatnya sambil meraba dengan halus.
"Ev, gantian saya duduk ya?!" katanya kemudian, dan ia pun duduk di depan komputer di mana saya duduki sebelumnya. Ia dorong sedikit ke belakang hingga kakinya sekarang dapat menjulur ke bawah. Tampak penisnya tegak berdiri mengarah ke atas dan bergerak ke kiri dan kanan sesuai dengan gerakan tubuhnya. Sambil mencari posisi yang nyaman, saya melepaskan seluruh pakaian saya mulai dari celana hingga bra saya. Ia langsung memegang vagina saya dengan tangan kanannya, ia mainkan bagian atas vagina saya dengan jempolnya. Ia gesek-gesekan dengan lembut. Ugh, enak sekali rasanya.
Karena saya pun sudah terangsang sekali, saya tidak memberi kesempatan pada Middleton untuk menimati vagina saya. Lalu saya bergerak melangkahi tubuh Middleton dengan arah menghadap ke layar komputer. Setelah saya rasa sudah pas, sambil tetap memegang penisnya dengan tangan kanan saya, perlahan saya turunkan tubuh saya perlahan-lahan hingga akhirnya ujung vagina saya menyentuh ujung penisnya. Perlahan saya turunkan, dan berusaha mendesakan penisnya agar dapat masuk ke dalam vagina saya dengan pantat. Terasa sudah mulai masuk pada bagian ujungnya, namun saya tetap berusaha untuk mendesakan lagi, saya turunkan perlahan-lahan tubuh saya. Dan akhirnya entah sudah berapa centi yang masuk dalam vagina saya, saya rasakan getaran pada tubuh saya sendiri. Saya tahan sebentar untuk menikmatinya lalu berusaha lagi untuk menurunkan tubuh saya. Oh nikmat sekali rasanya pada saat penis itu masuk lebih ke dalam, menusuk ke dalam di vagina saya. "Aghhh... sssttt.." desah saya menikmatinya.
Setelah dengan sedikit usaha saya tadi, akhirnya penis itu menyelinap masuk dan vagina saya menjepit dengan kencang dan Middleton memegang kedua belah pinggul saya dengan kedua tangannya. Sulit diungkapkan dengan kata-kata tentang apa yang saya rasakan pada saat penis Middleton menyelip diantara kedua buah bibir vagina saya.
Pelan-pelan saya mulai menaik-turunkan tubuh saya dan tangan saya bertumpu pada meja komputer. Saya kerahkan segenap kemampuan saya untuk bertahan, saya coba mengatur nafas yang terengah-engah. Kenikmatan yang saya rasakan membuat saya merasa tidak dapat bergoyang dengan cepat, dibantu dengan tangannya yang memegang erat pinggul saya, akhirnya saya dapat bergerak lebih cepat. Sesekali saya melihat vagina saya yang sedang naik turun, tampak sekali salah satu bagian vagina saya seolah-olah ingin ikut keluar pada saat saya menaikan tubuh saya. "Ooohh..." desahku beberapa kali menahan nikmat.
Setelah saya merasa terbiasa dengan penis Middleton yang cukup besar itu, saya mulai dapat menggoyangkan pinggul saya ke kiri dan ke kanan. Makin cepat saya menggerakan tubuh saya, semakin nikmat rasanya, dan akhirnya saya pun tidak dapat menahan puncak birahi saya. Pada saat saya ingin orgasme, saya tekan seluruh tubuh saya kuat-kuat ke bawah sehingga penisnya masuk ke dalam seluruhnya.
"Aagghhh..." saya tidak dapat menahan getaran pada tubuh saya pada saat saya menyemprotkan lendir dari dalam dan getaran pada vagina saya. Dan saya berdiam sebentar untuk menikmati setiap semprotan dari dalam tubuh saya. Saya lihat lagi sepintas ke bawah dan penisnya masih dengan kerasnya tetap berapa di dalam vagina saya.
Kembali saya gerakan tubuh saya naik turun, walaupun tidak seperti sebelumnya, saya coba untuk mengocok penisnya di dalam vagina saya. Semakin cepat gerakan saya, semakin keras desahan Middleton. Rasanya saya dihipnotis oleh kenikmatan yang saya rasakan. Middleton kembali memacu tubuh saya dengan tetap memegang pinggul saya dan sesekali meremas payudara saya yang bergerak naik turun tidak beraturan, ia pilin puting saya, ia remas sebelah kiri dan pindah ke sebelah kanan.
Ditengah-tengah gerakan saya naik turun dan sesekali menggoyangkan pingul ke kiri dan ke kanan, saya sadar dengan diri saya, saya menyadari apa yang sedang saya lakukan namun saya tetap melanjutkan gerakan saya. Entah setan dari mana, akhirnya saya memutuskan untuk mengubah posisi saya, pada saat yang saya pikir tepat, saya pegang penisnya dan saya berbalik. Sehingga sekarang saya dapat melihat wajah Middleton. Saya kecup bibirnya dan saya lumat lidahnya beberapa waktu, saya arahkan kembali penisnya untuk masuk ke dalam vagina saya. Kembali lagi seperti yang saya lakukan sebelumnya, saya lakukan perlahan untuk memasukan penis itu.
Sekali lagi saya merasakan kenikmatan yang sungguh menyenangkan pada saat penis itu mulai masuk ke dalam vagina saya. "Eessstt..." desah saya sambil memejamkan mata.
Kembali saya genjot tubuh saya naik turun, saya gerakan pula pinggul saya hingga terlihat Middleton mendesah dan sesekali menjulurkan lidahnya. Tangan Middleton yang sebelumnya memegang pinggul saya, sekarang meremas-remas kedua payudara saya dengan sesekali memilin puting saya yang sudah keras. Ia pegang payudara yang bergerak naik turun dengan liarnya hingga sekarang payudara saya hanya 'dapat berdiam diri' pada tempatnya saja.
Entah berapa lama saya melakukan ini dan menikmati setiap kenikmatan dari setiap gerakan saya, hingga akhirnya Middleton mempercepat gerakan dan menarik kepalaku untuk mendekat pada wajahnya. Ia cium dan lumat bibir saya, ia mainkan lidahnya dalam mulut saya sambil melingkarkan kedua tangannya pada punggung saya.
Rasanya cukup lama juga kami berciuman dan melumat satu sama lain dan ia melepaskannya dan mengatakan pada saya bahwa ia sudah ingin klimaks. Semakin cepat gerakan tubuhnya menaik-turunkan pantat saya agar semakin cepat pula penisnya dikocok oleh vagina saya. Sambil mengikuti gerakannya, akhirnya saya putuskan untuk menghentikannya dan saya ingin mengulum penisnya agar saya dapat menikmati spermanya nanti. Benar saja, dalam hitungan detik, setelah saya cepat-cepat melepaskan penis itu dari dalam vagina saya, ia mengeluarkan sperma. Kira-kira dua atau tiga semburan pertamanya sempat mengenai rambut dan pipi saya namun cepat-cepat saya membuka mulut dan saya berusaha mengulum penisnya sehingga spermanya itu masuk ke dalam mulut saya.
Ugh, nikmat sekali, semburan spermanya sempat mengenai langit-langit dalam mulut saya, setelah kira-kira sudah habis, sebagian yang ada di dalam mulut, saya keluarkan dan sisanya saya telan. Setelah itu, saya jilat-jilat pada ujung penisnya itu, beberapa kali tubuh Middleton bergetar. Saya kulum lagi penisnya dan saya hisap lalu saya diamkan beberapa waktu di dalam mulut sambil memainkan lidah saya di dalam.
Uh, saya raba dengan telapak tangan kanan saya ke atas mulai dari pinggul hingga mengenai puting susunya dan mengenai bulu dadanya, sedangkan tangan kiri saya tetap memegang dan menggenggam penis yang masih di dalam mulut. Beberapa kali saya melakukan kuluman dan jilatan pada bagian ujung penis. Lalu saya bergerak ke atas perlahan, saya cium dan lumat bibirnya, mungkin masih tersisa rasa spermanya sendiri, terlihat dari beberapa kali ia berusaha menghindar dari ciuman saya namun saya tetap berusaha melumat bibirnya, saya julurkan lidah saya, saya jilati daerah luar bibirnya.
Akhirnya saya memeluk erat tubuh Middleton, saya peluk semampu saya sebab tubuhnya lebih besar dari saya. Saya letakan kepala saya dan menghadap ke kiri pada dadanya yang bidang. Oh My Godness, saya lihat Raymond dan Gill sedang berdiri di depan pintu, mereka melihat saya, rupanya mereka melihat beberapa adegan yang telah saya lakukan. Buru-buru saya bangkit dan saya mengambil pakaian saya dan saya hampiri mereka. Saya tanyakan bagaimana dengan seks mereka, dan saya berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh saya, sedangkan Midlleton bangkit lalu berpakaian, rupanya ia tidak peduli dengan kehadiran Ray dan Gill.
Sebelum saya memasuki kamar mandi, sepintas saya lihat bahwa Gill dan Ray sedang duduk di sisi luar ranjang saya sedangkan Middleton sibuk berpakaian.
Dari les ke cintanya Gita
Namaku Nova,l mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta di Malang. Kisah ini kualami saat aku bertemu dengan seorang gadis yang bernama Gita. Gita adalah seorang gadis pelajar sebuah SMU di kota Malang. Perkenalan kami berawal disaat aku mengantar adikku di pesta ulang tahun temannya. Wajah yang cantik pikirku saat aku mulai bertatapan mata dengan dia. Entah bagaimana, lanjutnya hingga seminggu setelah perkenalan kami peristiwa 'nikmat' ini terjadi.Saat itu cuaca kota Malang sedang mendung, sekitar pukul 16.40 aku menerima telepon dari Gita, bahwa dia akan datang ke rumah kontrakanku untuk belajar Fisika bersama. Kira-kira pukul 18.00 bel pintu rumahku mengalun, segera kubuka pintunya dan betapa aku sangat terpesona melihat pemandangan indah yang kini ada di hadapanku.
"Gita.., e.. e... si.. silakan masuk..!" kataku dengan agak terpatah-patah.
"E.., Rina ada Mas..?" tanyanya sambil pandangannya melihat ke dalam rumah.
Saat itu memang Rina adikku sedang pergi ke rumah tante yang tidak jauh dari jalur rumah kontrakanku. Tidak lama kemudian kami duduk di sofa ruang tamu sambil mengerjakan tugas Fisika yang diberikan gurunya siang tadi.
"Ada PR apa..?" tanyaku.
"Ini lho Mas... diberi tugas untuk ngerjakan bab tentang Thermodinamika. Padahal aku paling sebel deh kalo belajar fisika," ungkapnya dengan nada agak sewot.
"Ya udah... nggak pa-pa, entar kalo Mas bisa Mas bantuin ya..?"
Segera aku mengambil posisi duduk melantai di antara meja dan sofa. Gita pun segera mengeluarkan buku yang sejak tadi bernaung di dalam tas warna hijau muda yang dibawanya. Akhirnya aku pun ikut bermain dalam soal-soal yang dia kerjakan. Sesekali saat aku menjelaskan tentang jawaban itu, pandangannya kurasakan kosong menuju wajahku. Dan terkadang tanpa sengaja, siku tanganku menyentuh dua buah tonjolan yang ada di bagian dadanya.
"Sebentar.., Mas buatin minum dulu ya..?" kataku sambil beranjak dari sampingnya.
Tidak berapa lama kemudian aku kembali sambil membawa dua buah gelas minuman.
"Rina... kok belum datang juga sich Mas..?" ungkapnya manja.
"Tunggu aja... entar lagi dia pulang." jawabku.
"Oh ya.., gimana PR-nya, udah beres atau... masih ada lagi yang harus dikerjakan..?" kataku sambil kembali aku duduk di posisi semula.
"Kayaknya.. udah." jawabnya sambil membuka lembaran buku tugasnya.
Waktu terus berjalan... dan kulihat saat itu sudah pukul 19.25 WIB. Saat itulah aku mulai merasakan ada getar-getar nafsu yang kian menggelora di dalam benakku. Saat itulah aku mulai berani mengungkapkan kata-kata rayuan yang membuatnya tersipu. Entah berawal dari mana hal ini terjadi. Kupegang lengan tangannya.., dia mulai memandangku dengan penuh rasa malu. Namun tidak kuhentikan aksiku disini, malahan aku semakin berani untuk membenamkan bibirku ke bibirnya yang mungil dan merah basah itu.
Sepintas aku melihat dia memejamkan matanya dengan sayup, dan membalas kecupan bibirku dengan lembutnya. Tanganku mulai menjelajah di bagian-bagian sensitifnya. Kuselipkan tanganku di bagian kancing bajunya, aku semakin bernafsu saat aku menyentuh dan meremas bagian payudaranya yang kenyal dan padat berisi itu.
Segera aku merayap turun menciumi bagian lehernya, dan... "Ouhgf..!" terdengar lirih desah nafasnya yang membuat nafsuku semakin menggejolak.
Tiba-tiba.., "Kring.., kring..," kami sempat terkejut mendengar suara telepon itu.
Segera aku berdiri untuk menerima telepon tersebut.
"Halo..?" terdengar suara disana yang aku hafal betul, itu suara Rina.
"Mas... sorry, aku nggak pulang malam ini. Aku bobok di rumah Tante Mira. Oh ya.., kalau Gita datang, bilangin bukunya ada di alamari bacaku. Udah dulu ya.., daaag..," katanya tanpa memberi aku kesempatan untuk menjawab.
Dengan agak kesal kuletakkan gagang telepon di tempatnya.
"Telpon dari siapa Mas..?" kutangkap suara itu dari hadapanku berdiri.
"Oh.., ini dari Rina. Dia nggak pulang malam ini..," kataku.
"Jadi Rina nggak pulang..? Kalo gitu saya pulang dulu ya Mas..!" katanya sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tasnya.
"Eit.., mau kemana..?" tanyaku sambil aku mendekatinya.
"Gita.., malam ini kamu tidur di sini aja. Besok pagi aku anterin pulang deh..," kataku.
"Tapi..." jawabnya.
Tanpa basa basi aku ambil gagang telepon dan segera kutelepon rumahnya, dan kusampaikan pada orang tuanya hal tersebut. Segera aku menutup semua pintu rumah, dan membimbingnya masuk ke dalam kamarku. Di sana kami melanjutkan percumbuan yang sejak tadi tidak dapat kutahan.
Kurebahkan tubuhnya di atas tempat tidurku.., dan.., "Mas..." kudengar lirih suaranya mengharap padaku untuk meneruskan ciuman yang saat itu kuhujamkan ke bagian sela-sela leher dan dagunya.
Aroma tubuh yang menggejolak membuatku semakin panas. Tanganku meraih lipatan kain yang menutupi bagian dadanya, kusibakkan kain tersebut dan kini.. aku melihat dengan jelas dua buah bukit yang padat berisi dengan lembah sekelilingnya berwarna putih.., bersih dan, oh... sangat menggairahkan.
Entah apa yang dia rasakan.., tiba-tiba ada sesuatu yang menyentuh di bagian depan celanaku, dan ternyata jemari tangannya yang lentik telah mulai menyentuh permukaan penisku yang sejak tadi menegang.
"Aku mau... menemani kamu malam ini... tapi, kumohon jangan kau renggut kesucianku sayang.." terdengar pintanya di sela-sela gelora nafsuku yang semakin menjadi.
Aku semakin tidak perduli dengan apa yang dia katakan. Dan tanpa pikir panjang lagi, kulepaskan gaun yang menutupi bagian perutnya ke bawah. Wow.., sungguh pesona yang menajubkan, kulihat CD-nya yang berwarna jingga terasa membias dan menambah semakin tinggi hasratku untuk... eghghgh. Kutarik CD-nya hingga sempurnalah kini tubuhnya untuk telanjang bulat.
Betapa tidak aku terangsang, tubuh yang putih mulus dan sangat beautiful itu kini tergeletak di hadapanku tanpa sehelai benang. Aku hanya melihat dia memejamkan matanya sambil terdengar isak tangis kecil yang semakin menambah indah malam itu. Seperti terhipnotis.., dia hanya diam saat aku menjilati bagian vaginanya. Aroma khas vagina yang selama ini selalu kudambakan kini telah menyelubungi semua hidungku. Lidahku semakin berani untuk mejulur masuk ke sela-sela liang itu. Tidak lama kemudian kurasakan vagina itu basah oleh cairan yang keluar dari liang itu.
Dan kudengarkan, "Eeefsstt.., Mass... oughf..!" desisan nafsu dari seorang gadis SMU.
Segera kuatur posisi '69' agar aku pun merasakan hal yang sama. Kira-kira 15 menit kulakukan itu. Kini tibalah untuk penisku yang tegang dari tadi, kini mulai menyentuh bibir luar vagina Gita yang sudah cukup basah dengan cairan. Kuselipkan pelan... pelan... masuk ke dalam dan sedikit demi sedikit kurasakan cengkraman otot-otot vaginanya.
Sementara itu ... aku dengarkan lirih ... suara Gita menahan sakit karena tekanan penisku kedalam liang vaginanya. Sesaat kemudian aku benar-benar telah menembus "gawang" keperawanan Gita sambil teriring suara jeritan kecil "Oooooohhhhgfg..... sa....kiiiit....Masssss....", aku pun semakin cepat untuk mengayunkan pinggulku maju mundur ... demi tercapainya kepuasan ....Kira-kira 10 menit aku melakukan gerakan itu. Tiba-tiba aku merasakan denyutan yang semakin keras untuk menarik penisku lebih dalam lagi, dan.. "Terus.., Mas.., terus.. kan..! Ayo.., teruskan... sedikit lagi.., ayo..!" kudengar pintanya sambil mengikuti gerakan pinggulku yang semakin menjadi.
Dan tidak lama kemudian badan kami berdua menegang sesaat, lalu.., "Seerr..!" terasa spermaku mencair dan keluar memenuhi vagina Gita, kami pun lemas dengan keringat yang semakin membasah di badan.
Tante keysha yang hot
ini pengalamn kisah nyata gue...sampe sekarang gue masih sering teringat ma tante yang sangat baik bagi gue dia benrnama tante keysha. Gue pertama kenal dia di dunia chating,setiap hari selama 1 minggu gue sering chating ma dia dan belum bertatap mu tapi gue dah liat FS nya. Dia begitu cantik dan sexy,apalagi di pick nya dia memperlihatkan dada nya yang indah dan besar bgt.Makanya gue semangat chating ma dia,walaupun gue selalu menghabis kan uang saku gue buat chating ma tante tersayang. Dan setelah 1 minggu kami berjanji akan ketemu di suatu restorant di daerah kota medan. Saat saya menunggu dia jantung saya nggak menentu,saya gugup bgt dan ini pertama kali gue ketemu ma tante2 yang bener sexy. Dan tiba2 ada yang memangil saya Andre ya...dan saya membalik, Wow mata saya hampir mau copot melihat wanita yang bener2 canti dan sexy berada di depan saya.saat itu dia memakai baju tanktop berwarna putih dan belahan dadanya sangat kelihatan bawahan nya memakai rok mini yang bener2 mini. setelah satu jam kami bertukar cerita, si tante ngajak jalan...saat itu kami nggak tau tujuan. Tapi kami jalanin aja kota medan sambil becanda di dalam mobil...tanpa kami sadari kami udah berada di brastagi di daerah kota medan. Hmmm sitante sempat kaget...koq kita ke sini ndre. aku
bingung mau jawab apa? trs tante bilang, ya udah deh kita nginap di hotel aja yah, kamu mau nggka? tanpe menolak saya langsung iya kan ajakan nya. Kami menginap di hotel yang sangat mewah. saat memasuki kamar hotel aku sangat gugup...gue nggak tau apa yang mesti gue lakuin nih ke si tante,gue bener binggung. Karna kami nggak membawa perlengkapan baju,kami sempatin belanja di sekitar pingiran jalan berastagi...si tante beli baju tidur yang sexy bgt..waduh pada saat itu penis gue terus tegang. sesampainya di hotel gue mandi,setelah gue dah selesai mandi si tante pergi mandi juga. setelah itu kami berdua nonton TV sambil baecanda sesekali. TIba2 sitante bilang kamu nggak kedinginan ndre...tanpa banyak komentar si tante langsung ke peluk biar hangat. tiba2 si tante mulai nyiumin ndan jilatin kuping gue.Gue bener Horny bgt...langsung aja gue ciumin bibir nya...wow begitu lembut.ciuman kami semakin panas dan tangan gue mulai bermain di dada montok si tante.dada tante bener2 masih ketat n padat, tangan gue mulai masuk kedalam baju daster nya si tante dan gue memainkan puting nya yang cukup gede.Dan tante keysha mulai mendesah nggak karuan.Gue tetap memainkan puting nya sambil meremas2 dada nya. tante mulai buka baju kaos gue dan celana gue,tangan tante mulai nakal maini penis gue dari luar. dan gue juga buka daster nya tante....wow dada nya tante bener gede bgt dan padat puting nya yang merah jambu...hmmmm. lansung gue lumat sambil jilatin puting nya yang bener2 mengoda....dan tangan gue satu lagi sambil meremas2 dadanya yang satu lagi. Tangan si tante sekarang dah masuk ke dalam celana dalam gue.
tiba2 dia nolak gue supaya gue telentang....dia terus buka celana dalam gue trs jilatin penis gue. Gilak enak bgt bro jilatan si tante...mhhhh gua sambil mendesah nggak karuan. Udah cukup lama si tante jilatin penis gue...gue tidurin dia di tempat tidur dan sekarang giliran gue jilatin vagina nya si tante. saat gue buka cd nya tante yang berwarna hitam..duh tuh vagina indah bgt..seperti kerang dan berwarna kemerahan...muncung guelangsung mendarat di klitoris nya si tante.......mhhhhhhh.....ouuggghhh si tante mendesah desah enaka bgt ndre ouuugghhhhh dan jari tengah gue,gue masukin ke dalam lubang vagina nya tante...dan tante desahan nya tambah deras. Lidah gue trs memainkan vagina tante....jari tengah gue gue cabut dan lidah gue sekarang yang masuk ke dalam lubang nya...ouuugggghhh ndre oouugghhh enak sayang enak bgt...ndre tante mau keluar ni...setelah 5 detik langsung lidah gue dibanjirin dengan cairanyang rasanya agak2 asin and kental bgt. trs sitante lansung minta masukin penis gue kedalam lubangnya.ouugghhhh vagina nya tante masih sempit bgt padahal dia sudah punya 2 anak. ouugghhhh pelan2 ndre....mmhhhh gue bener nggak tahan nih...langsung gue genjot n gue puter puter penis gue di dalam vagina nya tante. oouuggghhhhh yang kencang ndre. tante mau keluar lagi nih.dalam hati gue wow si tante dah keluar 2 kali sedangkan gue belom keluar. tambah kencang ndre...ouuggghhhh tante jambakin rambut gue dan terasa banjir bgt di dalam lubang itu rupanya si tante dah keluar. gue ganti posisi sekarang si tante dia tas...dia sanagt mahir membuat putaran yang sangat mengasyikan..oouugghhh tangan gue mulai meremes2 dada nya tante sambil memlintir2 puting nya yang membesar karna horny....oouuggghhhhhh gue ikutan goyangin pantat gue....oouuugggg gue dah mulai mau keluar dan si tante juga dah mau keluar lagi......goyangan si tante makin kencang...ooouuuggghhhhh kami berdua mendesah bersamaan. akhir nya sperma gue dah muncrat di dalam vagina nya si tante.kami menginap 3 hari di barastagi, hampir setiap saat kami melakukan nya. tante bener kuat bgt.sekarang masih sering kencan ma tante di temapt yang sanagt tertutup. makasih tante, tante bener2 baik bgt.
Evia rumput mudaku
Aku baru saja pulang kuliah. Di tempat kosku yang baru, aku selalu saja gerah. Kamarku yang berukuran 3,5X3 meter itu, hanya memiliki sebuah jendela, sebuah tempat tiodur, satu meja kecil tempat komputerku dan rak buku mini. Kamar kecil itulah istanaku.Di sebelah kamarku, ada taman kecil yang kubuat sendiri, sekedar untuk menghilangkan penat. Ada jemuran dan kutanami beberapa pohon bunga agar sedikit lebih terasa asri. Di sanalah aku menyelesaikan tugas-tugas kuliahku. Apalagi sebentar lagi aku akan memasuki Ujian Akhir Kuliah (UAS). Semoga tahun depan aku bisa menyelesaikan sarjanaku.
Aku tinggal kos dengan sebuah keluarga, memiliki dua orang anak. Yang sulung berusia 15 tahun laki-laki, yang nomor dua berusia 13 tahun, perempuan dan yang kecil berusia 11 tahun perempuan.
Aku mau menceritakan kisahku y ang sebenarnya pada Evi anak perempuan berusia 11 tahun itu. Dia duduk di kelas 5 SD. Centil dan sangat grusah-grusuh, tapi baik hati. Dia suka membawakan makanan kecil dan mau disuruh membelikan rokok serta membelikan gorengan untuk cemilan sore. Selalu saja dia mendapatkan bagian dari cemilan. itu. Saat aku tidur sore, dia suka membanguni aku, agar cepat mandi, karena sudah sore. Tak lupa setelah itu dia membawakan PR-nya untuk kami kerjakan bersama. Tentu saja aku suka, karean Evi memang anak yang baik, bersih, berkulit putih. Ayah ibunya sangat senang, karean aku suka mengajarinya menyanyi oleh vocal. Sebagai mahasiswa Fakultas Kesenian jurusan etnomusikologi, aku juga senang memainkan gitar klasikku. Terkadang dari seberangkamarku, ibu Evi suka mengikuti nyanyianku. Apalagi kalau aku memetik gitarku dengan lagu-lagu nostalgia seperti Love Sotery atau send me the pillow.Sore itu, aku gerah sekali. Aku mengenakan kain sarung. Biasa itu aku lakukan untuk mengusir rasa gerah. Semua keluarga tau itu. Kali ini seperti biasanya aku mengenakan kain sarung tanpa baju seperti biasanya, hanya saja kali ini aku tidak mengenakan CD.
"Wandy (nama samaran)...ibu pergi dulu ya. Temani Evi, ya," ibu kosku setengah berteriak dari ruang tamu.
"Ok...bu!"jawabku singkat. Aku duduk di tempat tidurku sembari membaca novel Pramoedya Ananta Toer. AKu mendengar suara pintu tertutup dan Evi menguncinya. Tak lama Evi datang ke kamarku. Dia hanya memakai minishirt. Mungkin karean gerah juga. Terlihat jelas olehku, teteknya yang mungil baru tumbuh membayang. Pentilnya yang aku rasa baru sebesar beras menyembul dari balik minishirt itu. Evi baru saja mandi. Memakai celana hotpant. Entah kenapa, tiba-tiba burungku menggeliat. Saat Evi mendekatiku, langsung dia kupeluk dan kucium pipinya. Mencium pipinya, sudah menjadi hal yang biasa. Di depan ibu dan ayahnya, aku sudah beberapa kali mencium pipinya, terkadang mencubit pipi montok putih mulus itu.
Evi pun kupangku. Kupeluk dengannafsu. Dia diam saja, karen tak tau apa yang bakal tejadi. Setelah puas mencium kedua pipinya, kini kucium bibirnya. Biobir bagian bawah yang tipis itu kusedot perlahan sekali dengan lembut. Evi menatapku dalam diam. Aku tersenyum dan Evi membalas senyumku. Evi berontak sat lidahku memasuki mulutnya. Tapi aku tetap mengelus-elus rambutnya.
"Ulurkan lidahmu, nanti kamu akan tau, betapa enaknya," kataku berusaha menggunakan bahasa anak-anak.
"Ah...jijik,"katanya. Aku terus merayunya dengan lembut. Akhirnya Evi menurutinya. Aku mengulum bibirnya dengan lembut. Sebaliknya kuajari dia mkenyedot-nyedot lidahku. Sebelumnya aku mengatakan, kalau aku sudah sikat gigi.
"Bagaimana, enak kan?" kataku. Evi diam saja. Aku berjanji akan memberikan yang lebih nikmat lagi. Evi mengangukkan kepalanya. Dia mau yang lebih nikmat lagi. Dengan pelan kubuka minishirt-nya.
"Malu dong, kak?" katanya. Aku meyakinkannya, kalau kami hanya berdua di rumah dan tak akan ada yang melihat. Aku bujuk dia kalau kalau mau tau rasa enak dan nanti akan kubawa jajan. Bujukanku mengena. Perlahan kubuka minishirt-nya. Bul....buah dadanya yang baru tumbuh itu menyembul. Benar saja, pentilnya masih sebesar beras. Dengan lembut dan sangat hati-hati, kujilati teteknya itu. Lidahku bermain di pentil teteknya. Kiri dan kanan. Kulihat Evi mulai kegelian.
"Bagaimana...enakkan? Mau diterusin atau stop aja?" tanyaku. Evi hanya tersenyum saja.
Kuturunkan dia dari pangkuanku. Lalu kuminta dia bertelanjang. Mulanya dia menolak, tapi aku terus membujuknya dan akupun melepaskan kain sarungku, hingga aku lebih dulu telanjang. Perlahan kubuka celana pendeknya dan kolornya. Lalu dia kupangku lagi. Kini belahan paginanya kurapatkan ke burungku yang sudah berdiri tegak bagai tiang bendera. Tubuhnya yang mungil menempel di tubuhku. Kami berpelukan dan bergantian menyedot bibir dan lidah. Dengan cepat sekali Evi dapat mempelajari apa yang kusarankan. Dia benar-benar menikmati jilatanku pada teteknya yang mungil itu.
"Evi mau lebih enak lagi enggak?" tanyaku. Lagi-lagi Evi diam. Kutidurkan dia di atas tempat tidurku. Lalu kukangkangkan kedua pahanya. Pagina mulus tanpa bulu dan bibir itu, begitu indahnya. Mulai kujilati paginanya. Dengan lidah secara lembut kuarahkan lidahku pada klitorisnya. Naik-turun, naik-turun. Kulihat Evi memejamkan matanya.
"Bagaimana, nikmat?" tanyaku. Lagi-lagi Evi yang suka grusah grusuh itu diam saja. Kulanjutkan menjilati paginanya. Aku belum sampai hati merusak perawannya. Dia harus tetap perawan, pikirku. Evi pun menggelinjang. Tiba-tiba dia minta berhenti. Saat aku memberhentikannya, dia dengan cepat berlari ke kamar mandi. Aku mendengar suara, Evi sedang kencing. AKua mengerti, kalau Evi masih kecil. Setelah dia cebok, dia kembali lagi ke kamarku.
Evi meminta lagi, agar teteknya dijilati. Nanti kalau sudah tetek di jilati, memeng Evi jilati lagi ya Kak? katanya. Aku tersenyum. Dia sudah dapat rasa nikmat pikirku. Aku mengangguk. Setelah dia kurebahkan kembali di tempat tidur, kukangkangkan kedua pahanya. Kini burungku kugesek-gesekkan ke paginanya. Kucari klitorisnya. Pada klitoris itulah kepala burungku kugesek-gesekkan. Aku sengaja memegang burungku, agar tak sampai merusak Evi. Sementara lidahku, terus menjilati puting teteknya. Aku merasa tak puas. Walaupun aku laki-laki, aku selalu menyediakan lotion di kamarku, kalau hari panas lotion itu mampu mengghilangkan kegerahan pada kulitku. Dengan cepat lotion itu kuolesi pada bvurungku. Lalu kuolesi pula pada pagina Evi dan selangkangannya. Kini Evi kembali kupangku.
Paginanya yang sudah licin dan burungku yang sudah licin, berlaga. Kugesek-gesek. Pantatnya yang mungil kumaju-mundurkan. Tangan kananku berada di pantatnya agar mudah memaju-mundurkannya. Sebelah lagi tanganku memeluk tubuhnya. Dadanya yang ditumbuhi tetek munguil itu merapat ke perutku. Aku tertunduk untuk menjilati lehernya. Rasa licin akibat lotion membuat Evi semakin kuat memeluk leherku. Aku juga memeluknya erat. Kini bungkahan lahar mau meletus dari burungku. Dengan cepat kuarahkan kepala burungku ke lubang paginanya. Setelah menempel dengan cepat tanganku mengocok burung yang tegang itu. Dan crooot...crooot...crooot. Spermaku keluar. Aku yakin, dia sperma itu akan muncrat di lubang pagina Evi. Kini tubuh Evi kudekap kuat. Evi membalas dekapanku. Nafasnya semakin tak teratur.
"Ah...kak, Evi mau pipis nih," katanya.
"Pipis saja," kataku sembari memeluknya semakin erat. Evi membalas pelukanku lebih erat lagi. Kedua kakinya menjepit pinggangku, kuat sekali. Aku membiarkannya memperlakukan aku demikian. Tak lama. Perlahan-lahan jepitan kedua aki Evi melemas. Rangkulannya pada leherku, juga melemas. Dengan kasih sayang, aku mencium pipinya. Kugendong dia ke kamar mandi. Aku tak melihat ada sperma di selangkangannya. Mungkinkah spermaku memasuki paginanya? Aku tak perduli, karean aku tau Evi belum haid.
Kupakaikan pakaiannya, setelah di kamar. Aku makai kain sarungku. Mari kita bobo, kataku. Evi menganguk.
"Besok lagi, ya Kak," katanya.
"Ya..besok lagi atau nanti. Tapi ini rahasia kita berdua ya. Tak boleh diketahui oleh siapapun juga," kataku. Evi mengangguk. Kucium pipinya dan kami tertidur pulas di kamar.
Kami terbangun, setelah terdengar suara bell. Evi kubangunkan untuk membuka pintu. Mamanya pulang dengan papanya. Sedang aku pura-pura tertidur. Jantungku berdetak keras. Apakah Evi menceritakan kejadian itu kepada mamanya atau tidak. Ternyata tidak. Evi hanya bercerita, kalau dia ketiduran di sampingku yang katanya masih tertidur pulas.
"Sudah buat PR, tanya papanya.
"Sudah siap, dibantu kakak tadi," katanya. Ternyata Evi secara refleks sudah pandai berbohong. Selamat, pikirku.
Setelah itu, setiap kali ada kesempatan, kami selalu bertelanjang. Jika kesempatan sempit, kami hanya cipokan saja. Aku menggendongnya lalu mencium bibirnya.
Hal itu kami lakukan 16 bulan lamanya, sampai aku jadi sarjana dan aku harus mencari pekerjaan.
Malam perpisahan, kami melakukannya. Karean terlalu sering melaga kepala burungku ke paginanya, ketika kukuakkan paginanya, aku melihat selaput daranya masioh utuh. Masa depannya pasti masih baik, pikirku. Aku tak merusak pagina mungil itu.
Sesekali aku merindukan Evi, setelah lima tahun kejadian. AKu tak tahu sebesar apa teteknya sekarang, apakah dia ketagihan atau tidak. Kalau ketagihan, apakah perawannya sudah jebol atau tidak. Semoga saja tidak.
Rere, Gadis SMU yang malang
Ben dengan nafsu yang besar mencium dan melumat bibir Rere, pelajar berusia 16 tahun yang sangat popular yang disekap di dalam villanya. Tangannya menjamah seluruh permukaan tubuh Rere tanpa sedikitpun terlewatkan. Buah dada Rere yang ranum sekarang sedang dilumat habis-habisan oleh Ben yang seakan takut kedua benda itu akan habis atau menghilang. Seperti tidak mengenal hari esok, Ben memuaskan nafsu biologisnya tanpa lelah sedikitpun. Semenjak 3 hari yang lalu dia berhasil membawa --atau tepatnya menculik-- Rere dari sekolahnya. Semenjak 3 hari yang lalu pula nafsu seks Ben menjadi sangat tinggi dan selalu disalurkan kepada tawanannya itu. Segala jenis posisi yang dari dulu selalu ingin dicobanya sekarang terpenuhi sudah semenjak Rere ‘menemani hari-hari’nya. Ben selalu mencoba menginginkan gaya baru setiap kali sehabis bercinta dengan Rere yang Ben tahu Rere tidak bisa menikmati.Ben merasa bosan dengan segala penolakan Rere setiap kali dia coba mencumbunya. Selalu menangis dan memohon untuk dilepaskan. Sudah berkali-kali Ben menegaskan pada Rere bahwa apa yang dikatakannya beberapa hari lalu itu sudah keputusan dan tekad finalnya. Dia akan ‘menyimpan’ Rere sampai batas waktu yang tidak tertentu. Tetapi dari semua kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan buat Ben, jeritan-jeritan dan rintihan-rintihan Rere di ranjang seolah membangunkan monster besar dalam dirinya gembira dan semakin bernafsu untuk menambah bumbu-bumbu percintaannya menjadi tinggi. Monster ini selalu menggeliat setiap mendengar Rere menjerit dan menangis setiap kali tuannya mencumbunya.
Permainan kasar tidak bisa dielakkan dalam tiap percintaan mereka. Meskipun Ben selalu menginginkan respon yang baik dari Rere. Dia ingin sekali mendapatkan permainan ‘dua arah’ setiap dia berusaha mencumbu Rere. Ataupun sekedar membalas ciumannya. Ben tahu Rere selalu mencari cara untuk menolak atau menggagalkan rencananya. Tetapi rupanya ancaman-ancaman dan gertakan dinginnya selalu membuat Rere ciut.
Permainan kali ini Ben sudah siap menerima semua penolakan Rere. Toh dia juga menikmati manakala Rere menjerit, menangis dan merintih kesakitan karena penetrasi kering. Tetapi, ketika dia mulai menjamah tubuh tawanannya, di luar dugaan Ben, Rere seperti berubah. Sekarang dia menikmati semua ciuman-ciumannya. Ben sungguh terpana ketika kedua lengan Rere merangkul lehernya. Ada monster lain yang bangkit dalam tubuh Ben. Monster baru yang lebih lembut dan penuh perasaan yang meluluhkan dan membuat Ben secara lembut mencium bibir Rere. Dia merasakan bibir lembut Rere beradu dengan bibirnya. Lidah Rere pun sekarang menjalar pelan di dinding-dinding mulutnya. Membuat nafsunya menjadi tinggi.
“Udah berubah ya...? tumben sekarang gak nolak lagi?” Ben berbisik pelan kepada Rere. Rere pun melepaskan rangkulan tangannya di leher Ben. Dan untuk pertama kalinya Ben melihat Rere tersenyum padanya. Senyum yang sangat menyejukkan perasaannya dan mengairahkan cintanya. Lalu dirasakannya Rere memeluk pinggangnya dan berkata sambil memberikan senyum yang paling menawan yang pernah dilihat Ben.
“Well, aku kan gak bisa selamanya nolak terus...“ kata Rere “Aku juga kadang-kadang suka... Toh aku sekarang gak bisa kemana-mana lagi... ya kan...? daripada sakit, mendingan aku nikmatin...“ jelas Rere lancar. Tidak ada nada ragu dalam setiap kalimatnya. Hal ini membuat Ben merasakan bahwa Rere sudah benar-benar jatuh dalam pelukannya.
Tanpa di duga, Ben merasakan Rere memegang kedua tangannya. Masih dengan senyum manisnya, Rere meremas tangannya dan lagi-lagi di luar dugaan Ben, dia merasakan jari-jari lembut gadis di depannya itu sekarang menuntun kedua tangannya ke arah dadanya yang masih terbungkus lingerie hitam dan diletakan tepat di kedua payudaranya.
“Aku tau kamu suka banget sama mereka...“ Rere berbisik erotis dan mengedip nakal kepada Ben “Sekarang mereka punya kamu... tapi, don’t be rough... You must treat them real nice... Like how they’re supposed to be treated... no hush no rush... smooth and thoughtful...” Ben tidak mempercayai pendengarannya sendiri. Tetapi sekarang dia lebih santai meremas kedua benda itu dengan lambut. Dilihatnya Rere memejamkan mata menikmati setiap sentuhannya saat remasan pertama diberikan. Ben menyukai permainan sekarang. ‘Dua arah’ seperti yang selalu diinginkannya. Cumbuan pun terus berlanjut Rere mendesah-desah membuat Ben sungguh terangsang.
Sementara Ben terus mengeluarkan jurus ’lembut’nya, dengan halus Rere memeluk Ben dan mencium bibirnya, melepaskan rasa jijik dalam pikirannya. Kedua tangannya sekarang bergerak nakal di seluruh tubuh Ben. Tetapi ada rencana Rere yang lain dibalik permainan erotis ini. Merasa Ben sudah terlena dan sudah waktunya, dengan mantap Rere menyelipkan tangannya memasuki kantong celana Ben yang sekarang terletak sembarang di atas tempat tidur di mana mereka bergumul. Rere merasakan benda logam di dalam celana itu. Benda logam panjang pipih dengan keyring bulat. Dengan berbinar-binar, sambil berciuman Rere mencoba menarik dengan hati-hati benda logam yang sekarang ada di genggamannya.
Tetapi sebelum keluar dari kantong celana itu, Rere merasakan pergelangan tangannya dicengkeram kuat oleh tangan Ben. Rere juga merasakan ciuman Ben sekarang berhenti. Sedetik kemudian Ben menarik tangannya keluar dari kantong celananya dan melihat kuncinya sendiri sekarang berada dalam genggaman Rere. Sekejap saja senyum di bibir Ben sirna bergantikan raut murka di wajahnya. Entah untuk yang keberapa kali, lagi-lagi Rere merasakan tamparan keras di pipinya. Jatuh tersungkur di kasur yang empuk dan masih merasakan perih di pipinya, tanpa peringatan dirasakannya Ben menjambak rambutnya dengan kasar dan menariknya bangun.
“Ternyata lo licik juga!!“ desis Ben murka, dengan kasar dia merampas kunci itu dari tangan Rere “Jangan pernah lo berharap bisa keluar dari sini!!“ Ben menghempaskan tubuh Rere ke tempat tidur. Wajahnya merah menahan amarah dan nafsu yang tertunda.
“Lo gak bisa ngurung gue selamanya di sini...“ rintih Rere berusaha berkomunikasi. “Gue bukan barang... Gue harus keluar... gue udah lama gak kena matahari...gue udah bolos sekolah 3 hari, gak ada kabar... mereka akan pikir gue mati atau apa... orangtua gue.. sodara gue... Apa lo pikir lo gak terlalu egois?!” protes Rere memelas. “Lo udah ngedapetin semuanya... gue gak akan lapor polisi… please……biarin gue hidup tenang… gue bakal ngelupain semuanya…. Please…lepasin gue”
“Bagus!” ketus Ben, “Bagus kalo mereka pikir lo mati! Jadi gak ada yang cari-cari lagi!” raung Ben masih dengan tatapan murka. “Dan lo salah... lo itu udah jadi hak milik gue!” Rere ketakutan mendengar Ben memberi tekanan pada kata ‘hak milik’ menunjukkan kalau dia sudah berkuasa atas dirinya. “Dengar! Gue bisa ngelakuin apa aja yang gue mau! Apa lo pikir gue peduli ama komentar orang-orang!! Dan jangan bahas soal matahari! such a lame excuse!!” sambil membentak, Ben mulai mengenakan pakaiannya satu per satu. Dia merasa terhina ditipu seperti itu. Angan-angannya untuk bermain ‘dua arah’ hilang sudah. “Dan gue gak takut polisi!!, jadi simpen aja semua cara-cara lo buat keluar dari sini!! Lo tau sendiri gue bisa lebih kejam dari yang tadi!! Gue bisa nekat lebih dari yang bisa lo bayangin!! Jangan bikin gue ngelupain semua akal sehat gue!! Paham lo!!”
“Ben, lo gak bisa ngancurin masa depan gue Ben..” Rere masih berusaha menyakinkan Ben. Berharap dia bisa mengerti. “Biarin gue selesain sekolah gue dulu Ben...” “Kalo satu hari lo dah bosen ma gue, dan lo pengen ngebuang gue... Gue gak bakal bisa hidup tanpa pendidikan...” Rere berusaha menjelaskan. Tetapi rupanya Ben sudah siap-siap untuk meninggalkan kamar menuju ke pintu. Rere menyadarinya dan segera saja dia bangkit dari tempat tidurnya, berlari membuang tubuhnya di kaki Ben.
“Please Ben... lepasin gue... Lo masih bisa ngedapetin orang yang lebih cantik dari gue... lebih seksi... pasti banyak Ben... Please...”Seru Rere memelas memeluk kaki Ben sambil menatap lantai karpet. Sekali lagi Ben tidak bergeming. Dia berkutat melepaskan kakinya dari pelukan Rere, membuka pintu dan keluar meninggalkan Rere yang masih bersimpuh di lantai karpet. Lagi-lagi Rere mendengar pintu dikunci dari luar. Dia sekarang sudah kehilangan akal. Rencananya yang dia pikir akan berhasil ternyata dimentahkan dengan mudah oleh Ben. Seperti tidak ada harapan lagi Rere akhirnya mengangkat tubuhnya berjalan menuju kamar mandi. Mungkin membenamkan tubuhnya di air hangat akan melunturkan masalahnya sedikit demi sedikit.
Rasanya air yang tadi begitu hangat menentramkan sekarang dingin seperti jarum-jarum kecil yang menusuk setiap inci kulit tubuhnya. Rere terbangun menggigil dari bathup, dia mengeringkan tubuhnya, mengenakan bathrobe dan keluar dari kamar mandi.
Dilihatnya Ben sudah duduk di sofa samping tempat tidur. Ekspresi kecewa sebelum dia meninggalkan kamar sekarang sudah sedikit berkurang. Dengan takut-takut Rere berjalan ke arah lemari pakaian. Dia mengambil pakaian dalam yang segera dikenakan. Selama tinggal di dalam sekapan, Rere mendapat begitu banyak pakaian dari Ben. Hampir setiap kali Ben keluar kamar pergi entah kemana, dia selalu membawa pakaian baru untuk dikenakan Rere. Niatnya untuk mengurung Rere lebih lama ternyata memang sungguh-sungguh ditunjukkannya. Masih dalam diam, Rere mengambil salah satu baju dan celana pendek dan baru saja selesai dikenakan ketika dengan tiba-tiba Ben berbicara padanya.
“Duduk Re...” suara Ben hampir tanpa nada. Rere takut dengan suara itu. Seperti tidak bisa ditebak apa yang akan terjadi. Dia lebih suka Ben berteriak atau marah-marah daripada tanpa ekspresi. Rere pun dengan perlahan duduk di sofa di dekat Ben. Dia melihat ada bungkusan plastik di tangan Ben yang Rere nilai dari bentuknya, isinya pasti berbentuk segi empat pipih. Prediksi Rere ternyata betul. Ben segera mengeluarkan isi dari bungkusan plastik itu. Langsung saja dalam genggaman Ben, sebuah CD silver ditunjukkan kepadanya. Rere tidak melihat ada semacam tulisan atau gambar pada CD itu.
“d’u wanna see this…?” tanya Ben pelan. Tanpa menunggu jawaban, Ben beranjak ke depan dan menyalakan TV yang berada tepat di hadapan mereka. Dia mengambil remote control dan mengarahkan ke arah DVD player yang berada di bawah TV. DVD player terbuka dan Ben langsung memasukkan CD itu ke dalamnya. Rere terdiam. Melihat ke layar TV, menunggu dengan perasaan tidak wajar dalam dirinya. Hatinya bertanya-tanya, apa yang sebenarnya ingin ditunjukkan oleh Ben.
Screen TV sekarang berubah menjadi biru. Perlahan tapi pasti, gambar di TV menayangkan sesuatu dengan gerakan kasar. Seperti terekam oleh handycam yang di ambil oleh orang yang sangat amatir. Tayangan itu menunjukkan sebuah ruangan yang lumayan terang menurut Rere. Hatinya berdebar-debar karena dia tahu ruangan apa itu. Seperti disambar petir, Rere tidak mengira hal ini akan terjadi. Ruangan itu adalah ruangan BP sekolahnya tempat di mana dia pernah diperkosa beramai-ramai oleh Ben dan teman-temannya. Dan benar saja. Sekarang TV sedang menayangkan dirinya yang tertidur --karena pingsan-- dengan tubuh terlanjang. Tayangan amatir ini sekarang secara perlahan meng-close up tubuh Rere yang bugil. Rere tidak tega untuk melihatnya. Dia sungguh marah pada Ben. Spontan matanya memanas dan airmatanya tidak bisa dibendungnya lagi. Jatuh menetes di kedua pipinya yang mulus. Adegan di TV masih terus berlangsung, layar bergerak-gerak perlahan mendetailkan setiap lekuk tubuh Rere. Sekarang Rere bisa melihat selangkangannya sendiri. Ada tangan seseorang membuka kedua pahanya dan mengambil gambar yang tentu saja membuat mata Ben nanar bernafsu. Wajah Rere memerah malu kepada dirinya sendiri. Melihat tayangan di TV membuat hatinya menangis, sakit hati dan menyesali nasibnya sendiri. Setelah puas meng-close up bagian sensitif Rere, kamera sekarang bergerak ke atas. Tidak ada sosok figur lain kecuali buah dada Rere yang meski basah oleh keringat, tetapi terlihat putih mengkilap yang pasti membuat batang kejantanan siapapun akan menggeliat bangun.
Kemudian, kamera menjelajahi seluruh permukaan kulit Rere yang berkeringat merangsang. Walaupun matanya terpejam, di dalam kamera Rere terlihat sangat cantik dan menawan. Tidak ada suara-suara orang berbicara dalam rekaman ini. Tetapi Rere mendengar bunyi sesuatu yang berat sedang ditarik --atau diseret-- dan bunyi langkah-langkah kaki. Semenit kemudian, dengan sangat terkejut, Rere melihat sosok Albie yang juga tertidur sekarang tergeletak disebelahnya. Scene sekarang terputus-putus. Tetapi setiap scene menunjukan pergumulan yang tidak wajar antara Albie dan Rere. Scene berubah lagi. Tampak Albie sekarang tertidur terlentang dengan kepala Rere merebah di dadanya, tangan Albie memeluk pundak Rere, masih dengan terpejam tampak Rere menggenggam kemaluan Albie yang tertidur, selama semenit kamera memutari Rere dan Albie dalam posisi itu.
Scene berganti lagi, kali ini Albie tertidur miring menghadap Rere yang terlentang. Wajah Rere dihadapkan ke Albie yang juga menghadap ke dirinya. Ketika kamera menjauh, Rere melihat tangan Albie tepat di buah dadanya, seolah meremasnya, tetapi Rere tahu dengan keadaan pingsan seperti itu Albie tidak mungkin meremas. Tangan itu terlihat seperti hanya tergeletak lemas tak berdaya di atas buah dadanya. Scene berganti lagi, posisi Rere di atas Albie. Scene berganti lagi, kepala Rere tepat berada di selangkangan Albie. Dan setiap pergantian scene berikutnya membuat hati Rere hancur, seperti tersayat. Sakit, marah dan sedih dengan perlakuan keempat kawanan itu. Dia akhirnya sadar kenapa dia terbangun tepat di sebelah Albie ketika dia tersadar dari pingsannya setelah kejadian pemerkosaan itu.
“Apa maksudmu...” Rere bertanya protes. Tetapi Ben men ‘ssshh’nya diam. Menyuruhnya untuk tetap melihat ke arah TV. Rere tidak tega untuk menontonnya. Tetapi tiba-tiba, terkejut bukan kepalang, adegan sekarang menunjukkan pusaran hitam melingkar yang berputar-putar semakin lama semakin menjauh dan menghilang menghadirkan gambar lain dalam TV. Adegan yang ini rasanya benar-benar menghancurkan seluruh masa depannya. Rere melihat adegan percintaannya dengan sadar bersama Albie di dalam mobil. Dia mendengar dirinya yang di dalam TV meracau, mengerang dan mendesah hebat. “ Bie... masukin Bie... Aku udah gak tahan...“. spontan muka Rere memerah mendengar dan mengingat kata-katanya sendiri ketika bercinta dengan albie waktu itu.
“UDAH!!!! CUKUP!!!“ Raung Rere tiba-tiba. Dia mendadak bangun dari sofanya, menatap Ben tidak pecaya. “Apa maksud lo sebenernya??!” Rere menuntut Ben yang masih dengan santai duduk disebelahnya, terus menatap TV tanpa ekspresi . “Kenapa lo bisa setega itu??” seakan Rere berbicara dengan patung. “Apa sih yang lo pengenin dari gue sebenarnya??” Rere merampas pengendali jarak jauh dari tangan Ben. Tanpa reaksi Ben beranjak ke sudut ruangan dimana tempat dia meletakan bungkus rokoknya. Menarik sebatang dari dalam bungkusnya dan menyulutkan api sebelum dia menghisap dalam-dalam.
“Sekarang lo tau siapa gue... gue dah pernah bilang kalo lo belum tau apa-apa tentang gue...“ Ben melanjutkan, “Gue gak akan ngebiarin mangsa gue lolos dengan mudah Re...“ Rere mendengar sambil menatap Ben tidak percaya, dia melihat bibir Ben menipis mendesis menakutkan, “Kalo lo pikir gue gak mikirin masa depan lo... lo salah!! Gue udah nentuin masa depan lo, yaitu ama gue...” Rere tidak mempercayai kata-kata yang didengarnya sendiri. “Gue cinta sama lo Re…. Gue gak nganggap lo barang ato apa… tapi gue emang dah nganggap lo milik gue...” sekarang nada dalam kata-kata Ben berubah hangat dan misterius.
“Kalo lo mau gue ngelepasin lo...“ lanjut Ben, “OK! Lo boleh mulai besok sekolah seperti biasa...tapi, lo akan setiap hari pulang ke tempat di mana gue tinggal... Lo engga akan memberitahu siapa-siapa mengenai ini... Lo bakal matuhin semua perintah gue... Lo bakal ngejauhin Albie di sekolah! Lo akan mutusin dia dan lo gak akan bergaul lagi sama dia...” Rere tahu, ketika Ben bilang ‘OK’ dia tidak akan membuat semuanya mudah untuk Rere.
“Engga, engga bisa,” kata Rere, dia menggeleng kepalanya tidak percaya dengan pernyataan Ben. “Sama aja lo ngurung gu...”
“Ato video ini gue sebar... “Ben memotong Rere dengan santai. Dan rupanya ancamannya cukup membuat Rere shock. Dilema menggeluti pikirannya. Dia sudah menduga tidak akan lepas dengan mudah dari Ben. “Kalo sekali aja lo coba kabur dari gue... gue gak akan mikir dua kali buat ngancurin hidup lo!! Lo tinggal milih, internet or VCD, DVD porno?!” Seakan ditampar oleh tangan yang tak terlihat, Rere merasa pernyataan Ben tentang hidupnya membuatnya tidak ada harapan lagi untuk bisa terlepas dari masalah ini.
“Dengar!” Ben melanjutkan, “Gue bukannya lagi bikin penawaran buat lo, tapi perintah!! Kalo lo masih ngelawan kaya tadi... sumpah, gue gak bakal ngampunin lo lagi! Ngerti?!”
“Kenapa?” Rere berkata lebih kepada dirinya sendiri.
“Sorry?”
“Kenapa gue?!” Rere melanjutkan tanpa menatap lawan bicaranya, “Apa salah gue sama lo?? Selalu, gue nanya ke diri gue sendiri, kenapa gue yang lo pilih buat ngelakuin semua keanehan lo?!” Rere tidak menatap Ben, melainkan menatap kedua lututnya yang sekarang bergetar. “Selalu, gue nanya sama diri gue sendiri... apa lo masih punya hati... apa lo masih punya perasaan?” masih menunduk Rere merasa matanya memanas dan menghasilkan segumpal air yang sudah siap untuk jatuh di kedua pipinya. “Kenapa lo gak mikirin perasaan gue sama sek...” tetapi kalimat Rere tidak pernah selesai, tiba-tiba Ben mencekik lehernya dengan kuat. Rere terkejut bukan main.
“Jangan pernah lo sekali-sekali nyeramahin gue!!” desis Ben, serasa Rere belum pernah melihat bibir Ben yang setipis itu. “Gue bilang semua yang gue pengenin selalu gue dapetin...” masih dengan mencekik “Sekarang, lo tinggal bilang ok, ato lo gue kurung selamanya di sini? Jawab...” tetapi Rere tidak menjawab. Dia seakan tidak peduli cekikan Ben semakin kuat di lehernya. Dia juga seakan tidak peduli, tidak ada udara yang mengisi paru-parunya sekarang. Dia masih tidak peduli perubahan kemerahan pada warna kulit di wajahnya. Rere tetap terdiam.
“JAWAB!!” bentak Ben menuntut, tetapi Rere tetap bisu. Seolah dia pasrah dengan apa yang akan dihadapinya. Ben dapat melihat wajah Rere yang mulai kebiruan di balik cekikan tangannya. Seakan baru menemukan otaknya, Ben mengenali aksi diam Rere. Segera saja dia melepaskan cekikannya. Kaget, sekaligus takut dengan apa yang baru saja dilakukannya. Hampir saja dia melakukan sesuatu yang sangat fatal.
Rere pun terjatuh dan terbatuk-batuk mengelus-ngelus lehernya sendiri. Sungguh 5 menit yang menyakitkan buatnya. Sementara Ben terlihat seperti terpukul dan shock saking kagetnya. Tetapi kemudian Ben bisa menguasai dirinya sendiri.
“ee.. k..kalo kamu diam.. berarti kamu setuju... iya, iya...kamu setuju..” suara Ben terbata-bata berbicara lebih kepada dirinya sendiri. “Oke kalo begitu... em... kamu boleh sekolah lagi... besok... ato kapan aja...” masih dengan terbata-bata, kini Ben mulai menemukan kesombongan hatinya kembali. “Tapi, peraturan aku tetap harus dipatuhi... Baik, kalo kamu udah ngerti... aku keluar dulu... em... cari udara seger...”
Ben pun keluar dengan tak lupa mengunci pintu dibelakangnya. Sementara Rere seperti tidak memerdulikannya lagi. Hatinya sekarang hampa. Semenjak melihat video itu, dia merasa masa depannya sudah tidak cerah lagi. Seperti Ben benar-benar sudah memegang ‘kartu’nya. Rere tidak bisa berkutik lagi. Apakah dia harus pasrah? Tetapi Rere merasa tidak mau pasrah. Melawan? Apakah Ben benar-benar akan menyebarluaskan video itu? Rasanya dia ingin mati saja. Cekikan tadi rasanya seperti suatu titik terang meninggalkan masalahnya menuju dunia lain. Cekikan tadi sepertinya obat dan solusi untuk masalah berat yang ditanggungnya sekarang. Cekikan tadi, memang tidak diharapkan Rere, tetapi dia tidak akan menolak lagi melihat masa depannya yang sudah semakin buram di balik jeruji emas ciptaan Ben. “Albie...” rintih Rere, mata indahnya menerawang kosong menyesali perasaannya sendiri. Kenapa, bahkan sebelum ini dia pernah tidak memikirkan apapun tentang laki-laki. Dan seolah semuanya jelas pangkal permasalahan yang didapatnya sekarang berawal dari perasaannya terhadap seseorang.
***
Entah sudah berapa lama Rere berdiskusi dengan dirinya sendiri sampai akhirnya dia tertidur dengan membiarkan air matanya mengering sendiri di pelipis kirinya. Seakan tidurnya menjadi nyenyak. Mungkin karena kelelahan sampai dia benar-benar terlelap. Tetapi sesuatu mengganggu tidurnya. Tawa manja seorang wanita, tidak! Beberapa wanita, mungkin 2 atau 3 wanita. Rere melawan rasa kantuk dalam dirinya dan membuka paksa matanya.
Segala sesuatu sudah redup dan remang di dalam kamar. Rere mencoba membelalakkan matanya, mencoba mempercayai penglihatannya. “Apa ini….” katanya pelan ketika 2 orang gadis manis sekarang berada di atas ranjang di sebelahnya. Mereka bermain-main dengan tubuh mereka yang terlanjang satu sama lainnya, seolah menikmati dan saling mengagumi masing-masing detail dari bentuk tubuh mereka. Tampaknya kedua gadis itu tidak memperhatikan dan menyadari bahwa Rere sudah terbangun. Mereka tetap dengan nafsu saling memeluk, mencium dan menggigit-gigit kecil merangsang pasangannya. Rere melihat kedua gadis itu benar-benar menikmati permainan mereka, tubuh bugil mereka seakan kebal dengan dinginnya AC yang meniupi ruangan tersebut. Rere merasa --meskipun dia wanita-- dia menganggap mereka semua cantik. Walaupun dalam gelap, Rere bisa melihat bahwa mereka semua sangat mempesona dengan kulit putih dan bersih yang terawat. Diperhatikannya seseorang dari mereka yang berambut ombak sebahu, berwajah oval dengan mata indahnya yang bulat kecil, bibirnya yang ranum terbelah sekarang sedang menciumi puting lawan wanitanya, menelusuri setiap inci kulit buah dadanya dengan lidahnya. Sementara menurut Rere, gadis yang dirangsang juga tidak kalah menariknya, dia sungguh manis dengan postur tubuh langsing tetapi berbuah dada besar yang Rere tafsir berukuran 36A, hidung mancung dengan rambut panjangnya yang lurus hitam yang memejamkan matanya menikmati rangsangan dari si rambut ombak sambil terus memegangi dan membenamkan kepala seseorang di kemaluannya. Rere bisa mendengar tawa manja gadis itu sekarang diiringi erangan yang sangat nikmat.
Rere sungguh tidak mempercayai penglihatannya sendiri. Dia berpikir bagaimana mereka bisa menikmati semua itu dan tidak menghiraukan dan menyadari bahwa orang lain juga sedang berada di ruangan yang sama. Spontan Rere mengangkat tubuhnya sendiri, berusaha menghindar dan berharap tidak mengganggu permainan mereka. Mungkin belum terlambat untuk membuat dirinya tidak terlihat oleh mereka dan dia bisa diam di salah satu sudut ruangan. Tetapi entah kenapa perhatiannya tidak lepas dari kedua wanita yang sekarang sedang bermain cinta di atas tempat tidurnya. “siapa mereka..“ katanya dalam hati. Dan tiba-tiba, matanya terfokus ke seseorang yang sedang membenamkan wajahnya di kemaluan si rambut lurus.
Tidak salah lagi. Itu Ben yang mengoral si rambut lurus. Meskipun ruangan remang, Rere bisa mengenali profil siluet tubuh laki-laki yang hampir 3 hari ini selalu bersamanya setiap hari. Saat itu juga, Rere tau dia seharusnya tidak berada di ruangan ini. Dia tidak mau hal yang tidak diinginkan terjadi. “Shit!!..“ katanya dalam hati. Kenapa tadi dia harus bangun, kenapa dia tadi tidak pura-pura tidur saja dan pura-pura tidak merasakan dan mendengar rintihan-rintihan dan tawa manja dari kedua gadis tersebut.
Dengan sangat hati-hati Rere mengendap ke belakang. Mungkin Ben tidak akan menyadari kalau dirinya bangun dan berharap Ben akan menghiraukannya.
“Hallo say... dah bangun ya...“ rencana Rere tidak berhasil. Ben sudah mengetahui Rere sudah terjaga dari tidurnya. Sedetik kemudian Ben sudah berada di hadapannya.
“Eeeng...“ kata Rere kaku.
“Aku tadi jalan-jalan say... cari angin... “ Rere benci nada suara Ben. Nada itu sama seperti nada bicaranya ketika kali pertama bertemu Ben.
“Trus aku kenalan sama mereka...“ lanjut Ben sambil mengerling genit tersenyum kepada kedua gadis yang masih saja tetap berbugil ria di ranjang, menanti Ben sambil merangsang diri mereka masing-masing. Seolah mereka tidak sabar menunggu jeda yang sangat mengganggu aktivitas seksual mereka tadi.
“Aku ngobrol... trus curhat sama mereka kalo aku lagi berantem sama kamu...“ masih lanjut Ben sambil memainkan telunjuknya di lengan Rere yang sekarang merasa risih sekali. Rere menangkap tidak ada rasa menyesal sama sekali yang ditunjukkan Ben, dia masih tetap tersenyum. Senyum sinis yang dingin yang sudah dikenal Rere. Lalu tiba-tiba, gadis si rambut lurus datang menghampiri Ben, dengan manja dan erotis memeluk Ben, meletakan lidahnya disepanjang leher Ben sambil memainkan mata nakalnya ke arah Rere.
“Mereka bilang bisa bantu aku... bisa ngehibur aku...“
“Ok... kalo gitu...“ potong Rere, “Gue gak akan ganggu...“ Rere menunduk siap-siap untuk pergi. Tetapi ketika dia akan berjalan ke sudut ruangan, Rere merasakan tangan Ben sudah memegang pergelangan tangannya. Menariknya kepelukan Ben dan memeluknya dengan mesra. Gadis si rambut lurus menatap Rere dari belakang bahu Ben dengan penuh makna. Rere tidak bisa mnegenali tatapan itu, marahkah atau haus penuh nafsu. Tetapi si rambut lurus tersenyum penuh arti kepadanya. Rere berusaha menghindari pelukan Ben yang meskipun terlihat mesra bergairah, rangkulan Ben di sekitar pinggangnya sangat erat
“Ini bukan buat aku aja kok say... buat kamu juga... biar kamu tahu gimana caranya jadi erotis. Gak kaya akting kamu yang tadi...payah banget deh...“ Dengan mesra Ben menatap Rere dan mengecup lembut bibirnya. Kedua bibir mereka menyatu tanpa bisa dielak Rere. Basah dan sensasional yang pernah Rere rasakan ketika bibirnya menyentuh dan disedot oleh bibir Ben.
Entah memang karena kedua gadis bugil itu yang membuat suasana menjadi panas atau memang hal lain, Rere merasakan kecupan Ben kali ini benar-benar penuh nafsu. Dia tidak bisa mengenali siapa yang lebih menikmati kehadiran dua gadis panas tersebut. Ben atau dirinya. Tetapi ciuman Ben di bibirnya benar-benar membuatnya ingin dan ingin terus menikmati bibir Ben yang sekarang terlihat sangat sexy membuat nafsu Rere bangkit tak sengaja. Rere berusaha keras menolak perasaannya sendiri. Tetapi entah kenapa ciuman itu betul-betul membuatnya melayang-layang.
Sekarang, segala sesuatunya membuat Rere terbang. Ciuman Ben yang maut membuat semua penolakan atas pelukan Ben menjadi kendur. Rere merasakan dirinya sekarang pasrah dalam pelukan Ben. Dan yang membuatnya tak habis pikir, dia ’membalas’ kecupan dan permainan lidah Ben di dalam mulutnya.
Sementara Ben sendiri sekarang merasa bahwa ruangan itu menjadi sangat indah. Dia melihat Rere sepertinya sudah terlena. Dengan senyum kemenangan Ben mencumbui Rere. Bahkan dilihatnya gadis itu memejamkan kedua matanya dan membalas pelukannya. “Mimpi apa gue semalam“ katanya dalam hati. Bahkan Ben merasakan Rere terus memejamkan matanya dan terus menciumi bibirnya ketika dia tidak lagi menggerakkan bibirnya di bibir Rere.
“Re...“ kata Ben pelan-pelan mencoba menyadarkan Rere. “Kenalin dulu temen aku nih say...“ masih dengan nada pelan, Ben menambahkan kesan lembut di setiap kata-katanya.
Dilihatnya Rere mulai menghentikan ciumannya dan membuka matanya. Selama sepersekian detik tampaknya Ben menyadari bahwa Rere sudah setengah sadar dan menyadari tindakannya tadi. Bahkan dalam ruangan gelap, Ben bisa melihat semburat merah merona di pipi Rere. Akhirnya Ben beranjak ke sudut ruangan, menekan tombol listrik di sana dan menerangkan seluruh ruangan.
“Ini Tania... “ ketika kembali ke posisi semula, Ben memperkenalkan gadis si rambut lurus di belakangnya yang masih saja menjadi penonton setia sambil memeluk lagi dan menciumi Ben dari belakang. “Yang di sana namanya Niken...“ katanya kemudian sambil menunjuk ke arah gadis berambut ombak. Rere pun spontan menoleh ke arah gadis yang dimaksud. Niken, begitu kata Ben yang ternyata sedari tadi merangsang dirinya sendiri dengan meremasi buah dadanya yang berukuran luar biasa. Gadis yang bernama Niken pun dengan tidak menghentikan aktivitasnya, melambai ke arah Ben dan tersenyum menatap Rere.
Rere tidak tahu harus berbuat apa. Ini kali pertamanya dia dalam posisi yang ganjil seperti ini. Sementara nafsunya yang tadi tertunda sempat membuatnya malu dan senewen. Dia juga tidak berani menatap Ben, akhirnya Rere hanya menundukkan kepalanya saja seakan jari-jari kakinya sekarang menjadi sangat menarik untuk diperhatikan.
Entah berapa lama keadaan kaku tersebut berlangsung, sampai akhirnya Rere melihat Tania sekarang menjatuhkan dirinya di kaki Rere, menatap Rere dari bawah sana dengan mesra dan nafsu, menjilati kedua betis Rere. Rere merasa saat itu sangat risih sekali untuknya. Tetapi dia tidak berani untuk menarik kakinya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi seandainya dia menghindar. Jilatan-jilatan tania di kedua betisnya sungguh sangat erotis. Sekarang jilatan-jilatan itu merambah ke atas ke kedua paha Rere. Rere merasakan kedua buah dada Tania sekarang digesek-gesekan di kakinya. Sungguh sensasi yang aneh menurut Rere.
Sementara Rere tidak tahu harus berbuat apa, Ben dengan lembut mulai kembali mencium bibirnya. Rere mengerti kalau Ben berusaha mencairkan suasana. Bingung dengan suasana hatinya sendiri atau memang sudah waktunya, Rere kembali membalas ciuman Ben. Mereka berpagut sungguh mesra. Ben pun mulai membuka pakaian Rere satu persatu. Sampai akhirnya Rere sekarang sudah telanjang, memperlihatkan buah dadanya yang sangat ranum dan kemaluannya, sama seperti Tania dan Niken.
Di bawah sana, Tania semakin gencar memberikan serangan di kedua kaki Rere, dengan berusaha mengerti, Ben merubah posisinya, dia sekarang memeluk dan meremasi buah dada Rere dari belakang sambil terus menciumi bibir dan leher Rere memberi kesempatan dan ruang gerak pada Tania sehingga Tania dengan leluasa menikmati kaki Rere.
Rere saat itu mulai semakin menjauh dari alam sadarnya. Dia terbuai ke alam di mana Ben sangat memegang peran atas tubuhnya, dan juga gadis asing di kamar sekapannya. Rere sekarang merasa remasan-remasan Ben di kedua buah dadanya sekarang sungguh nikmat dan membuat tingkat rangsangnya menjadi tinggi. Sementara tangan Tania di kakinya sekarang membuka kedua kakinya membuat bukit kemaluannya membuka menunjukkan bentuk kemaluan Rere yang sangat dikagumi Ben. Dengan tidak merasa jijik sama sekali Tania menjilati kemaluan Rere. Menelusuri setiap inci bibir kemaluannya dan menusukkan lidahnya ke dalam lubang rahimnya. Entah apa yang dirasakan Tania, tetapi Rere merasa sekarang dia melayang makin tinggi.
Ben semakin bergairah, dia tidak henti-hentinya memperhatikan reaksi dan ekspresi wajah Rere ketika dia sudah terangsang berat. Bahkan didengarnya Rere sudah mendesah pelan. Buat Ben, ini adalah hal baru. Dia tidak pernah melihat Rere sungguh-sungguh menikmati permainan ini. Hal ini juga membuat adik kecilnya yang sedari tadi memang sudah menggeliat bangun, sekarang sudah tegak bangun berdiri berusaha mencari kesempatan untuk bergabung dengan mereka bertiga. Ben melihat bahwa sekarang permainan sudah didominasi oleh hawa nafsu yang membuat seluruh tubuhnya bergetar hebat. Dan juga untuk pertama kalinya, mendengar Rere sekarang mendesah keras ketika Tania yang sekarang membenamkan kepalanya di kemaluan Rere menggerakan kepalanya di sana seakan ingin mengobrak-abrik segala sesuatu di dalamnya. Ben berusaha keras untuk memegangi Rere, dia tahu, kalu dia sekarang tidak berada di belakang Rere, pasti Rere akan jatuh ke lantai kehilangan keseimbangan. Ben masih tetap terus berusaha agar Rere tetap berdiri dan terus menimatinya. Ben berfikir, dia sudah cukup merasa seperti seseorang yang sangat beruntung dengan ketiga gadis ini di dalam kamarnya. Ben pun kembali merangsang Rere dengan menciumi leher dan bibir Rere sambil meremasi kedua buah dada Rere.
Tetapi tiba-tiba, Ben merasa seseorang merebut bibir Rere dari pagutannya. Ingin marah rasanya ketika dia sedang menikmati bibir gadis dalam pelukannya. Tetapi ketika dilihatnya bahwa Niken yang melakukannya dan melihat Niken yang sekarang mulai ikut bergabung dan mengambil bagian dalam kegiatan ini mulai mencium bibir Rere, Ben mengurungkan niat marahnya. Dia semakin bergairah melihat ciuman panas antara Rere dan Niken. Sungguh bukan pemandangan yang biasa buat Ben. Akhirnya Ben hanya bisa puas –dan memang puas– menikmati segala sesuatu yang ada di depannya.
Sementara Rere sendiri, merasa agak terkejut ketika Niken dengan rakus melahap bibirnya. Dia sebenarnya juga menikmati pergelutannya dengan Ben. Tetapi entah apa yang telah merasukinya, dia merasa semua permainan ini sangat dinikmatinya. Kewalahan menghadapi Niken dan Tania, Rere berusaha untuk tidak hanya menerima. Dia mencoba untuk tetap berkonsentrasi terhadap Ben yang masih saja menciumi belakangnya sementara di bawah sana, Tania seolah tidak puas-puasnya dengan bukit kemaluan Rere, sekarang perasaan Rere sungguh tak karuan ketika Tania memasukkan kedua jari telunjuk dan tengahnya ke dalam lubang rahimnya dan mengocoknya di sana. Dia pun tidak menolak ketika Niken meraba dan meremas buah dada menggeser tangan Ben. Rere juga tidak memperdulikan perasaan Ben ketika tangan dan bibirnya digusur oleh Niken dari depan, tetapi dia sadar ketika batang kemaluan Ben yang sedari tadi meraba-raba bongkahan pantatnya sekarang mencoba merayap masuk kecelah-celah lubang duburnya.
Rere tahu bahwa Ben mencoba untuk menganalnya. Hatinya sekarang sedang dilanda dilema. Dia tidak mau di anal oleh Ben, tetapi dia juga tidak mau menghentikan kenikmatan surga dunia ini. Selagi berpikir ternyata tubuh Rere bergerak refleks memberikan keleluasaan kepada kemaluan Ben untuk memasuki lubang belakangnya. Dalam beberapa saat Ben sudah berpenetrasi ke dalam lubang duburnya. Mendiaminya sebentar dan menariknya maju mundur di dalam lubang belakang Rere.
“Ach... sshh... Ben... mmmhhfff... hakit... aacchhh...Ben...“ Rere meracau keras. Dia juga tidak mengerti kenapa dia bisa menikmati semua, yang pasti Rere merasa, rasa nikmat yang diberikan kedua gadis itu mengalahkan rasa sakit yang bersarang di lubang belakangnya.
Tania merayap ke atas dan mulai menjilati buah dada Rere tanpa melepaskan kocokan kedua jarinya di dalam kemaluan Rere. Bahkan ketika lidah Tania menggelitik putingnya, Rere merasakan sensasi yang sangat asing dalam dirinya. Malu, geli, risih, nikmat, enak semua menjadi satu. Juga manakala gesekan-gesekan Ben di dalam lubang duburnya lama kelamaan berubah menjadi nikmat dan menggetarkan seluruh pikirannya, akhirnya Rere benar-benar jatuh dalam buaian kenikmatan permainan ini. Rere merasa bahwa sekarang tanpa pelukan Ben di tubuhnya dia merasa kosong dan hampa. Rere pun sudah tidak lagi menahan kuasa untuk memeluk Ben dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Ben yang masih di belakangnya. Hal ini semakin membuat posisi Rere menguntungkan Tania karena dengan demikian buah dada Rere semakin membusung ke depan membuat Tania lebih lahap mencumbuinya. Dan juga membuat Ben semakin bersemangat memompa tubuh Rere karena permainan “dua arah“ sedang berlangsung di hadapannya. Geliat monster lain sekarang bangkit di dalam perut Ben. Monster yang sudah lama ingin bangkit, akhirnya setelah sekian lama bangkit dan merasakan permainan cinta antara tuannya dengan wanita yang disukai tuannya.
“ya... Re... kamu hebat banget sekarang...say...kamu nikmatin aja ya... uggh... ssshhh... tutup aja mata kamu... nikmatin semuanya... ya... sshhh... mmmffhh...“ demikian yang keluar dari mulut Ben sebelum tiba-tiba Tania mencium Ben dari depan. Ben pun langsung merespon Tania dan memainkan lidahnya di dalam mulut gadis itu. “Sungguh seandainya ini mimpi, gue gak mau bangun-bangun lagi...“ kata Ben dalam hati.
Sekali lagi Rere merasakan sesuatu yang sungguh di luar pengetahuannya. Rasa nikmat yang begitu asing, membuat seluruh energinya berpusat di selangkangannya, menekan perutnya dan memuntahkan cairan yang mengalir keluar dari sela-sela kemaluannya. Serasa seluruh tenaga itu ikut terkuras habis seiring mengalirnya cairan itu.
“Say... pacar kamu keluar nih...“ Rere mendengar Tania menghentikan ciumannya dan berbicara lebih kepada Ben yang tanpa lelah masih menggenjot dubur Rere dari belakang. Rupanya dia merasakan bahwa kemaluan yang sedari tadi dikocok-kocoknya sudah mencapai puncaknya. Sedetik setelah Tania selesai bicara, Rere merasa tangan seseorang menarik wajahnya ke belakang dan langsung saja bibirnya di lumat dahsyat oleh Ben. Rere pun tak kuasa menolak ciuman itu.
Sambil berciuman, Ben melepaskan batang kejantanannya dari lubang dubur Rere. Niken yang mengetahui hal itu segera saja mengoral batang Ben dengan rakusnya. Rere tidak mengerti, apakah hal itu nikmat untuknya. Tetapi dia tidak mau berlama-lama menghiraukan itu, Rere berusaha untuk terus mengumpulkan kesadarannya setelah merasakan rasa lelah yang teramat sangat saat ’keluar’ tadi. Rere merasa kenikmatan yang tinggi tadi ingin sekali direngguhnya kembali. Maka Rere dengan egois merebut Ben dari sisi Niken, memutar badannya dan memeluk Ben dari depan, mengalungkan lengannya di leher Ben dan merespon panas lumatan-lumatan Ben di bibirnya, memainkan dan membalas semua perlakuan lidah Ben di dalam mulutnya. Rere merasa bahwa dia memang sudah hilang kesadaran sampai-sampai dia merasakan kehilangan yang sangat besar tanpa batang kemaluan Ben di rongga kewanitaannya.
Nampaknya Ben pun mengerti akan isi hati Rere, dia pun langsung menuntun, membawa dan merebahkan Rere di ranjang, seolah ini adalah malam pertamanya dengan Rere, tidak menghiraukan kedua gadis lain yang ada di ruangan itu.
Sementara Rere merasa Ben sungguh tampan saat itu. Senyum Ben yang selalu tersungging saat itu sekarang tidak di anggap ’sinis’ olehnya, bahkan senyum itu seakan sungguh-sungguh melegakan tenggorokannya dari haus yang berkepanjangannya. Rere pun langsung membuka kedua kakinya ketika dilihatnya wajah Ben sudah mendekati kemaluannya. Yang langsung di lahap dan di stimulasi Ben dengan rakus. Rere kembali terbang ke awang-awang. Bahkan ketika tidak ada dua gadis lain merangsangnya di sisinya, dia merasa awan yang indah dan sejuk sekarang berada di dekatnya menyejukan dirinya walaupun peluh keringatnya bercucuran. Ben masih terus saja menjilati dan menggigit kecil daging kecil di antara bibir kemaluannya.
“Aacchhh... ssshhh... Ben...!!“racaunya ketika dia merasa Ben menghisap daging klitnya kuat-kuat. Juga ketika Ben bangkit dan bersiap-siap untuk berpenetrasi, Rere kembali melebarkan kakinya serasa menanti saat-saat itu. Dan ketika batang kejantanan Ben sudah ada di dalam tubuhnya, Rere merasakan rasa lega yang luar biasa. Nikmat yang sungguh dirindukannya. Apalagi ketika Ben menatap matanya saat dia menggerakkan batangnya di dalam tubuh Rere, serasa tatapan mata Ben adalah tatapan mata yang sangat intim yang pernah didapatnya.
Entah perasaan apa yang sedang dialami Rere saat ini, tetapi lagi-lagi dia merasakan perasaan aneh ketika Niken dan Tania datang mendekati Ben dan meletakan tubuhnya di masing-masing sisi Ben. Rere melihat mereka berdua mencumbu Ben yang sedang bercinta dengannya. Ciuman Niken yang dahsyat sekarang mendarat di bibir Ben sementara Tania menjilat ganas telinga dan leher Ben di sisi lainnya. Dan perasaan yang nikmat tadi kembali menghampirinya. Dia yakin bahwa cairan apalah itu yang ada dalam dirinya sekarang sudah bersiap-siap untuk meletus lagi. Rere pun menahan nafasnya, berkonsentrasi dengan setiap denyut yang berkontraksi di dinding-dinding kemaluannya, sungguh hal yang sangat nikmat luar biasa, Rere pun mengeluarkan cairannya lagi.
Ben mengetahui bahwa Rere sudah orgsame untuk yang kedua kali setelah jepitan yang amat kuat mengurut batangnya, dia pun juga tidak bisa membendung spermanya lagi. Spontan Ben melepaskan segala pergelutannya dengan Tania dan Niken, memeluk erat Rere yang berbaring lemah dihadapannya, menciumi lehernya dan berkonsentrasi mendengar desahan panas Rere dalam setiap derik-derik tempat tidur yang bergoyang akibat dorongan-dorongannya, Ben mendorong dengan sekuat tenaga berusaha menanamkan batang kejantanannya lebih dalam dan membenamkannya di sana. Ben pun berejakulasi di dalam rahim Rere.
Peluh keringat mereka bercampur baur. Rere merasa tenaganya terkuras habis bersamaan dengan masuknya sperma Ben di dalam rahimnya. Dia pun juga tidak punya kekuatan lagi untuk membalas ciuman Ben yang sekarang menempel di bibirnya.
“Kamu hebat banget say...“ kata Ben penuh sayang, “Aku mau lanjutin lagi tapi takut kamu nanti pingsan...“ “Kamu istirahat aja ya... aku bersihin badan dulu...“ “Nanti aku cari makanan... kamu pasti laper... ya kan?“ “Masalah yang tadi, kita bahas besok aja ya...“ Ben menyudahi kata-katanya dengan mengecup kening Rere. Sedetik kemudian, Ben beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi diikuti Niken dan Tania. Rere melihat mereka bertiga memasuki kamar mandi dengan mesranya.
Bahkan Rere tidak bisa memaksa otaknya untuk berpikir apa yang baru saja terjadi. Kenapa dia bisa hilang kendali? Obat perangsang? Dia bahkan tidak minum apa-apa sebelum tidur tadi. Tetapi kenapa? Bagaimana nikmat seksual yang tadi dirasakannya baru didapatkannya sekarang? Pikiran itu berkecamuk di dalam otaknya yang buntu. Rere juga kembali meng-compare permainan cinta antara dirinya dengan Albie atau permainan cinta yang barusan. Dia tidak bisa memprediksi, apakah dia menginginkan perasaan nikmat yang seperti tadi lagi atau tidak. “Lapar...“ perutnya mengingatkannya, “Tapi nanti Ben mau cari makanan...“ katanya membalas dirinya sendiri mengingat kata-kata Ben sebelum pergi ke kamar mandi. Kapan dia akan keluar dari kamar mandi? Rere berpikir ketika didengarnya desahan penuh kenikmatan bergaung dari dalam kamar mandi. Apa yang sedang mereka lakukan?
Ah, dia terlalu lelah untuk perduli. Mungkin dia akan istirahat sebentar sebelum Ben membangunkannya nanti untuk makan. Dan besok, dengan adanya kejadian tadi, mungkin Rere akan bisa melunakkan sedikit kekerasan hati Ben dan membicarakan kesepakatan untuk kembali ke sekolah lagi. “I miss school...“ celotehnya, senyum lebar berkembang manakala dia mengingat bahwa akan ada kesempatan untuk bertemu teman-teman sekolahnya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar