Jumat, 30 Januari 2009

Reckless Story Part 15

ANGELA


Aku punya seorang teman baik. Dia punya 2 orang adik perempuan. Yang paling kecil berumur 22 tahun. Namanya Angela, tingginya sekitar 170 cm, dengan badan yang langsing, sepasang kaki yang panjang, dan dada yang tidak terlalu besar. Wajahnya bagaikan bidadari dalam mimpi semua pria. Aku tidak menyangka dia akan menjadi secantik ini.

Suatu hari aku ke rumah temanku utk berangkat ke kantor bersama. Ketika itu aku melihat Angela sedang sarapan di ruang makan sendirian.

“Hi..” sapaku.
“Ko Adi sedang mandi, mungkin sebentar lagi selesai.” Katanya.

Kemudian dia bangkit dan merapikan piring dan sendoknya dan langsung pamit untuk pergi ke kampus. Ketika Angella berdiri, aku bisa melihat seluruh tubuhnya. Dia memakai baju kemeja putih lengan pendek, rok coklat selutut, kemudian penis ku rasanya ingin meletus saat itu juga. Tidak kusangka dia memakai pantyhose berbahan transparan (ultra sheer) ditambah lagi sepatu talinya yang berwarna hitam membuat kakinya lebih indah dan seksi sekali. Terjadi peperangan batin yang sangat hebat di dalam diriku. Di satu pihak, hasrat penisku yang sangat berkobar-kobar untuk bercinta dengan kakinya kemudian menyetubuhinya berkali-kali. Di pihak lain, otakku mengatakan itu tidak baik, dan tidak mungkin aku melakukannya di saat ini. Sayang dia sudah punya pacar kalau tidak, pasti akan kujadikan miliku.

Ketika Angella sudah menghilang dari belakang pintu, dengan cepat aku naik ke lantai 2 dan mencoba untuk memasuki kamarnya. Beruntung sekali karena tidak dikunci. Aku segera menghampiri lemari pakaiannya dan mencari harta karun fantasi sex-ku. Tetapi aku mengalami kekecewaan karena dia hanya punya 3 pasang pantyhose, sehingga aku tidak mungkin mengambilnya. Untuk mengobati kekecewaanku, aku mencari keranjang cucian yang ada di kamar mandinya. Aku cari celana dalamnya. Aku menemukannya di antara pakaian tidurnya. Dengan cepat aku mengambil celana dalamnya yang terbuat dari bahan satin yang halus dan menempelkannya di hidung dan menarik nafas dalam-dalam. Pikiranku langsung melayang dan penisku semakin mengeras dan panjang.

Celana dalamnya masih menyimpan aroma yang khas dari vagina seorang wanita. Tapi aku buru-buru menyimpannya ke dalam kantong celanaku dan meninggalkan kamarnya. Aku kembali ke lantai 1 dan masuk ke kamar mandi. Aku buka resleting celanaku dan membebaskan penisku dari kurungan celana dalamku dan segera aku balutkan celana dalam Angela ke batang penisku dan langsung masturbasi sambil membayangkan bercinta dengan seorang bidadari perawan yang cantik yang mengenakan pantyhose dengan sepatu tali yang seksi.

Kubayangkan penisku masuk dan keluar, memompa vaginanya dengan cepat dan keras. Hanya dalam hitungan beberapa detik kemudian, aku mengalami ejakulasi yang hebat. Dengan sisa-sisa tenaga aku arahkan penisku ke jambannya, dan 3 semprotan panjang mengawali puncak orgasme ku dan diakhiri dengan beberapa tetes spermaku. Nafasku memburu dan berkeringat.

“Indra! Kamu lagi di WC ya?” terdengar teriakan dari Adi.
“Iya, bentar, gue lagi kencing nih.” Dengan cepat aku keluarkan tissueku dan membersihkan kepala penisku yang tersayang, kemudian ku tarik flush yang ada di jamban dan hilanglah bukti dari hasrat ku yang membara. Ku simpan kembali harta karun ku dan keluar dari WC dan bertingkah seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Sepanjang hari aku selalu teringat akan Angela, setiap kali aku ke WC aku selalu mengeluarkan celana dalam Angela dan menghirupnya dalam-dalam. Ternyata aroma wangi dari vagina Angela sangat memikat dan merangsang. Malamnya aku kembali bermasturbasi sambil membayangkan Angela, adik dari teman baikku yang sekarang menjadi objek fantasi sexual-ku.

Tidak kusangka keberuntungan berpihak kepadaku. Tidak lama kemudian Adi keluar dari kantor karena mendapatkan tawaran yang lebih bagus. Angela, bidadariku, yang mengambil alih pekerjaannya. Indahnya lagi, Adi memintaku untuk mengantarnya pulang karena tidak ada yang menjemput.

Hari pertama Angela masuk kerja merupakan surga dan neraka bagiku. Angela mengenakan terusan dengan model smart suit setinggi lutut yang berwarna coklat pastel muda dan ultra sheer pantyhose dan sepatu tali putih dengan hak sedang. Aku selalu mencari cara dan alasan untuk selalu berdekatan dengannya dan melahap kakinya yang menggiurkan dengan mataku.

Memang aku mempunyai fetish terhadap pantyhose sejak masih kecil. Semua ini karena adik terkecil dari ibu ku. Secara tidak sengaja aku menyentuh kakinya yang sedang dibalut oleh stocking dan aku telah jatuh cinta terhadap perasaan itu sampai sekarang. Sekarang umurku 26 tahun. Aku mengoleksi berbagai macam pantyhose dan stocking, namun sayang sedikit sekali yang berkualitas bagus di Indonesia.

Siang itu, aku bermasturbasi di WC kantor. Sorenya, aku dan Angela sedang dalam perjalanan pulang. Kami ngobrol tentang pekerjaan. Jalanan lumayan padat sehingga tidak bisa cepat-cepat dan sering berhenti. Aku memberanikan diri untuk bertanya.

“Angela, boleh aku bertanya sesuatu?”
“Apa?” jawabnya dengan ringan sambil melihatku.
“Tapi jangan marah atau tersinggung ya.” Angela mengangguk kecil.
“Apakah kamu suka pakai pantyhose?”
“Koq kamu tahu aku pake pantyhose?”
“Cuma nebak-nebak aja.”
“Aku baru mulai pake sih, belum lama.”
“Apa kamu suka?”
“Iya, rasanya gimana gitu.”
“Keliatannya halus.”
“Iya, rasanya halus juga.”

Aku menelan ludah dan mengumpulkan segenap keberanian untuk bertanya, “Apakah aku boleh megang? Maksudku aku cuma ingin tahu gimana rasanya.” padahal aku sudah punya beberapa koleksi dan sudah tahu.
Tanpa ragu-ragu Angela menjawab, “Boleh.”

Dengan perlahan-lahan kutaruh jar-jari tangan kiri ku di atas lutut kanannya. Ku elus-elus lututnya pelan-pelan. Seluruh badanku dipenuhi oleh sensasi erotis yang ditimbulkan oleh kelembutan pantyhose dan kaki Angela.

“Gimana rasanya?” tanya angela.
“Benar-benar halus.” aku senyum kecil sambil memandang wajahnya yang cantik.

Penisku sudah dalam keadaan siaga satu dan dari luar terlihat sedikit menonjol. Untung mobilku mempunyai transmisi automatis sehingga aku tidak perlu mengganti-ganti gigi dan melepaskan tangan kiriku dari lututnya. Karena jalanan sangat macet, tidak lama kemudian Angela tertidur. Kuberanikan diriku untuk menjelajah lebih dalam lagi ke pahanya.

Angela tidak memberikan reaksi penolakan atau keberatan atas tindakanku, atau mungkin dia tidak merasakannya karena sedang tertidur. Aku tidak perduli, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Pelan-pelan tangan kiriku makin ke atas dan telah sampai di tengah-tengah pahanya. Ku belai pahanya yang lembut dan halus. Kulihat wajahnya, Angela tertidur dengan sangat tenang. Saat ini, roknya sudah tersingkap setengah paha. Untung roknya tidak terlalu ketat, jika tidak, aku akan mengalami kesulitan untuk menjelajah lebih dalam. Kuteruskan aksiku sampai pada paha bagian atas. Akhirnya aku sampai pada pusat segala kenikmatan sexual.

Jari tengahku menelusuri celah yang terbentuk dari ke dua pangkal pahanya. Jari tengah ku merasakan kehangatan dan kelembaban. Dengan perlahan kutelusuri garis cekungan yang terbentuk dari celah vaginanya. Tiba-tiba terasa basah dan licin. Penis ku bertambah keras dan kencang, ternyata Angela secara sadar atau pun tidak, terangsang dengan belaian tanganku yang nakal. Aku tidak tahu apakah dia sadar ataukah masih tertidur. Saat ini arus lalu lintas mulai lancar, aku langsung masuk ke pintu tol. Dengan cepat aku mengeluarkan uang pas dari asbak mobil dan dengan cepat pula memberikannya kepada petugas tol dan aku langsung tancap gas.

Setelah beberapa puluh meter, aku pelankan laju mobilku dan jari tengahku mulai memberikan tekanan-tekanan ringan pada selangkangannya. Bahan pantyhose yang halus bercampur dengan cairan manis yang di hasilkan oleh Angela membuat darahku makin mendidih dan sangat horny. Ku alihkan pandanganku dari jalan dan dengan cepat mengamati Angela. Rok nya sudah tersingkap sampai atas. Pahanya yang mulus terbungkus oleh pantyhose yang sexy. Wajahnya masih tidak menunjukan reaksi penolakan ataupun reaksi lainnya. Ku percepat gerakan jariku dengan tujuan membuatnya semakin terangsang dan orgasme. Kemudian kuselipkan jari manisku dan bersama-sama dengan jari tengahku, dan kumainkan vaginanya.

Setelah beberapa saat, ku putuskan untuk fokus pada klitorisnya. Gerakan jariku kupercepat namun tetap lembut dan tidak kasar. Samar-samar aku mendengar desahan halus yang berasal dari nafas Angela. Expresinya sedikit berubah. Kelihatannya Angela sangat menikmatinya. Cairan halus dan licin itu semakin membasahi celana dalam dan pantyhose Angela. Demikian pula dengan penisku, sudah membasahi celana dalamku.

Setelah beberapa menit pikiranku melayangkan imaginasi nikmatnya bersetubuh dengan adik teman baikku yang masih perawan ini, tiba-tiba aku dikagetkan dengan sebuah mobil truck besar yang langsung memotong tepat di depanku. Dengan reflek kuinjak rem untuk menghindari tabrakan, dan tangan kiriku sempat terhenti sejenak karena kekagetan itu. Aku dikejutkan lagi oleh tangan Angela yang menekan tangan kiri ku dengan kencang ke selangkangannya.

Aku langsung melanjutkkan memberikan rangsangan kepada klitorisnya dengan cepat dan sedikit lebih kuat. Pinggangnya mulai bergerak, aku bisa merasakan kontraksi otot pada selangkangannya. Kemudian terdengar desahan kenikmatan yang tertahan di dalam vaginanya. Angelaku yang manis mengalami orgasme pertamanya.

Setelah orgasmenya reda, ia membuka matanya dan menatapku dengan senyuman yang malu dan manis.

“Ko Indra nakal..” itulah kalimat pertama yang keluar dari mulutnya yang sexy.
“Bagaimana rasanya?” tanyaku.

Tangan kirinya tetap menahan tangan kiriku di vaginanya, tangan kanannya membelai sayang pipiku. Tangannya yang halus dan lembut membuatku semakin terangsang.

“Enak sekali.. Aku tidak tahu akan begitu enak.. Apa itu orgasme?”
“Itu belum seberapa, apa mau yang lebih enak lagi?” dengan berani aku menanyakan.
“Sex langsung?”
“Iya” jawabku.
“Apakah benar akan lebih enak dari ini?”
“Tentu saja.”

Angela melihat jam pada dashboard.

“Apakah masih sempat? Sudah terlalu malam nanti aku di cariin sama orang-orang rumah.”
“Bilang aja lagi ada acara ulang tahun teman.”
“Ide yang bagus.”
“Terus pacarnya gimana?”
“Biarin aja, aku juga tidak begitu suka.”

Kesempatan emas yang tidak boleh kulewatkan. Tetap saja aku tidak menyangka akan semudah ini, dan Angela yang begitu berani. Apakah dia sudah pernah melakukannya?

Kuparkir mobilku disebuah hotel yang terletak di tengah keramaian kota. Langsung saja aku memesan sebuah kamar yang VIP dengan ranjang yang besar.

Segera setelah pintu kamar ditutup, aku duduk di atas kasur yang empuk dan menarik tangan Angela dan menyuruhnya duduk di atas pangkuanku. Posisi badannya menghadap ke kanan.

“Apa Angela yakin mau melakukan ini denganku?”
“Kalau memang orgasme terasa seindah dan senikmat itu, aku rela melakukannya.”
“Apa setelah ini Angela akan melakukannya dengan orang lain juga?”
“Ya tidak lah Ko Indra ku sayang. Aku bukan pelacur seperti itu. Aku hanya ingin melakukannya dengan Ko Indra.”
“Benarkah?”

Dia merangkul leherku dan kusambut dengan ciuman yang basah di bibirnya. Angela memejamkan matanya, ku julurkan lidahku ke dalam mulutnya. Dengan sedikit kaku dan kikuk bidadariku menyambut tarian lidahku. Tidak lama kemudian Irama cumbuan kami semakin meningkat dan cepat dan panas penuh dengan nafsu. Tangan kiriku menelusuri semua bagian dari punggungnya dan tangan kananku menelusuri paha dan betisnya yang terbalut oleh pantyhose.

Cumbuan kami bertambah liar, kutelusuri lehernya sambil menarikan lidahku. Terdengar desahan nikmat bercampur geli dari bibirnya. Angela membelai rambut dan punggungku.

“Oh.. Ko Indra..”

Saat ini tangan kiriku berhasil meraih payudara kirinya dari belakang. Ku pijat-pijat dengan lembut dan ku remas-remas. Tangan kananku dengan cepat melepaskan kancing-kancing bajunya. Angela pun mengikuti tindakanku dan melepaskan kancing bajuku, dan celanaku. Kusuruh Angela berdiri. Aku pun ikut berdiri dan langsung saja celana panjangku jatuh ke bawah. Ku tarik tangan kiri Angela dan meletakannya di penisku yang masih terbungkus celana dalam.

“Keras sekali dan basah.. Ngompol ya?” ejek Angela.
“Angela juga basah.” Ku elus-elus selangkangannya. Kemudian dia tersipu malu.

Kubuka BH nya dan di depan mataku adalah sepasang payudara yang berukuran sedang dan ranum. Bajunya sengaja tidak kulepaskan, karena dia terlihat sangat cocok dan cantik dengan baju itu. Ku lihat celana dalamnya yang berwarna kulit menutupi vaginanya. Kuturunkan pantyhosenya sedikit dan kurobek celana dalamnya dan menariknya keluar. Kubetulkan kembali pantyhosenya, dan ku hirup aroma dari cairan vaginanya dan kujilat. Angela melihat dengan tatapan sedikit terkejut. Kutempelkan celana dalamnya ke hidung Angela.

“Bagaimana aromanya?”

Seakan-akan tidak percaya, ia menghirupnya beberapa kali.

“Aromanya seakan-akan menggetarkan seluruh tubuhku..” jawabnya.

Tiba-tiba saja aku merasakan tangan kirinya dengan penuh nafsu meremas-remas penisku. Kuturunkan celana dalam ku dan penisku berdiri dengan keras dan panjang. Mulutnya sedikit terbuka melihat penisku yang berukuran sedang namun keras seperti batu. Jarinya yang mungil menyentuh ujung kepala penisku. Tidak terbayangkan nikmatnya sentuhan Angela pada penis ku. Perlahan-lahan ia mulai memegang dan mengelus-elus seluruh batang penisku, akibatnya penisku benar-benar basah.

Aku suruh Angela tidur di atas ranjang. Ku jelajahi seluruh bagian dari kakinya yang panjang dan seksi. Aku habiskan lebih dari 30 menit hanya mengelus-elus dan memijat-mijat kecil seluruh bagian kakinya. Setiap kali aku melihat kaki dan sepatu talinya, rasanya ingin ku kulum. Akhirnya ku angkat kaki kanannya dan kuserbu dengan kuluman dan ciuman pada jari-jari kakinya tanpa melepas sepatunya. Setelah puas ku lanjutkan dengan mengulum vaginanya. Tanpa melepas pantyhosenya, aku mainkan tarian erotis dengan lidahku. Angela terus mendesah nikmat tanpa henti. Setelah beberapa saat, aku merasakan otot-otot pinggulnya mulai menegang.

Angela mengalami orgasme kecil. Kubuat sebuah lubang kecil dengan bantuan gigi dan jari ku. Lidah ku langsung menerobos masuk dan menyerbu klitoris Angela. Nafas Angela semakin memburu dan dari bibirnya terus mengalir alunan desahan kenikmtan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

“Ko.. Indra.. Enak banget..”

Ku arahkan pandanganku sedikit ke atas, bidadariku terlihat sangat menikmati oral yang ku berikan. Ku dorong lidahku lebih dalam lagi ke dalam vaginanya. Cairan cinta Angela terus mengalir tanpa henti. Aku ingin angela merasakan nikmatnya bercinta, dan betapa mengagumkannya multi orgasme. Ku masukan jari tengah ku ke dalam vaginanya. Jariku masuk dengan mulus tanpa menemui hambatan apa pun. Ku coba untuk mencari titik G spot yang menjadi puncak kenikmatan sexual Angela.

Desahan yang keluar dari mulutnya semakin kencang. Ada beberapa tempat yang mencurigakan, akhirnya aku berexperimen satu per satu. Memang makan waktu, tetapi setelah beberapa kali mencoba, akhirnya kutemukan. Aku tidak begitu yakin, tetapi semakin lama aku memberikan rangsangan pada titik tersebut, semakin kuat Angela menggeliat dan akhirnya orgasme. Kurasakan otot-otot vaginanya menjepit jariku dengan kuat. Setelah orgasmenya reda, aku memposisikan diriku di atas badan Angela. Kukulum bibir dan lidahnya.

“Sayang.. Aku akan memberikan kenikmatan yang tiada bandingannya, apa kamu sudah siap?”

Angela melihatku dengan nafsu yang membara dan menganggukan kepalanya. Kuberikan senyum manisku dan memposisikan penis ku di depan pantyhose yang sudah ku robek sedikit. Pelan-pelan ku masukan penis ku. Dinding vaginanya yang ketat dan kencang menyambut kedatangan penisku dengan hangat. Ketika kepala penisku tenggelam di dalam vaginanya, Angela memejamkan matanya dan mulutnya terbuka.

Kudorong lagi perlahan-lahan sampai seluruh batang penisku berada di dalam vaginanya. Hangat, basah dan kencang, itulah yang kurasakan ketika meluncur masuk. Pelan-pelan ku tarik sedikit dan masuk lagi. Setelah beberapa tarikan Angela membuka matanya dan menatapku dengan penuh kepatuhan. Dia sudah mulai terbiasa dengan penisku, kupercepat gerakan memompa ku dalam posisi misionaris. Angela mendesah nikmat. Makin lama makin cepat, kembali Angela hilang dalam orgasmenya yang kuat dan panjang. Titik G spot yang kutemukan berada disebelah bawah dinding vaginanya. Sulit untuk merangsangnya dalam posisi misionaris.

Kusuruh Angela membalikan badannya. Darah keperawanannya membekas di atas ranjang hotel. Begitu pula dengan penis ku, tertempel darah segar dari Angela. Kuarahkan Angela membentuk posisi doggy style. Aku sendiri juga sudah tidak dapat bertahan lama lagi. Aku ingin menyelesaikannya dengan memberikan multiple orgasme. Ku posisikan penisku ke daerah G spot Angela. Saat itu pula angela mendesah dengan kencang, karena vaginanya sudah terlalu sensitif. Kupompa Angela dari belakang, pertama-tama pelan kemudian semakin cepat dan cepat. Tidak sampai 5 menit, badan Angela kembali berkontraksi. Kontraksinya jauh lebih kuat dari sebelumnya. Kurasakan otot-otot vaginanya meremas-remas penisku. Benar-benar sensasi yang tidak ada bandingannya.

Aku dapat merasakan cairan madu Angela terus mengalir keluar membasahi paha kami. Badan Angela berkontraksi dan menggeliat dengan hebat bagaikan gempa bumi. Orgasme yang ia rasakan tak kunjung habis. Ku pelankan gerakanku, dan membiarkan Angela menikmati keseluruhan orgasmenya. Kucabut penisku dari vaginanya dan menyuruhnya tidur dengan terlentang. Kuposisikan penisku di depan bibirnya.

“Angela, buka mulutnya.. Anggap aja lolipop.”

Angela menuruti kata-kataku dan menyambut ‘lolipop’ yang basah dengan ejakulasinya. Angela dengan kaku mengulum penisku. Namun rupanya dia mempunyai bakat alami dalam memberikan oral pada penis ku. Tidak lama kemudian, orgasme ku datang bagaikan petir. Seluruh badanku bergetar. Angela kaget ketika sperma ku meluncur dengan cepat dan kuat. Tidak terhitung berapa banyak spermaku yang keluar. Angela hampir tersedak, namun dengan cepat ia telan spermaku dan membersihkan sisa-sisanya.

Angela sudah kehabisan tenaga, aku berbaring disebelahnya. Ia menatapku dengan tatapan puas dan sayang. Bidadariku.. Akhirnya aku berhasil bercinta dengannya.

Setelah berbaring selama beberapa saat, aku mengajak Angela untuk mandi bersama. Terpaksa Angela harus melepaskan pantyhosenya. Kami saling membersihkan satu sama lain, tidak lama kemudian aku kembali memasukan penisku yang masih keras dan horny ke dalam vagina Angela. Dibawah pancuran shower yang hangat aku kembali bercinta dengan Angela. Ku angkat dan kutahan kaki kirinya dengan tangan kananku dan kusandarkan dia pada dinding kamar mandi. Ku pompa vaginanya dengan penisku, lembut namun mantap. Angela menarikan tarian lidahnya pada leherku. Tanpa disengaja dia menemukan tempat yang sensitif pada leher bagian kiriku.

“Iya.. Di sini.. Terus..”

Angela memfokuskan tariannya pada titik tersebut. Tak pernah kuduga betapa sensitifnya tempat itu, aliran-aliran listrik kecil seolah-olah berjalan di seluruh tubuhku, menambah sensasi yang luar biasa pada penisku. Aku terus mendesah dan sedikit mempercepat gerakan penisku, kadang-kadang aku mendorongnya sedalam mungkin dan mempertahankannya dalam posisi seperti itu dan kugoyangkan pinggangku dengan gerakan melingkar. Angela mendesah dan menghentikan tariannya.

Kulanjutkan lagi proses percintaanku. Dia merangkulku dengan kuat. Desahannya semakin cepat dan kuat.

“Ko.. Indra..”

Di bawah pancuran shower yang hangat, Angela mengalami orgasme yang kesekian kalinya. Badannya bergetar kuat. Otot-otot dinding vaginanya meremas-remas batang penisku dan membawaku ke ujung kenikmatan yang tak terbayangkan. Aku berusaha untuk menahannya selama mungkin, paling tidak sampai orgasme Angella mereda. Setelah reda, langsung ku keluarkan penisku, dengan tanggap Angela berlutut di depanku dan melahap penisku dengan mulutnya. Separuh penisku hilang didalam mulutnya. Lidahnya dengan cekatan menari-nari di penisku. Benar-benar tidak terlukiskan rasanya. Kupegang kepala Angela dengan kedua tanganku, pelan-pelan ku dorong masuk penisku sampai habis. Angela hampir tersedak dan dengan cepat menyesuaikan rongga kerongkongannya untuk menyambut penisku.

Kutarik lagi dan kumasukan lagi. Lidahnya tak pernah berhenti sedikitpun menarikan tarian erotis pada penisku. Rangsangan ini benar-benar membuat penisku meledak dengan orgasme yang kuat dan menggetarkan. Karena aku terus menarik dan mendorong penisku akibatnya spermaku ada yang mengalir keluar dari mulutnya. Spermaku yang mengalir keluar dari sudut bibirnya membuat Angela semakin cantik dan menggairahkan. Angela terus menjilat dan menelan sperma dari penisku sampai bersih.

“Suka ya?” Kutanya dengan lembut.

Tanpa melepaskan kulumannya, ia tersenyum dan mengangguk. Bidadariku ternyata sungguh luar biasa, ini benar-benar mimpi menjadi kenyataan. Seorang gadis cantik memberikan oral dan menelan sperma dari penisku.

Kami terpaksa menyudahi percintaan kami, karena sudah larut malam. Ku antar Angela pulang ke rumahnya. Sebelum keluar dari pintu mobil, kami bercumbu dengan penuh nafsu..

Malamnya kutelepon Angela. Kami setuju untuk pergi ke mall untuk berjalan-jalan. Angela mengenakan terusan model babydoll dengan panjang sampai 10 cm di atas lutut. Bahannya halus dan lembut. Pantyhose berwarna putih, ultra sheer, ditambah dengan sepatu tali berwarna putih yang melingkar sampai ke pertengahan betisnya, membangunkan penisku yang sedang tidur. Rambutnya terurai rapi, make up berwarna natural dan tipis, lipstick merah muda yang paling muda dengan wet look. Ketika masuk ke dalam mobil, dia menyapaku dengan manis dan manja.

“Sabar ya Ko Indra sayang..”

Angela mengatakan hal itu seolah-olah ia mengetahui apa yang sedang kupikirkan saat ini, yaitu berhubungan sex dengannya saat ini juga. Dengan tampang kecewa yang kubuat komikal aku mengeluh. Namun hal ini mengundang tawa bahak dari Angela.

“Apa tidak ada yang tahu kalau kita pergi bersama?” tanyaku.
“Tidak ada, aku cuma bilang mau bantu-bantu temanku yang mau married, jadi aku punya alasan untuk pulang sampai malam.” jawab Angela sambil tersenyum manis.
“Angela, kamu benar-benar cantik, manis dan seksi sekali.”
“Ko Indra bisa aja, kan aku dandan seperti ini cuma untuk Ko Indra.”
“Memangnya kamu tidak pernah dandan untuk cowok kamu?”
“Cowok yang mana ya?”
“Kemarin katanya sudah punya?”
“Oh yang itu.. Sudah putus tuh..”
“Kapan?”
“Tadi malam.” Angela menjawab dengan tenang.
“Boleh tahu kenapa?”
“Ko Indra lucu deh, pake acara nanya segala.”

Aku menduga bahwa akulah yang menjadi alasan dari putusnya hubungan antara Angela dengan pacarnya.

“Gara-gara aku ya?”

Tiba-tiba saja Angela mencium pipi kiriku.

“Cuma Ko Indra yang bisa membahagiakanku.”

Rasanya jantungku hendak meloncat keluar mendengar pernyataannya. Kuelus-elus pahanya yang dengan manis terbungkus oleh ultra sheer pantyhose berwarna putih sambil tersenyum manis.

Setelah beberapa saat, kami tiba di Plaza Senayan. Sambil bergandengan tangan kami memasuki pintu samping Plaza. Kami masuk ke Metro dan langsung menuju ke bagian pakaian dalam. Angela melihatku dengan senyumnya yang nakal. Kami mulai dari lantai dasar yang banyak menjual sepatu-sepatu wanita. Aku menyodorkan beberapa pasang sepatu tali yang sexy dan bagus. Ternyata Angela juga menyukainya dan aku membeli 2 pasang sepatu tali yang ber-hak tinggi dan sedang untuk Angela. Kemudian kami naik ke lantai atas untuk melihat-lihat stocking dan pantyhose yang dipajang pada counternya dan sibuk membahasnya. Akhirnya kami memutuskan untuk membeli semua merk yang ada dalam beberapa warna. Namun kali ini Angela yang memaksa untuk membayar. Setelah itu kami makan siang di sebuah cafe di lantai atas.

Aku sengaja memilih tempat yang terletak disudut ruangan. Kami duduk di sofa yang menempel pada kedua sisi ruangan. Kami memesan dua piring spagheti, dan jus untuk makan siang kami. Setelah pelayan yang mencatat pesanan kami pergi, aku sibuk memeriksa sekeliling kami. Suasana masih sepi dan tidak ada yang memperhatikan kami, yang terpenting adalah taplak meja yang panjangnya sampai ke lantai. Benar-benar cocok untuk melaksanakan rencanaku. Dengan sekejap aku masuk ke bawah meja.

“Ko Indra..” Angela berusaha menyingkap kain yang menutupiku.
“Ssst.. Jangan keras-keras, nanti ketahuan..” Bisikku.
“Mau ngapain sih?”
“Ada deh..” Jawabku dengan senyum nakal.

Kurapikan kain penutup meja itu sehingga menutupi seluruh bagian pinggang Angela. Kemudian kubuka kedua kaki Angela yang menutupi selangkangannya. Lalu aku belai-belai vaginanya yang terbalut oleh pantyhose putih yang seksi.

“Ko Indra.. Jangan di sini nanti ada yang melihat..” Bisiknya.

Aku mengacuhkan bisikannya, karena aku merasakan bahwa Angela tidak memakai celana dalam dan pantyhose yang dikenakannya adalah yang ’sheer to waist’. Langsung saja kukulum vaginanya sambil membelai-belai kakinya yang panjang dan lembut.

“Ko Indra..”

Aku dapat merasakan sensasi nikmat yang menghanyutkan bersamaan dengan perasaan takut begitu pula dengan Angela. Kujilati seluruh bagian dari selangkangan Angela. Tidak lama kemudian aku dapat merasakan cairan manis yang khas mengalir dari vaginanya dan bercampur dengan kulumanku yang basah. Aku menjadi semakin bersemangat dan horny. Kupercepat kuluman dan tarian erotis lidahku. Sensasi yang menggelitik dan eksotis membuat tubuh Angela bergetar-getar. Aku yakin Angela pasti sedang berusaha keras untuk menahan ekspresinya dan menahan desahannya. Penisku meronta-ronta untuk keluar dari dekapan celana dalamku. Aku terus melahap Angela dengan penuh nafsu, dan tanganku tidak henti-hentinya membelai dan mengelus-elus kakinya.

“Silahkan Minumnya.” Terdengar suara dari seorang pelayan wanita yang mengantarkan minuman.
“Terima kasih..” jawab Angela dengan suara yang sedikit bergetar.

Aku dapat merasakan Angela sedang menyedot jus yang baru saja di antar. Tangan kanannya menyelinap masuk ke dalam taplak meja dan mengelus-ngelus kepalaku. Tidak lama kemudian terdengar lagi suara dari pelayan wanita yang sama, membawakan pesanan kami. Setelah meletakan pesanan kami, pelayan itu meninggalkan Angela.

“Sayang ayo dimakan dulu.” Bisikku dari bawah.

Angela dengan kikuk mencoba memakan spagheti yang telah kami pesan. Dia berusaha untuk tenang dan mencoba menikmati makanannya. Aku tahu dengan pasti sensasi yang dihasilkan oleh vaginanya (dengan pertolongan lidahku yang nakal) telah mengambil alih kesadarannya. Tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki yang mendekat, bersamaan dengan itu pula kedua kaki Angela menjepit kepalaku dengan kencang. Akhirnya aku merasakan otot-otot pinggul dan kakinya berkontraksi dengan keras. Cairan orgasmenya mengalir makin banyak, kulahap semua sampai tak tersisa. Badan Angela sedikit berguncang dan mengeluarkan suara seperti tersedak.

“Apa Ibu tidak apa-apa?”
“Oh.. Tidak.. Cuma sedikit tersedak..” Jawabnya dengan gugup.

Tidak kusangka Angela masih dapat berbicara menutupi keadaannya yang sedang orgasme. Setelah beberapa saat, Angela mulai mengendorkan jepitan kakinya, otot-otot pinggulnyapun mulai rileks. Aku mengintip dari belakang kain untuk melihat keadaan dan langsung aku keluar dari kolong meja dan duduk di sebelahnya.

“Batuk ya?” tanyaku.
“Ko Indra! Hampir saja tadi ketahuan!” Serunya sambil mencubit kecil pahaku.
“Tapi seru kan?” jawabku sambil tertawa kecil.
“Iya.. Tapi sekarang waktunya pembalasan!”

Dengan cepat Angela memeriksa keadaan dan langsung turun ke bawah meja. Dengan cekatan Angela membuka resleting celanaku dan membebaskan penisku dari kurungan celana dalamku. Langsung saja penisku berdiri dengan tegak. Tanpa mengulur waktu Angela mulai menjilati ujungkepala penisku, menikmati cairan pra orgasme yang telah membasahi kepala penisku. Lidahnya yang lembut dan hangat menari-nari indah, diselingi dengan kuluman yang dalam. Gerakan Angela sangat agresif seakan-akan ingin membuatk meledak saat itu juga. Aku tentu saja tenggelam dalam kenikmatan eksotis dan erotis yang diberikan oleh Angela.

Seperti halnya Angela, aku tidak dapat berkonsentrasi menikmati makananku. Untung saja porsinya sedikit. Seluruh badanku dipenuhi oleh listrik-listrik kecil yang semuanya menyerbu pusat saraf sensorikku. Tinggal suapan terakhir, oral yang diberikan oleh Angela membawaku ke puncak kenikmatan duniawi, yaitu orgasme. Badanku ikut bergetar dan menimbulkan suara. Aku berhasil menahan desahan nikmatku dalam-dalam. Seorang pelayan wanita datang untuk menawarkan tambahan minuman atau makanan.

“Tidak.. Sudah cukup..” dengan seluruh kesadaran yang tersisa aku menjawab.

Gelombang demi gelombang orgasme melanda penisku. Dengan setia Angela menampung semua itu di dalam mulutnya dan kemudian menelan madu murni yang keluar dari penisku. Setelah reda, dia masih saja menjilati dan menghisap penisku sampai kering, sampai semua madu yang melekat di penisku dihabiskannya, baru penisku yang masih setengah berdiri disimpan kembali ke dalam celanaku.

Aku memberinya isyarat untuk keluar. Dengan Senyum nakal yang manis, Angela berkata:

“Benar nih nggak mau tambah lagi?”

Kami tertawa terbahak-bahak sambil berpelukan. Setelah menghabiskan minuman kami, aku memanggil pelayan dan meminta bon.
Setelah membayar, kami berdiri, menenteng belanjaan kami, pada saat itu juga manajer cafe datang menghampiri kami.

“Terima kasih atas kedatangannya. Apakah rasa makanannya cocok?”
Dengan spontan kujawab, “Dessertnya enak sekali.”
“Appetizernya juga enak.” sambung Angela.

Dengan senyum nakal kami meninggalkan manajer yang sedang kebingungan karena jelas-jelas kami tidak memesan makanan pembuka maupun pencuci mulut.

Petualangan yang menegangkan di cafe tersebut ternyata makin membangkitkan nafsu horny kami. Akhirnya kami memutuskan untuk nonton film di bioskop. Ternyata cara ini tidak banyak membantu. Film tidak kami gubris sama sekali selama hampir satu setengah jam kami bercumbu dengan liar. Leher dan kuping tidak luput dari kuluman kami. Jari-jari mungil Angela berkelana ke selangkanganku dan masuk ke dalam celanaku dan bermain-main dengan penisku. Jarinya yang halus dan lembut membelai-belai kejantananku, kadang-kadang membuat lingkaran-lingkaran kecil pada ujung kepala penisku. Benar-benar kenikmatan tiada tara. Tanganku tidak dapat menjangkau selangkangannya karena posisi duduk yang tidak memungkinkan.

Setelah film selesai, kami masuk ke kamar kecil untuk merapikan diri. Aku tidak mengalami orgasme, meskipun demikian itu merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Aku juga yakin pasangan yang duduk tidak jauh dari kami juga melakukan hal yang sama karena kami.

Setelah itu kami langsung menuju ke sebuah hotel yang telah kubooking pada waktu pagi tadi. Ketika pintu kamar ditutup dan dikunci, aku langsung menarik lengan Angela dan memeluknya dengan erat. Barang-barang belanjaan kami jatuh berceceran di lantai. Ku kulum bibir dan lidahnya yang lembut dan hangat. Aku tidak tahu Darimana asalnya french kiss, namun aku yakin orang pertama yang menemukannya akan langsung horny melihat adegan french kiss kami yang dipenuhi dengan hasrat dan nafsu.

Di sebelah pintu masuk terdapat sebuah lemari baju dengan kaca yang panjang. Posisi kami tepat di depan kaca tersebut. Aku melihat bayangan kami yang sedang bercumbu. Benar-benar pemandangan yang sangat erotis dan indah. Mulut kami terbuka lebar, bibir saling beradu. Lidahku dengan lincah menelusuri bagian luar dari mulut dan dagu Angela. Lidah bidadariku pun tidak kalah lincah dan agresifnya. Semua dagu dan mulutku, bahkan sampai ke pipi ku basah semua. Setiap kali lidahnya menyapu permukaan kulitku, kurasakan api hasrat liarku makin membesar. Lidah kami akhirnya bertemu. Angela makin bertambah semangat dan terus mendesah nikmat. Tangannya menelusuri seluruh bagian dari punggungku. Kubelai kepalanya sambil meremas-remas rambutnya yang lembut, tangan kiriku meremas-remas pantatnya yang bulat dan kenyal.

“Kohh.. In.. Dra..”

Tiba-tiba saja Angela menghentikan cumbuannya.

“Aku punya sesuatu untuk Ko Indra.”
“Apa itu?” jawabku dengan tergesa-gesa, karena akuingin secepat mungkin bersetubuh dengannya.
“Lepas semua pakaian dan duduk di ranjang.”

Aku ikuti permainannya dan melakukan apa yang ia minta. Penisku mencuat bagaikan tiang bendera. Angela menghampiriku dan berlutut dihadapanku. Bibirnya langsung mengecup kebanggaanku yang telah membuatnya tenggelam dalam lembah kenikmatan duniawi yang indah. Lidahnya menjilati kepala penisku, tepatnya menjilati cairan bening yang keluar dari celah penisku, kemudian mulutnya melahap selurh kepala penisku dan disedotnya sampai kering, tidak lupa lidahnya yang lembut dan basah menari-nari dengan sensual.

Kubelai rambut dan kepalanya.

“Angela..”

Dia melihatku dan tersenyum, kemudian bangkit dan mengulum bibir dan lidahku. Aku masih dapat merasakan aroma memabukan dari cairan pra orgasmeku yang bercampur dengan ludahnya.

“Ko Indra duduk di sini dan nikmati pertunjukannya, tapi tidak boleh dalam bentuk atau cara apapun merangsang atau menyentuh penis milikku.”

Angela mengatakan itu disebelah telinga kiriku, sambil mengelus-elus kejantananku.

“Bagaimana Ko..?” angela menjulurkan lidahnya dan menjilat rahang dan kupingku.
“Ok.” jawabku.

Dia tersenyum nakal dan genit. Sepertinya aku telah membangkitkan sisi nafsunya yang terpendam. Angela mengambil barang-barang belanjaan kami dan menaruhnya di depanku. Ia mengambil sebuah pantyhose berwarna hitam transparan dan mengeluarkan isinya. Angela menarik bangku meja rias dan menaruhnya di hadapanku, kemudian ia duduk menghadap ke kanan, sehingga sisi kanan tubuhnya ada di hadapanku. Kaki kanannya diletakan sedikit lebih maju dari kaki kirinya. Dengan perlahan ia menunduk dan tangannya membelai dan mengelus-elus betisnya yang ramping dan padat.

Terdengar suara gesekan halus yang terjadi karena gesekan antara tangannya dengan pantyhose yang ia kenakan. Suara ini bagaikan musik eksotis yang luar biasa, hingga cairan beningku kembali menetes keluar. Ia melihat ke arahku dan tersenyum manis.

“Apa Ko Indra suka?”

Aku hanya dapat mengagguk. Angela kembali mengelus-elus betis, pergelangan kaki, sampai jari-jari kakinya. Benar-benar pemandangan yang tidak ada bandingannya. Dia sengaja merangsangku.

Dengan perlahan-lahan dan anggun jari-jari mungilnya menarik simpul tali sepatunya yang terletak di tengah-tengah betisnya. Tali tersebut diletakan dengan lembut olehnya. Ujung kakinya ia kuncupkan dan perlahan-lahan ditarik mundur dari sepatunya. Ujung kakinya di daratkan di lantai dan kedua tangannya membelai dan memijat-mijat kecil tumit dan telapak kakinya. Kembali ia melihatku sambil tersenyum nakal. Ia berbalik ke arah kiri dan hal yang sama ia ulangi sekali lagi untuk kaki kirinya.

Penisku makin bertambah keras dan basah melihat pertunjukan erotis angela. Ia berdiri, baju baby doll putihnya ia angkat setinggi pinggang. Pantyhose putih transparannya yang sexy membuat mataku berkunang-kunang dan penisku meronta-ronta untuk dapat masuk ke dalam vagina Angela dan bersetubuh dengannya habis-habisan. Itulah rencana balas dendam ku karena angela telah dengan sengaja menggoda dan membuatku demikian terangsang.

Angela membelakangiku dan membungkuk sehingga pantatnya tepat di depan mataku. Ia turunkan pantyhose putihnya pelan-pelan. Ketika Pantyhosenya telah melewati selangkangannya, dengan jelas dapat kulihat vaginanya yang berwarna merah muda diseliputi oleh cairan hornynya yang membuatku ketagihan, dan mekar Dengan indah. Aku yakin Angela juga merasa terangsang dengan pertunjukan solonya. Satu persatu Kakinya diangkat dan keluar dari lapisan pantyhosenya. Setelah itu Angela melemparkannya ke ranjang di sebelahku.

Ia mengambil Pantyhose berwarna hitam transparan (ultra sheer) dan memasukan tangannya ke kaki bagian kanan pantyhose tersebut, ia raih ujungnya dan ia tarik ke atas. Angela kembali duduk di ujung bangku. Ia masukan ujung kaki kanannya ke dalam pantyhose dan tanganya menarik pantyhose itu ke atas mengikuti lekuk tumit dan betisnya sampai lutut. Dengan cara yang sama ia lakukan lagi dengan kaki kirinya sambil melihat kudengan tatapan penuh dengan nafsu. Pantyhose di tarik ke atas sampai ke pinggangnya. Angela merapikan pantyhosenya mulai dari ujung kaki sampai ke pangkal pahanya.

Penisku rasanya ingin meledak saat itu juga. Setelah rapi ia mengambil sepatu tali hitam dengan tumit tinggi dan memakainya dengan sensual. Ia jilat bibirnya untuk menggoda ku. Entah sudah berapa banyak cairan kenikmatanku mengalir. Baju babydoll nya ia rapikan kemudian dengan gaya seperti seorang peragawati Angela berjalan lenggak-lenggok di hadapanku.

Angela memang pernah menjadi model dan masuk TV. Warna hitam pantyhosenya tipis sekali sehingga hanya meninggalkan aksen hitam pada kakinya yang panjang. Dua pasang, tiga pasang.. Yang ketiga adalah sebuah stocking berwarna kulit sangat transparan yang terbuat dari bahan yang halus sekali. Saat ini juga, Angela telah telanjang bulat. Penis dan selangkanganku sudah basah total. Pikiranku hanya terfokus pada Angela bidadariku. Kuperhatikan wajahnya yang cantik dan manis seperti sedang menahan sesuatu. Setiap pasang pantyhose yang telah ia pakai semuanya meninggalkan bercak basah pada selangkangannya.

Stocking yang ia kenakan tidak dapat menahan cairan manisnya sehingga dengan sinar matahari sore aku dapat melihat dengan jelas ujung stocking bagian atas berwarna lebih gelap seperti terkena air. Tidak lain dapat kusimpulkan cairan itu berasal dari vagina Angela yang sudah sangat sensitif dan horny.

“Angela..”

Ia datang menghampiriku. Langsung kudekap dan kutidurkan Angela di atas ranjang. Kucumbu dengan penuh nafsu pelampiasan dan tangan kiriku mendarat di selangkangannya yang sudah banjir. Kuelus-elus bibir-bibir vaginanya.

Angela mendesah dan bergetar. Kukonsentrasikan jari tengahku pada klitorisnya. Kutekan dengan sedikit kencang dan kugetarkan tanganku. Angela mendesah dengan kencang dan dalam hitungan detik seluruh tubuh Angela menggeliat hebat dan otot-otot pinggulnya bergetar dengan kencang.

“Ko Indra..!” Angela meneriakan namaku.

Gelombang demi gelombang orgasme klitoris Angela membuktikan betapa nikmatnya kenikmatan seksual. Setelah hampir satu menit, orgasmenya mulai mereda. Ia menatapku dengan penuh kasih. Kumasukan jariku ke dalam vaginanya dan mencari titik G spotnya. Badannya kembali menggeliat dan desahan yang keluar bagaikan musik erotis di telingaku. Dengan variasi tekanan kurangsang daerah G spotnya.

Sampai pada akhirnya meledaklah orgasmenya. Kukulum payudaranya dan kuhisap kencang-kencang. Otot-otot dinding vaginanya berkontraksi kencang sekali mendorong jariku. Kupertahankan posisiku dan Angela meronta-ronta dalam kenikmatan orgasme yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Cairan yang hangat mengalir keluar dari dalam vaginanya. Aku berpindah posisi dan mengulum vaginanya dan madu murni yang keluar dari dalam. Lidahku kujulurkan dan merangsang kembali G spotnya. Angela kembali bergetar tiada henti. Cairan hangat itu kembali keluar tiada habis. Kuhisap dan kutelan semuanya.

Setelah puas, aku mengangkat kedua kakinya yang sudah lemas ke pundakku. Kepalaku berada di tengah-tengah kakinya. Kumasukan penisku. Mulutnya terbuka lebar namun tidak ada suara. Penisku menemukan surga didalam vaginanya. Kutarik keluar dan masuk lagi dengan lembut dan stabil. Ku belai dan elus kedua kakinya yang terbungkus stocking yang lembut dan seksi. Angela dengan pasrah menikmati percintaan ini. Matanya terpejam dan nafasnya pendek dan cepat. Aku juga tidak akan dapat bertahan lama setelah semua rangsangan visual yang ia berikan, namun aku mencoba untuk bertahan.

Vaginanya yang sudah terlalu sensitif langsung meledak lagi. Aku sudah tidak dapat bertahan lebih lama lagi, karena dinding-dinding vaginanya meremas-remas penisku. Ku tarik penisku dan memasukannya ke dalam mulut Angela. Dengan setia ia menerima semua semburan orgasme ku dan menghabiskan madu ku. Badanku bergetar dan mendesah nikmat.

Angela membuka matanya dan menatapku dengan manis. Aku tahu dia pasti kelelahan karena mengalami orgasme kuat secara berturut-turut. Setelah bersih kukeluarkan penisku, namun Angela menolaknya. Dengan segenap tenaganya ia berbalik dan membaringkan aku di atas ranjang. Bidadariku terus memberikan oral pada kejantananku yang tetap keras. Lidahnya menelusuri seluruh bagian dari batang penisku. Makin lama Angela semakin fasih meng-oral seks penisku. Kuganjal kepalaku dengan beberapa buah bantal agar dapat melihat pemandangan yang indah ini. Bidadari cantik ku benar-benar sangat menikmati dan menyukainya.

Aku tidak ingin sensasi dan waktu ini berlalu. Aku benar-benar laki-laki yang beruntung. Menit-menitpun berlalu tanpa terasa. Orgasme kuat kembali mengambil alih tubuh dan pikiranku. Kali ini Angela sengaja mengumpulkan madu orgasmeku di dalam mulutnya, kemudian ia bermain-main dengan penisku dan spermaku. Hasilnya penisku berlumuran madu putihku. Sambil tersenyum dan memandangku ia menjilat dan menghisap habis semua madu yang berceceran. Meskipun telah berorgasme dan ejakulasi berkali-kali kejantananku masih menolak untuk istirahat dan tetap horny. Aku tidak mungkin melanjutkannya lagi karena Angela sudah lelah. Dia tertidur dengan senyum puas di dadaku.

Setelah berselang beberapa menit,

“Ko Indra..”
“Iya sayang..” jawabku sambil membelai rambut dan pipinya.
“Cerita dong..”
“Cerita apa?”
“Cerita kenapa Ko Indra suka sekali sama pantyhose.”
“Wah kalau diinget-inget sih sudah lumayan lama juga. Yang pasti pertama kali aku merasakan yang namanya stocking itu waktu aku masih SD, kira-kira kelas satu atau dua. Adik terkecil dari ibuku yang tinggal di medan sedang berkujung ke Jakarta. Dia menginap di rumahku. Suatu hari kami sedang berada di dalam mobil, aku duduk di sebelahnya. Secara tidak sengaja kakiku menyenggol betisnya. Sentuhan pertama itu bagaikan perkenalan dengan sebuah sensasi yang tidak dapat kulupakan. Tanteku memakai stocking berwarna kulit. Sepanjang perjalanan kakiku selalu menempel dengan kakinya dan sesekali mengelus-elusnya. Dia tidak mengatakan apa-apa mungkin karena aku masih kecil dan iseng. Setelah itu aku tidak pernah dapat melupakan perasaan itu.”
“Terus..”
“Ketika aku tumbuh makin besar aku mulai suka memperhatikan perempuan-perempuan yang memakai stocking dan pantyhose, dan penisku langsung berdiri dengan tegak. Rasa nafsu dan horny menguasai pikiranku. Ketika sampai di rumah dan tidak ada yang memperhatikan, aku bermain-main dengan penisku sambil membayangkan bercinta dengan perempuan yang memakai pantyhose/stocking tadi.”

Angela tersenyum dan tangannya bermain-main dengan penisku yang masih keras.

“Semakin lama aku semakin kecanduan, akhirnya dengan menahan malu aku nekat membeli sepasang pantyhose di supermarket terdekat. Kubawa pulang dan langsung kukenakan. Penisku menjulang tinggi, ketika kakiku saling bersentuhan, rasanya aku langsung mabuk kepayang. Benar-benar sensual. Kukeluarkan penisku dan aku bermasturbasi.”

Angela membuka matanya dan menatap wajahku dengan penuh rasa ingin tahu, sambil me-masturbasikan penisku.

“Seperti ini?” tanya Angela.

Kakinya digosok-gosokkan ke kakiku. Setiap gesekan menimbulkan gelombang-gelombang listrik kenikmatan ke seluruh badanku.

“Akhirnya aku mempunyai banyak koleksi pantyhose dan stocking namun yang benar-benar bagus dan enak dipakai hanya beberapa merk. Aku juga suka mencari gambar-gambar model yang memakai pantyhose maupun stocking atau lingerie di internet. Aku selalu bermasturbasi dengan koleksi-koleksiku. Kelihatannya ceritaku membuat Angela horny. Sekarang ini ia sedang menjilati putingku.

“Semua teman wanita yang kukenal tidak ada yang suka memakai pantyhose atau stocking. Aku suka sekali pergi ke pameran mobil berskala besar karena SPG nya cantik-cantik dan hampir semuanya memakai pantyhose. Sampai akhirnya aku melihat kamu memakai kemeja lengan pendek putih, rok coklat dan pantyhose. Rasanya aku ingin langsung bercinta dengan Adik teman baikku ini.”

Angela meninggalkan putingku dan mengulum mulutku, tangannya semakin agresif memainkan penisku.

“Bagaimana dengan Angela, kelihatannya kamu juga suka.”
“Sama seperti Ko Indra.. Pertamanya aku tidak begitu suka, namun karena iseng maka aku membeli sepasang. Ketika aku memakainya, rasanya aku sedang terbang dan tubuhku terbuai. Vaginaku rasanya seperti sedang bergetar. Akhirnya aku beli lagi beberapa pasang dan aku sangat menyukainya. Bekas cowoku yang tolol itu tidak suka. Aku tahu Ko Indra melihat aku dengan penuh nafsu, dan entah kenapa aku tidak merasa aneh atau takut. Ketika Ko Indra memegang pahaku, rasanya seluruh badanku menjadi lemas dan nyaman. Akhirnya aku sadar kalau aku juga menyukai pantyhose. Apa Ko Indra sudah sering melakukan ini?”
“Belum, percaya atau tidak Angela adalah yang pertama.”
“Lebih enak mana sama masturbasi?”
“Tentu saja lebih enak bercinta dengan Angela.”

Tiba-tiba Angela bangkit dan mencari sesuatu di lantai. Semua pantyhose yang ada di taruh di atas tubuhku. Tubuhku bergetar merasakan sentuhan lembut dari pantyhose yang lembut. Angela mengambil sebuah stocking berwarna putih transparan, kemudian menyarungkannya ke penisku. Getaran-getaran erotis menghujani kejantananku ketika stocking tersebut bergesekan dengan penisku. Sekarang celah kecil pada ujung kejantananku bertemu dengan garis jahitan pada ujung kaki stocking. Garis itu dengan lembut membelah celah kepala penisku.

“Stocking kondom.” seru Angela dengan senyumnya yang manja.

Stocking tersebut ditarik agak kencang sehingga membaluti seluruh bagian penisku seperti sebuah kondom. Lidah Angela terjulur dan menjilati kepala penisku yang terbalut dengan kondom stocking. Rasanya beda dengan biasanya. Tidak lama kemudian kepala penisku pun hilang di dalam mulutnya yang seksi. Aku benar-benar tersesat dalam jalan kenikmatan duniawi yang tak terbayangkan. Permainan mulut dan lidah angela tetap tidak berkurang nikmatnya, malah bertambah nikmat. Aku terus mengerang nikmat.

Kuarahkan Angela pada posisi doggy style. Sambil memegang ujung Stocking pada pangkal penisku, ku masukan kejantananku ke dalam liang cintanya. Vaginanya yang sudah kebanjiran menerima penisku tanpa gesekan yang berarti. Namun, tetap saja terasa berbeda. Aku tidak dapat menenggelamkan seluruh batang penisku, karena terhalang tanganku yang memegangi kondom stocking agar tidak lepas. Tidak kusangka Angela mengalami orgasme secepat ini. Badannya bergetar hebat dan otot-otot vaginanya menjepit erat kejantananku. Kutarik keluar penisku dan stocking kondomku benar-benar basah akan cairan cinta Angela.

Kuposisikan Angela sehingga dia yang berada di atas dan mulai bercumbu. Setelah beberapa saat, aku arahkan penisku ke dalam vaginanya. Angela memejamkan matanya dan merasakan kejantananku memenuhi seluruh ruangan di dalam lembah kenikmatannya. Angela mengulum telinga dan leher bagian kiriku yang sensitif. Kupegang pinggulnya dan kuangkat naik-turun. Setelah beberapa kali, Angela langsung melakukan gerakan memompa itu sendiri. Lama-lama makin cepat. Ia mengangkat pundaknya dan bertumpu pada kedua tangannya. Ia merasakan rangsangan yang luar biasa karena dalam posisi ini ia dapat dengan mudah merangsang G spotnya.

Kuputuskan untuk membantu Angela mempercepat prosesnya. Ku tarik dan kutekan pinggulku ke bawah saat pinggul Angela terangkat dan ketika pinggulnya turun, langsung ku sodok ke atas. Angela mendesah tiada hentinya. Angela benar-benar mendapatkan rangsangan ganda, karena batang penisku menggesek-gesek klitorisnya dan kepala penisku memberikan tekanan yang mantap pada daerah G spotnya.

“Oh.. Ko Indra..” kutatap wajahnya yang manis yang sedang merasakan getaran-getaran ekstasi yang hebat.

Bunyi ‘plak-plak’ terdengar nyaring setiap kali selangkangan kami bertemu. Penisku tertarik keluar sampai ke ujungnya, kemudian langsung melesat ke dalam dengan cepat.

“Ko.. Indra.. Nanti.. Keluarin.. Di dalam ya..”
“Nanti kalau hamil bagaimana?”
“Lagi masa.. tidak subur..”

Aku semakin terpacu dan bersemangat, Bidadariku menginginkan aku ejakulasi di dalam vaginanya. Saat ini penisku pun sudah benar-benar dalam keadaan yang sangat sensitif.

“Ko Indra.. Aku sudah.. nggak tahan lagi..”
“Sebentar ya.. Tahan sedikit lagi..”

Aku menginginkan kami mencapai orgasme bersama-sama. Beberapa saat kemudian,

“Ko Indra.. Argh..”
“Angela..”

Secara bersamaan kami mencapai puncak kenikmatan duniawi bersama-sama. Pinggulku terangkat ke atas dan pinggulnya menekan ke bawah dengan sepenuh tenaga, sehingga kejantananku tertanam dalam lembah cintanya dalam-dalam. Sebuah gelombang orgasme yang panjang mengawali puncak kenikmatan kami. Angela berteriak seiring dengan gelombang pasang naik orgasmenya yang dahsyat. Orgasme yang kami rasakan serasa tiada habis-habisnya. Penisku mengeluarkan madu putihku terus menerus karena diperah oleh otot-otot vaginanya yang terus berkontraksi. Angela pun merasakan hal yang sama, orgasmenya serasa tiada akhir.

Akhirnya Angela roboh kehabisan tenaga dan jatuh di dalam pelukanku. Nafasnya masih memburu dan keringat membasahi sekujur tubuhnya. Kami saling berpelukan tanpa memisahkan diri. Kubelai-belai punggung dan kepalanya.

“Angela.. Kamu benar-benar hebat.. Tidak kusangka kita bisa berorgasme sepanjang dan selama ini..” pujiku.
“Ko Indra yang hebat.. Aku benar-benar beruntung.. Ini adalah pengalaman seks ku yang paling hebat..”

Kubelai Angeladengan penuh kasih sayang. Tidak lama kemudian kami masuk kamar mandi bersama-sama. Air pancuran yang hangat membawa kesegaran yang menenangkan. Ku gosok tubuh Angela yang mungil dengan sabun. Ia pun melakukan hal yang sama. Tanganku meluncur di atas tubuhnya yang licin dan basah. Payudaranya tidak dapat kuremas karena licinnya sabun. Tubuhku kembali diselimuti dengan perasaan erotis yang sensual. Tidak dapat dihindari lagi, kejantananku langsung terpanggil dan menyahut dengan siaga.

“Ko Indra..” seru Angela dengan nada yang takjub.
“Masa Ko Indra terangsang lagi? Padahal kan tadi kita sudah ML begitu lama, dan Ko Indra pun sudah orgasme beberapa kali. Masa sekarang sudah ereksi lagi?”

Angeka membelai-belai penisku yang masih diselimuti oleh sabun.

“Angela sayang, ini semua gara-gara Angela. Siapa suruh Angela begitu cantik dan seksi, sampai Adik kecil pun tidak dapat menahan nafsu. Apa Angela suka?”
“Tentu saja aku sayang sekali dengan si kecil yang perkasa, yang sudah membuatku orgasme berkali-kali dan merasakan kenikmatan yang tidak ada bandingannya.”

Angela segera membersihkan sabun yang ada pada kejantananku. Tanganku meremas-remas vaginanya sambil membersihkan sisa-sisa sabun. Raut wajah Angela terlihat penuh dengan antisipasi atas apa yang akan berikutnya terjadi. Setelah bersih, Angela langsung mengarahkan penisku ke vaginanya. Kejantananku berada di dalam kenikmatan duniawi yang hangat dan basah. Di bawah siraman air hangat kembali kami bersetubuh dengan penuh nafsu.

Desahan manja dan kenimatan bercampur menciptakan rangsangan exotis. Irama persetubuhan kami makin lama makin cepat. Angela memeluk tubuhku erat-erat supaya tidak jatuh lemas. Dengan kaki kanannya yang kutahan dengan lenganku, penisku meluncur jauh ke dalam dan keluar sampai ke ujungnya. bagaikan koreografi pada sebuah film yang berkualitas, kami mengalami puncak kenikmatan secara bersama-sama. Suara desahan meluncur keluar, tubuhku bergetar dengan hebat. Seperti yang telah Angela antisipasi sebelumnya, kenikmatan orgasmenya menguasai semua akal sehatnya. Di dalam hatinya, ia telah menyerahkan tubuhnya, perasaannya, semuanya untuk kenikmatan yang telah kuberikan.

Saat-saatku bersama dengan Angela adalah romantika yang indah penuh dengan nafsu. Kami masih sering bertemu dan bersetubuh dengan hebat dan liar. Entah kenapa, kami tidak pernah memutuskan untuk menikah.

















Angin Sejuk Kintamani


Siang itu suasana di salah satu SMU negeri di Denpasar sangat hiruk-pikuk oleh ramainya pengumuman bagi siswa kelas 3 yang akan mengakhiri hari terakhir mereka di sekolah tercinta. Salah seorang gadis yang berbaju abu-abu dengan rambut panjang ikut berjubel diantara kerumunan murid-murid lainnya. Dia bernama Udiyani siswa kelas 3 jurusan pariwisata, dengan tinggi yang 169 cm memudahkan bagi dirinya untuk melihat papan pengumuman, tanpa harus berada di kerumunan terdepan.

Udiyani adalah pacarku ketika aku masih bekerja di sebuah travel agent di Bali, sebelum aku pindah ke Lombok untuk menjadi pemain musik di cafe. Dengan senyum kemenangan dia mendatangi aku yang sedang berdiri tak jauh dari tempat parkir sepeda motor.

“Mas Adiet.. Aku lulus..,” teriaknya sembari memeluk aku.

Yang aku sambut dengan mengulurkan tangan dan mendekapnya erat.

“Syukur deh.. Sayang kamu bisa lulus” ujarku ikut gembira.

Sesuai rencana sebelum acara pengumuman, Udiyani mengajaku ke Kintamani apabila dia lulus. Sebagai ungkapan kegembiraannya atas berhasilnya dia menyelesaikan masa SMU dengan baik.

Tanpa menunggu waktu lagi aku dan Udiyani berangkat ke Kintamani, yang kebetulan siang itu udaranya cukup segar dan memang sebagai lokasi wisata yang menawarkan pemandangan alam pegunungannya, Kintamani selalu sejuk, apalagi menjelang senja dinginnya sampai menusuk tulang.

Dengan mengendarai motor, aku menjalankannya tanpa perlu terburu-buru, karena aku nggak mau melewatkan saat-saat terindah berdua terlewatkan begitu saja. Tangan Udiyani memeluk pinggangku erat, sesekali dia mencumbu belakang telingaku mesra. Tanpa terasa penisku yang berlapiskan celana jeans biru kesukaanku bergerak pelan, menandakan gejolak kelakianku mulai tergoda dengan adanya cumbuan-cumbuan Udiyani yang lembut.

Perjalanan ke Kintamani melewati jalan yang berkelok-kelok, dikanan jalan ada pemandangan danau bedugul yang sangat indah dengan airnya yang jernih, tapi sayang sore itu udaranya agak berkabut, sehingga mengganggu jarak pandang kita.

Aku dan Udiyani memutuskan untuk berhenti sesaat, sambil menikmati udara sore itu di Sebuah cafe kecil di tepian jalan yang pemandangannya langsung menghadap ke Danau Bedugul. Sambil memesan minuman hangat, aku mengeluarkan sebatang rokok kesukaanku dan menyalakannya sesaat, sebelum aku menghisapnya dalam-dalam.

Aku dan Udiyani Duduk memilih duduk di tempat yang agak ke pojok, karena kebetulan juga tempatnya cukup menguntungkan buat menikmati pemandangan ke Danau. Setelah menunggu beberapa saat minuman pesanan kita pun datang. Tanpa menunggu beberapa saat, sebelum pelayan pergi Udiyani sudah terlebih dulu meminumnya hal ini di karenakan udara pegunungan yang berkabut sudah mulai terasa menusuk tulang belulang.

Dengan lembut aku memeluk Udiyani yang nampaknya mulai kedinginan.

“Kamu kedinginan sayang?” Tanyaku

“Iyah nih Mas..” katanya pelan.

Sambil memeluk Udiyani aku membisikan kata-kata mesra.

“Adiet hangatkan yah sayang..!” kataku lembut di belakang telinga.

Udiyani hanya tersenyum manis, tanpa berkomentar sambil mengedipkan matanya tanda setuju. Udara sepertinya sangat mendukung sekali sehingga aku dan Udiyani semakin rapat berpelukan. Ketika ada keheningan sesaat diantara obrolan kita, tak pernah aku melewatkan untuk mengecup bibir Udiyani yang ranum tanpa terpoles lisptick.

“Ohh.. Mas..” desahnya ketika kecupan lembutku mengantarkannya melambung.

Kemesraan kita di cafe tak berlangsung lama, dikarenakan hari mulai menjelang senja. Setelah membayar minuman yang kita pesan, aku menggandeng tangan Udiyani dengan mesra untuk meninggalkan cafe dan mencari penginapan di sekitar Kintamani yang memang sudah dekat dari cafe tersebut.

Tak lama berselang aku menemukan sebuah hotel yang tempatnya begitu cocok menurut kita berdua.
Di Hotel itu tersedia restaurant yang pada malam harinya menyajikan acara live accustic musik.
Sengaja aku memilih Hotel yang ada fasilitasnya seperti itu, karena aku juga pemain musik di cafe yang posisiku di band pemegang rythm sekaligus vokal.

Setelah urusan dengan resepsionist selesai, aku mengajak Udiyani berjalan ke arah kamar. Kamar kami sangat romantis, di depan ada taman dan pancuran air kecil dari sumber mata air sekitar Kintamani dan ada tempat duduknya yang di hiasi lampu temaram. Di dalam kamar aku langsung rebahan di tempat tidur, karena perjalanan kita dari denpasar sedikit melelahkan membuat pegal-pegal di persendian.

“Mas.. Aku mau mandi dulu yah,” katanya.

“Ntar keburu kedinginan, sekarang aja mulai terasa nih udaranya,” sahutnya lagi.

“Kalau begitu kita sekalian aja mandi bareng,” godaku.

“Boleh.. Siapa takut..” tantangnya kemudian.

Dengan berlari kecil aku mengejar Udiyani yang sudah sampai di depan kamar mandi. Sesampainya di dalam kamar mandi, aku langsung membuka kaosku dan hanya mengenakan celana pendek.

“Sayang.. Ini kan hari bahagia kamu setelah kamu lulus” kataku kemudian.

“iya aku tahu itu.. Lantas kenapa sayang?”tanya Udiyani mesra.

“Aku ingin memanjakan kamu dengan cara memandikan kamu mulai dari menggosok seluruh tubuh kamu, menyabuninya dan menyirami dengan shower,” kataku lagi.

“Muachh..” seketika Udiyani mengecup bibirku lembut.

“Makasih sayang.. Kamu sudah manjain aku,” sahutnya lagi.

Dengan lembut aku mulai membuka seragam SMU Udiyani yang masih dikenakan saat itu. Di mulai dari hemnya aku buka kancing atasnya secara perlahan, sambil aku memandangi wajahnya yang manis serta dengan senyumnya yang penuh pesona. Setelah kancing kedua aku buka, maka terpampanglah keindahan bukit payudaranya yang berukuran 36b itu mencuat keluar kontras dengan branya yang berwarna hitam. Aku menyelesaikannya dengan kancing terakhir, sembari aku mengecup kecil bukit payudaranya yang lembut.

Tinggallah rok abu-abunya yang belum aku sentuh. Sesaat aku mengecup kembali bibirnya yang menantang dengan sorot matanya yang pasrah. Kembali dengan perlahan aku membuka rok Udiyani, yang aku awali dengan menurunkan ziper di belakangnya.

“Srett..” bunyi ziper roknya ketika aku turunkan.

Dengan sekali rengkuh, terlepaslah rok Udiyani menyentuh lantai. Udiyani saat itu mengenakan CD warna hitam juga, yang dikombinasikan renda di pinggir dan di bagian tengahnya, sehingga terpampanglah dengan transparan rerumputan hitam lebat melalui renda Cdnya.

Dengan kedua tangan aku melanjutkam menurunkan CD hitamnya dan terpampanglah pemandangan yang membuat aku menelan ludah beberapa saat dan membuat kelakianku tergoda. Celana pendek yang aku kenakan telah menonjol sebelum aku melucuti pakaiannya, ditambah lagi sekarang dia sudah telanjang bulat di depanku.

Dengan lembut aku mulai menyiramkan air dari shower ke seluruh tubuhnya. Yang aku lanjutkan dengan mulai menyabuni punggungnya, pinggulnya yang bahenol, serta betisnya yang jenjang. Yang membuat Udiyani menggelinjang pelan.

“Ohh.. Mas..” desahnya pelan.

Setelah bagian belakang selesai aku sabuni, tinggallah bagian depan yang membuat kelakianku semakin menggelegak. Aku mulai menggosok bagian lehernya terlebih dahulu, karena aku tahu, bagian ini merupakan bagian yang cukup sensitif di samping bagian sensitif yang lainnya yang ada di tubuh Udiyani.

Perlahan tanganku mulai meraba sedikit demi sedikit leher jenjang nan mulus miliknya, dengan telapak tanganku yang penuh dengan busa sabun. Terkadang terdengar desahan lembut Udiyani yang menikmati setiap gerakan tanganku yang menelusuri permukaan kulit halusnya.

“Ohh.. Mas,” desahnya lembut.

Kemudian tanganku bergerak turun ke arah dadanya yang membusung dan licin sembari kembali menuangkan sabun cair di sekitar payudaranya sekaligus ke putingnya yang mulai menonjol keras. Sengaja gerakan tanganku di dadanya sedikit melambat, hal ini aku lakukan sekaligus menyabuni dan merangsang payudaranya secara lembut.

Kembali desahan lembut terdengar olehku.

“Ohh.. Mas.. Teruskan”desahnya dengan mata terpejam.

Setelah cukup bermain di bagian dadanya, kembali tanganku bergerak turun ke arah perutnya yang datar yang hanya beberapa saat lamanya. Dan berakhir di daerah yang berbulu lebat nan hitam, tapi tertata dengan rapi menyerupai bentuk CD. Aku menuangkan sedikit shampoo ke tanganku, kemudian aku lanjutkan dengan menggosok bukit vaginanya dengan lembut. Sesekali tanganku menyentuh clitorisnya lembut yang menimbulkan sensasi tersendiri buat Udiyani.

“Ssshshshshsh..” desisnya pelan.

Tak lama aku lanjutkan untuk menggosok untuk lebih ke bawah lagi yaitu di bagian pangkal pahanya yang mulus dan aku menyelesaikan tugas terakhir memandikannya di bagian betisnya yang bak bulir padi itu. Setelah semua bagian tubuh Udiyani penuh dengan busa sabun, kembali aku menyiraminya dengan gagang shower ke seluruh permukaan tubunya untuk tahap akhir, sebelum aku mencumbu tubuhnya.

“Thanks ya.. Mas.. sudah di manjain,” katanya pelan.

“Dengan senang hati kok sayang.. Aku lakukan buat kamu,” jawabku mesra.

Kemudian aku memeluk tubuh Udiyani mesra, sembari membimbingya untuk duduk di pinggiran bathtub.
Dan selanjutnya aku nyalakan kran airnya. Sembari menunggu airnya penuh, aku jongkok di depannya yang lagi duduk sembari menaikkan salah satu kakinya di pinggiran bathtub. Lidahku mencumbu seluruh permukaan kakinya yang kemudian aku lanjutkan dengan menghisap lembut jemari kakinya yang lentik dan wangi itu.

Udiyani terpejam menerima perlakuanku yang begitu lembut, sehingga melambungkan nafsunya yang memang sudah sangat terangsang sejak awal. Lidahku begerak naik menelusuri betisnya yang jenjang dan berakhir di pahanya yang mulus. Gerakan lidahku semakin liar namun lembut, setelah sampai di pangkal pahanya. Aku menjulurkan lidahku kembali ke arah lekukan pangkal pahanya dan hal ini berpengaruh sekali untuk tubuh Udiyani menerima rangsangan dariku.

Dengan kedua tanganku aku mulai menyibak vaginanya yang aromanya khas sekali, dan kemudian aku julurkan lidahku yang basah ke permukaan clitorisnya yang mulai menonjol pelan. Kembali tubuh Udiyani mengelinjang pelan penuh kenikmatan menerima perlakuan ini.

“Hekk.. Sshh.. Mas,” desahnya tak teratur.

Aku tahu kalau Udiyani begitu menikmati dan suaranya parau namun terdengar cukup sensual. Selanjutnya dengan gerakan mantap aku julurkan lidaku menerobos liang vaginanya yang mulai basah oleh lendir kenikmatan yang keluar dari vaginanya. Tiba-tiba gerakan tangan Udiyani begitu cepat merengkuh belakang kepalaku dan menariknya untuk lebih dalam ke permukaan vaginanya.

“Ohh.. Mas.. Aku mau keluar,” teriaknya kecil.

Tanpa berhenti gerakan lidahku terus menerobos semakin ke dalam dan ini menimbulkan sensasi yang lebih hebat untuknya dan di akhiri dengan teriakannya yang panjang.

“Ohh.. Mass..” Udiyani mendesah lembut.

Setelah mencapai orgasmenya yang kesekian kalinya, aku memberikan kesempatan buatnya untuk istirahat sejenak, sambil aku berdiri menutup kran air yang ternyata sudah penuh. Kemudian aku berjalan ke pinggiran bathtub dan duduk disamping Udiyani untuk mencumbunya kembali. Perlahan tubuh Udiyani merosot ke bawah ke arah selangkanganku dan dengan gerakan lembut mulutnya melahap ujung penisku yang memang sudah sangat keras dari permainan awal.

Lidahnya bermain dengan perpaduan hisapan dan liukan ujungnya di rongga mulut miliknya yang mungil. Aku mendesah lembut menerima perlakuannya ini.

“Ohh.. Sayang.. Enak sekali,” desahku dengan nafas tertahan.

Selanjutnya dengan lembut aku angkat tubuhnya dan memeluk pinggangnya untuk membelakangiku. Dengan lembut tanganku meremas payudaranya dari belakang dan menarik tubuhnya untuk mengambil posisi duduk. Udiyani melebarkan kakinya sembari jemari tangannya yang lentik memegang batang penisku dan mengarahkannya tepat di lubang vaginanya yang sudah basah oleh lendir. Perlahan Udiyani menurunkan pinggulnya secara lembut, maka melesaklah seluruh batang penisku yang sudah mencapai ereksi maksimal.

“Ohh.. Shhss,” desah kami berbarengan.

Setelah penisku menembus bagian dalam vaginanya. Tanganku kembali meremas kedua payudaranya dari belakang dan lidahku menjilati punggungnya yang penuh dengan butir-butir air. Jemari tanganku yang kiri memilin ujung putingnya yang keras dan ini membuat bibirnya mendesah pelan.

“Ssshh..” desahnya penuh erotis.

Sementara tangan kananku menarik wajahnya mendekat ke wajahku. Aku mengulum bibirnya yang masih terbuka menahan nikmat dengan lembut. Udiyani tak tinggal diam dengan menggerakkan pinggulnya memutar seirama dengan gerakan pinggulku yang menghujam vaginanya lebih dalam.

Desahan dan teriakan kecil diantara percintaan kami sesekali terdengar. Dan ini menimbulkan kesan erotis tersendiri buat kita. Setelah beberapa saat lamanya adegan ini berlangsung. Tiba-tiba tubuh Udiyani bergetar dan semakin cepat gerakan pinggulnya.

“Mas.. Aku mau keluar,” teriaknya.

“Kita keluarkan bersama sayang..” sahutku

“Aku juga mau keluar nih,” timpalku lagi.

Kembali tanganku menarik wajahnya dan mengulum bibirnya dengan lembut. Dan tanganku satunya memilin ujung puting payudaranya. Dengan erat aku memeluk tubuhnya begitu aku merasakan cairan hangat menyirami batang penisku. Dan tak berlangsung lama penisku juga menyemburkan sperma ke dalam rongga vaginanya.

“ohh.. Mass.. Aku keluar,” teriaknya bergetar.

“Aku juga.. Sayangg..” dengan nafas tak teratur.

Masih dengan posisi aku memeluk tubuhnya dari belakang aku mengulum bibirnya kembali sampai tetes terakhir spermaku dan di akhiri dengan mengecilnya penisku di dalam vagina Udiayani. Percintaanku dan Udiyani berlangsung kembali setelah acara makan malam di cafe yang malam itu pengunjungnya cukup ramai.

Selama makan malam berlangsung aku memilih meja yang meghadap langsung ke panggung dan ada di deretan tengah agak di ujung. Di atas meja aku nyalakan sebatang lilin untuk menemani makan malam kami. Malam itu semakin berkesan buat Udiyani, karena aku menyumbangkan sebuah lagu karanganku di acara live musik di cafe tersebut untuk dirinya yang sengaja khusus buat dirinya.

Begitulah kisah cintaku yang sampai saat ini aku masih menyimpanya di dalam hati sebagai kenangan yang manis di dalam hidupku.
















Ayu dan Efi, Ibu dan Anak Sekaligus


Didalam cerita pengalaman saya yang pertama yang saya beri judul “Masa kecil saya di Palembang”, saya menceritakan bagaimana saya diperkenalkan kepada kenikmatan senggama pada waktu saya masih berumur 13 tahun oleh Ayu, seorang wanita tetangga kami yang telah berumur jauh lebih tua. Saya dibesarkan didalam keluarga yang sangat taat dalam agama. Saya sebelumnya belum pernah terekspos terhadap hubungan laki-laki dan perempuan. Pengetahuan saya mengenai hal-hal persetubuhan hanyalah sebatas apa yang saya baca didalam cerita-cerita porno ketikan yang beredar di sekolah ketika saya duduk di bangku SMP.

Pada masa itu belum banyak kesempatan bagi anak lelaki seperti saya walaupun melihat tubuh wanita bugil sekalipun. Anak-anak lelaki masa ini mungkin susah membayangkan bahwa anak seperti saya cukup melihat gambar-gambar di buku mode-blad punya kakak saya seperti Lana Lobell, dimana terdapat gambar-gambar bintang film seperti Ginger Roberts, Jayne Mansfield, yang memperagakan pakaian dalam, ini saja sudah cukup membuat kita terangsang dan melakukan masturbasi beberapa kali.

Bisalah dibayangkan bagaimana menggebu-gebunya gairah dan nafsu saya ketika diberi kesempatan untuk secara nyata bukan saja hanya bisa melihat tubuh bugil wanita seperti Ayu, tetapi bisa mengalami kenikmatan bersanggama dengan wanita sungguhan, tanpa memperdulikan apakah wanita itu jauh lebih tua. Dengan hanya memandang tubuh Ayu yang begitu mulus dan putih saja sucah cukup sebetulnya untuk menjadi bahan imajinasi saya untuk bermasturbasi, apalagi dengan secara nyata-nyata bisa merasakan hangatnya dan mulusnya tubuhnya. Apalagi betul-betul melihat kemaluannya yang mulus tanpa jembut. Bisa mencium dan mengendus bau kemaluannya yang begitu menggairahkan yang kadang-kadang masih berbau sedikit amis kencing perempuan dan yang paling hebat lagi buat saya adalah bisanya saya menjilat dan mengemut kemaluannya dan kelentitnya yang seharusnyalah masih merupakan buah larangan yang penuh rahasia buat saya.

Mungkin pengalaman dini inilah yang membuat saya menjadi sangat menikmati apa yang disebut cunnilingus, atau mempermainkan kemaluan wanita dengan mulut. Sampai sekarangpun saya sangat menikmati mempermainkan kemaluan wanita, mulai dari memandang, lalu mencium aroma khasnya, lalu mempermainkan dan menggigit bibir luarnya (labia majora), lalu melumati bagian dalamnya dengan lidah saya, lalu mengemut clitorisnya sampai si wanita minta-minta ampun kewalahan. Yang terakhir barulah saya memasukkan batang kemaluan saya kedalam liang sanggamanya yang sudah banjir.

Setelah kesempatan saya dan Ayu untuk bermain cinta (saya tidak tahu apakah itu bisa disebut bermain cinta) yang pertama kali itu, maka kami menjadi semakin berani dan Ayu dengan bebasnya akan datang kerumah saya hampir setiap hari, paling sedikit 3 kali seminggu. Apabila dia datang, dia akan langsung masuk kedalam kamar tidur saya, dan tidak lama kemudian sayapun segera menyusul.

Biasanya dia selalu mengenakan daster yang longgar yang bisa ditanggalkan dengan sangat gampang, hanya tarik saja keatas melalui kepalanya, dan biasanya dia duduk dipinggiran tempat tidur saya. Saya biasanya langsung menerkam payudaranya yang sudah agak kendor tetapi sangat bersih dan mulus. Pentilnya dilingkari bundaran yang kemerah-merahan dan pentilnya sendiri agak besar menurut penilaian saya. Ayu sangat suka apabila saya mengemut pentil susunya yang menjadi tegang dan memerah, dan bisa dipastikan bahwa kemaluannya segera menjadi becek apabila saya sudah mulai ngenyot-ngenyot pentilnya.

Mungkin saking tegangnya saya didalam melakukan sesuatu yang terlarang, pada permulaannya kami mulai bersanggama, saya sangat cepat sekali mencapai klimaks. Untunglah Ayu selalu menyuruh saya untuk menjilat-jilat dan menyedot-nyedot kemaluannya lebih dulu sehingga biasanya dia sudah orgasme duluan sampai dua atau tiga kali sebelum saya memasukkan penis saya kedalam liang peranakannya, dan setelah saya pompa hanya beberapa kali saja maka saya seringkali langsung menyemprotkan mani saya kedalam vaginanya. Barulah untuk ronde kedua saya bisa menahan lebih lama untuk tidak ejakulasi dan Ayu bisa menyusul dengan orgasmenya sehingga saya bisa merasakan empot-empotan vaginanya yang seakan-akan menyedot penis saya lebih dalam kedalam sorga dunia.

Ayu juga sangat doyan mengemut-ngemut penis saya yang masih belum bertumbuh secara maksimum. Saya tidak disunat dan Ayu sangat sering menggoda saya dengan menertawakan “kulup” saya, dan setelah beberapa minggu Ayu kemudian berhasil menarik seluruh kulit kulup saya sehingga topi baja saya bisa muncul seluruhnya. Saya masih ingat bagaimana dia berusaha menarik-narik atau mengupas kulup saya sampai terasa sakit, lalu dia akan mengobatinya dengan mengemutnya dengan lembut sampai sakitnya hilang. Setelah itu dia seperti memperolah permainan baru dengan mempermainkan lidahnya disekeliling leher penis saya sampai saya merasa begitu kegelian dan kadang-kadang sampai saya tidak kuat menahannya dan mani saya tumpah dan muncrat ke hidung dan matanya.

Kadang-kadang Ayu juga minta “main” walaupun dia sedang mens. Walaupun dia berusaha mencuci vaginanya lebih dulu, saya tidak pernah mau mencium vaginanya karena saya perhatikan bau-nya tidak menyenangkan. Paling-paling saya hanya memasukkan penis saja kedalam vaginanya yang terasa banjir dan becek karena darah mensnya. Terus terang, saya tidak begitu menikmatinya dan biasanya saya cepat sekali ejakulasi. Apabila saya mencabut kemaluan saya dari vagina Ayu, saya bisa melihat cairan darah mensnya yang bercampur dengan mani saya. Kadang-kadang saya merasa jijik melihatnya.

Satu hari, kami sedang asyik-asyiknya menikmati sanggama, dimana kami berdua sedang telanjang bugil dan Ayu sedang berada didalam posisi diatas menunggangi saya. Dia menaruh tiga buah bantal untuk menopang kepala saya sehingga saya bisa mengisap-isap payudaranya sementara dia menggilas kemaluan saya dengan dengan kemaluannya. Pinggulnya naik turun dengan irama yang teratur. Kami rileks saja karena sudah begitu seringnya kami bersanggama. Dan pasangan suami isteri yang tadinya menyewa kamar dikamar sebelah, sudah pindah kerumah kontrakan mereka yang baru.

Saya sudah ejakulasi sekali dan air mani saya sudah bercampur dengan jus dari kemaluannya yang selalu membanjir. Lalu tiba-tiba, pada saat dia mengalami klimaks dan dia mengerang-erang sambil menekan saya dengan pinggulnya, anak perempuannya yang bernama Efi ternyata sedang berdiri dipintu kamar tidur saya dan berkata, “Ibu main kancitan, iya..?” (kancitan = ngentot, bahasa Palembang)

Saya sangat kaget dan tidak tahu harus berbuat bagaimana tetapi karena sedang dipuncak klimaksnya, Ayu diam saja terlentang diatas tubuh saya. Saya melirik dan melihat Efi datang mendekat ketempat tidur, matanya tertuju kebagian tubuh kami dimana penis saya sedang bersatu dengan dengan kemaluan ibunya. Lalu dia duduk di pinggiran tempat tidur dengan mata melotot.

“Hayo, ibu main kancitan,” katanya lagi.

Lalu pelan-pelan Ayu menggulingkan tubuhnya dan berbaring disamping saya tanpa berusaha menutupi kebugilannya. Saya mengambil satu bantal dan menutupi perut dan kemaluan saya .

“Efi, Efi. Kamu ngapain sih disini?” kata Ayu lemas.

“Efi pulang sekolah agak pagi dan Efi cari-cari Ibu dirumah, tahunya lagi kancitan sama Bang Johan,” kata Efi tanpa melepaskan matanya dari arah kemaluan saya. Saya merasa sangat malu tetapi juga heran melihat Ayu tenang-tenang saja.

“Efi juga mau kancitan,” kata Efi tiba-tiba.

“E-eh, Efi masih kecil..” kata ibunya sambil berusaha duduk dan mulai mengenakan dasternya.

“Efi mau kancitan, kalau nggak nanti Efi bilangin Abah.”

“Jangan Efi, jangan bilangin Abah.., kata Ayu membujuk.

“Efi mau kancitan,” Efi membandel. “Kalo nggak nanti Efi bilangin Abah..”

“Iya udah, diam. Sini, biar Johan ngancitin Efi.” Ayu berkata.

Saya hampir tidak percaya akan apa yang saya dengar. Jantung saya berdegup-degup seperti alu menumbuk. Saya sudah sering melihat Efi bermain-main di pekarangan rumahnya dan menurut saya dia hanyalah seorang anak yang masih begitu kecil. Dari mana dia mengerti tentang “main kancitan” segala?

Ayu mengambil bantal yang sedang menutupi kemaluan saya dan tangannya mengelus-ngelus penis saya yang masih basah dan sudah mulai berdiri kembali.

“Sini, biar Efi lihat.” Ayu mengupas kulit kulup saya untuk menunjukkan kepala penis saya kepada Efi. Efi datang mendekat dan tangannya ikut meremas-remas penis saya. Aduh maak, saya berteriak dalam hati. Bagaimana ini kejadiannya? Tetapi saya diam saja karena betul-betul bingung dan tidak tahu harus melakukan apa.

Tempat tidur saya cukup besar dan Ayu kemudian menyutuh Efi untuk membuka baju sekolahnya dan telentang di tempat tidur didekat saya. Saya duduk dikasur dan melihat tubuh Efi yang masih begitu remaja. Payudaranya masih belum berbentuk, hampir rata tetapi sudah agak membenjol. Putingnya masih belum keluar, malahan sepertinya masuk kedalam. Ayu kemudian merosot celana dalam Efi dan saya melihat kemaluan Efi yang sangat mulus, seperti kemaluan ibunya. Belum ada bibir luar, hanya garis lurus saja, dan diantara garis lurus itu saya melihat itilnya yang seperti mengintip dari sela-sela garis kemaluannya. Efi merapatkan pahanya dan matanya menatap kearah ibunya seperti menunggu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Saya mengelus-elus bukit venus Efi yang agak menggembung lalu saya coba merenggangkan pahanya. Dengan agak enggan, Efi menurut, dan saya berlutut di antara kedua pahanya dan membungkuk untuk mencium selangkangan Efi.

“Ibu, Efi malu ah..” kata Efi sambil berusaha menutup kemaluannya dengan kedua tangannya.

“Ayo, Efi mau kancitan, ndak?” kata Ayu.

Saya mengendus kemaluan Efi dan baunya sangat tajam.

“Uh, mambu pesing.” Saya berkata dengan agak jijik. Saya juga melihat adanya “keju” yang keputih-putihan diantara celah-celah bibir kemaluan Efi.

“Tunggu sebentar,” kata Ayu yang lalu pergi keluar kamar tidur. Saya menunggu sambil mempermainkan bibir kemaluan Efi dengan jari-jari saya. Efi mulai membuka pahanya makin lebar.

Sebentar kemudian Ayu datang membawa satu baskom air dan satu handuk kecil. Dia pun mulai mencuci kemaluan Efi dengan handuk kecil itu dan saya perhatikan kemaluan Efi mulai memerah karena digosok-gosok Ayu dengan handuk tadi. Setelah selesai, saya kembali membongkok untuk mencium kemaluan Efi. Baunya tidak lagi setajam sebelumnya dan sayapun menghirup aroma kemaluan Efi yang hanya berbau amis sedikit saja. Saya mulai membuka celah-celah kemaluannya dengan menggunakan lidah saya dan Efi-pun merenggangkan pahanya semakin lebar. Saya sekarang bisa melihat bagian dalam kemaluannya dengan sangat jelas. Bagian samping kemaluan Efi kelihatan sangat lembut ketika saya membuka belahan bibirnya dengan jari-jari saya, kelihatanlah bagian dalamnya yang sangat merah.

Saya isap-isap kemaluannya dan terasa agak asin dan ketika saya mempermainkan kelentitnya dengan ujung lidah saya, Efi menggeliat-geliat sambil mengerang, “Ibu, aduuh geli, ibuu.., geli nian ibuu..”

Saya kemudian bangkit dan mengarahkan kepala penis saya kearah belahan bibir kemaluan Efi dan tanpa melihat kemana masuknya, saya dorong pelan-pelan.

“Aduh, sakit bu..,” Efi hampir menjerit.

“Johan, pelan-pelan masuknya.” Kata Ayu sambil mengelus-elus bukit Efi.

Saya coba lagi mendorong, dan Efi menggigit bibirnya kesakitan.

“Sakit, ibu.”

Ayu bangkit kembali dan berkata,”Johan tunggu sebentar,” lalu dia pergi keluar dari kamar.

Saya tidak tahu kemana Ayu perginya dan sambil menunggu dia kembali sayapun berlutut didepan kemaluan Efi dan sambil memegang batang penis, saya mempermainkan kepalanya di clitoris Efi. Efi memegang kedua tangan saya erat-erat dengan kedua tangannya dan saya mulai lagi mendorong.

Saya merasa kepala penis saya sudah mulai masuk tetapi rasanya sangat sempit. Saya sudah begitu terbiasa dengan lobang kemaluan Ayu yang longgar dan penis saya tidak pernah merasa kesulitan untuk masuk dengan mudah. Tetapi liang vagina Efi yang masih kecil itu terasa sangat ketat. Tiba-tiba Efi mendorong tubuh saya mundur sambil berteriak, “Aduuh..!” Rupanya tanpa saya sadari, saya sudah mendorong lebih dalam lagi dan Efi masih tetap kesakitan.

Sebentar lagi Ayu datang dan dia memegang satu cangkir kecil yang berisi minyak kelapa. Dia mengolesi kepala penis saya dengan minyak itu dan kemudian dia juga melumasi kemaluan Efi. Kemudian dia memegang batang kemaluan saya dan menuntunnya pelan-pelan untuk memasuki liang vagina Efi. Terasa licin memang dan saya-pun bisa masuk sedikit demi sedikit. Efi meremas tangan saya sambil menggigit bibir, apakah karena menahan sakit atau merasakan enak, saya tidak tahu pasti.

Saya melihat Efi menitikkan air mata tetapi saya meneruskan memasukkan batang penis saya pelan-pelan.

“Cabut dulu,” kata Ayu tiba-tiba.

Saya menarik penis saya keluar dari lobang kemaluan Efi. Saya bisa melihat lobangnya yang kecil dan merah seperti menganga. Ayu kembali melumasi penis saya dan kemaluan Efi dengan minyak kelapa, lalu menuntun penis saya lagi untuk masuk kedalam lobang Efi yang sedang menunggu. Saya dorong lagi dengan hati-hati, sampai semuanya terbenam didalam Efi. Aduh nikmatnya, karena lobang Efi betul-betul sangat hangat dan ketat, dan saya tidak bisa menahannya lalu saya tekan dalam-dalam dan air manikupun tumpah didalam liang kemaluan Efi. Efi yang masih kecil. Saya juga sebetulnya masih dibawah umur, tetapi pada saat itu kami berdua sedang merasakan bersanggama dengan disaksikan Ayu, ibunya sendiri.

Efi belum tahu bagaimana caranya mengimbangi gerakan bersanggama dengan baik, dan dia diam saja menerima tumpahan air mani saya. Saya juga tidak melihat reaksi dari Efi yang menunjukkan apakah dia menikmatinya atau tidak. Saya merebahkan tubuh saya diatas tubuh Efi yang masih kurus dan kecil itu. Dia diam saja.

Setelah beberapa menit, saya berguling kesamping dan merebahkan diri disamping Efi. Saya merasa sangat terkuras dan lemas. Tetapi rupanya Ayu sudah terangsang lagi setelah melihat saya menyetubuhi anaknya. Diapun menaiki wajah saya dan mendudukinya dan menggilingnya dengan vaginanya yang basah, dan didalam kami di posisi 69 itu diapun mengisap-ngisap penis saya yang sudah mulai lemas sehingga penis saya itu mulai menegang kembali.

Wajah saya begitu dekat dengan anusnya dan saya bisa mencium sedikit bau anus yang baru cebok dan entah kenapa itu membuat saya sangat bergairah. Nafsu kami memang begitu menggebu-gebu, dan saya sedot dan jilat kemaluan Ayu sepuas-puasnya, sementara Efi menonton kami berdua tanpa mengucapkan sepatah katapun. Saya sudah mengenal kebiasaan Ayu dimana dia sering kentut kalau betul-betul sedang klimaks berat, dan saat itupun Ayu kentut beberapa kali diatas wajah saya. Saya sempat melihat lobang anusnya ber-getar ketika dia kentut, dan sayapun melepaskan semburan air mani saya yang ketiga kalinya hari itu didalam mulut Ayu. “Alangkah lemaknyoo..!” saya berteriak dalam hati.

“Ugh, ibu kentut,” kata Efi tetapi Ayu hanya bisa mengeluarkan suara seperti seseorang yang sedang dicekik lehernya.

Hanya sekali itu saja saya pernah menyetubuhi Efi. Ternyata dia masih belum cukup dewasa untuk mengetahui nikmatnya bersanggama. Dia masih anak kecil, dan pikirannya sebetulnya belum sampai kepada hal-hal seperti itu. Tetapi saya dan Ayu terus menikmati indahnya permainan bersanggama sampai dua atau tiga kali seminggu. Saya masih ingat bagaimana saya selalu merasa sangat lapar setelah setiap kali kami selesai bersanggama. Tadinya saya belum mengerti bahwa tubuh saya menuntut banyak gizi untuk menggantikan tenaga saya yang dikuras untuk melayani Ayu, tetapi saya selalu saya merasa ingin makan telur banyak-banyak. Saya sangat beruntung karena kami kebetulan memelihara beberapa puluh ekor ayam, dan setiap pagi saya selalu menenggak 4 sampai 6 butir telur mentah. Saya juga memperhatikan dalam tempo setahun itu penis saya menjadi semakin besar dan bulu jembut saya mulai menjadi agak kasar. Saya tidak tahu apakah penis saya cukup besar dibandingkan suami Ayu ataupun lelaki lain. Yang saya tahu adalah bahwa saya sangat puas, dan kelihatannya Ayu juga cukup puas.

Saya tidak merasa seperti seorang yang bejat moral. Saya tidak pernah melacur dan ketika saya masih kawin dengan isteri saya yang orang bule, walaupun perkawinan kami itu berakhir dengan perceraian, saya tidak pernah menyeleweng. Tetapi saya akan selalu berterima kasih kepada Ayu (entah dimana dia sekarang) yang telah memberikan saya kenikmatan didalam umur yang sangat dini, dan pelajaran yang sangat berharga didalam bagaimana melayani seorang perempuan, terlepas dari apakah itu salah atau tidak.
















Awal Sebuah Ketulusan


Pada mulanya aku tidak begitu tertarik dengan namanya chatting. Tetapi lama kelamaan aku jadi ketagihan dan setiap hari aku selalu meluangkan waktu Untuk beberapa saat lamanya sembari mengerjakan tugas harian di kantor. Baik itu melalui MIRC ataupun di YM. Dan mulai dari sinilah aku mulai mengenal apa itu dunia cyber. Suatu hari aku chatting dengan menggunakan nickname Jingga yang kebetulan aku suka banget dengan warna purple.

Hingga sampailah aku di pertemukan dengan cewek yang berumur 17 tahun yang mempunyai nama asli Adinda. Adinda yang masih berstatus pelajar di salah satu SMU negeri di Jakarta dan tinggal di sekitar Jakarta Barat. Dengan paras yang cantik serta bentuk tubuh yang sexy di dukung penampilannya yang selalu mengenakan rok abu-abunya di atas lutut. Menjadikan dirinya patut untuk di kagumi oleh setiap lelaki. Apalagi dengan hem putihnya yang sedikit transparan setiap Adinda berangkat ke sekolah. Begitu menerawang terbentuk segaris Bra 36 warna hitam kesukaannya menjadikan setiap mata yang memandangnya tak akan berkedip sedetikpun.

Adinda adalah anak tunggal dari keluarga yang cukup terpandang di Jakarta. Kesibukan papanya sebagai seorang pengusaha, menjadikan Adinda selalu merasa kesepian. Demikian juga dengan Mamanya yang selalu sibuk dengan urusan arisan, shopping, senam, salon dan banyak lagi kesibukan yang datang tak pernah habisnya. Karena merasa kesepian setiap pulang dari sekolah ataupun saat libur sekolah, menjadikan Adinda tumbuh tanpa seorang figur dari keluarganya. Kalau melihat kepribadiannya Adinda sebenarnya mempunyai kepribadian yang periang dan ramah.Semua itu bisa di lihat dengan kesehariannya yang selalu tersenyum kepada semua orang yang di jumpainya.

Demikian juga saat bertemu denganku lewat Chatting. Setiap perjumpaan selalu diakhiri dengan kesan yang baik, bagaimanapun juga aku sangat menghargai. Kejujurannya yang menceritakan masalah keluarganya yang super sibuk dan mantan cowoknya yang berpaling darinya, karena tidak bisa bersabar menghadapi Adinda yang belakangan menjadi pemurung. Sifatnya yang pemurung itu disebabkan oleh suasana keluarganya yang mulai tidak harmonis lagi dan menjadikan sosok Adinda menjadi minder di sekolahnya.

Hingga pada satu kesempatan dia memutuskan ingin bertemu secara langsung denganku. Hari itu setelah kita chatting beberapa saat, tiba-tiba dia menangis dan butuh teman untuk curhat secara langsung dan alasannya, karena dia sudah akrab dan percaya kepadaku.

Setelah menentukan tempat yang cukup aman, sejuk udaranya dan tidak bising akhirnya aku sepakat menemuinya. Dengan perasaan deg-degan, sepanjang perjalanan aku berpikir ada masalah apa dengan Adinda. Dan pikiranku terasa semakin amburadul ketika aku benar-benar ketemu dengannya.

Sesaat Aku terkagum-kagum melihat penampilannya hari itu. Berbeda dengan kesehariannya yang selalu mengenakan seragam sekolah. Hari itu Adinda mengenakan stelan celana jeans agak belel warna biru di padu dengan kaos putih ketat yang menonjol di bagian dadanya. Rambut panjangnya di biarkannya tergerai menyentuh bahunya melewati leher jenjangnya yang putih bersih.

Dari penampilannya yang mengagumkan aku sempat menelan ludah sesaat. Adinda adalah sosok cewek idolaku. Mulai dari wajahnya, dadanya, pinggulnya dan lekukan Pantatnya yang sexy tecetak jelas di celananya yang ketat juga. Membuat aku menelan terdiam sesaat, sambil membayangkan bagaimana jika aku bisa bercinta dengan dia.

Di sebuah cafe yang suasananya pada siang itu tidak begitu ramai, dengan hanya beberapa pengunjung, menjadikan pertemuanku dengan nya akan sangat berkesan tentunya. Selama pembicaraan di cafe, jantungku berdetak kencang setiap melirik paras Adinda yang cantik dan manis sekali dan aku membayangkan jika aku dapat menikmati bibirnya yang merekah. Untuk menghilangkan rasa cemasku, aku berusaha membuka pembicaraan dengan menanyakan bagaimana kesannya setelah bertemu dan ada masalah apa sampai dia memintaku datang menemuinya.

Pertemuan itu sebenarnya hanya sekedar alasannya aja agar bisa ngobrol denganku dan mengenal lebih dekat siapa diriku sebenarnya. Hal itu aku ketahui setelah kami terlibat perbincangan serius di cafe dan dia berterima kasih, kalau selama ini aku bisa dengan penuh kesabaran mendengarkan semua masalah yang di hadapinya.

“Diet.. Boleh aku mengatakan sesuatu?” tanya Adinda tiba-tiba.
“Boleh.. Ada apa emangnya?” tanyaku balik.
“Aku mulai merasakan semua kasih sayang kamu selama ini,” jawabnya.
“Dan aku juga ingin memberikan hal yang sama buat kamu,” lanjutnya.

Aku hanya bisa terdiam mendengar semua penjelasannya, dengan lembut aku memeluk tubuhnya untuk meyakinkan bahwa semua yang kulakukan tulus adanya. Dan dengan pelan aku genggam jemari tangannya yang halus serta aku pegang dagunya dengan lembut bibirku menyentuh bibirnya yang terbuka sedikit. Yang tak lama aku telah menciumi leher Adinda yang terlihat sangat bersih dan putih.

“Adinda aku sayang kamu..,” bisikku di telinganya lirih.

Adinda semakin erat memelukku sebagai ungkapan kebahagiaannya atas sikapku. Setelah perbincangan di cafe selesai, Adinda mengajakku untuk bersantai sejenak sambil beristirahat dengan memesan sebuah kamar di sebuah hotel yang tak jauh letaknya dari cafe tersebut.

“Diet.. Ohh..,” desah Adinda ketika aku mencumbu lehernya setelah kita sampai di kamar. Lidahku semakin nakal menjelajahi leher Adinda yang jenjang.
“Akhh Diet..” tanpa terasa tanganku mulai nakal untuk menggerayangi payudara Adinda yang aku rasakan mulai mengencang mengikuti jilatan lidahku dibalik telinganya.
“Ooohh.. Diet..” desahnya lirih.

Adinda mulai terangang ketika ujung lidahku menjilati bukit payudaranya yang berukuran 36 itu. Aku semakin berani untuk melakukan yang Iebih jauh.. Dengan meremas payudara yang satunya.

“Adinda.. Sayang, aku buka baju kamu yah..”? bisiku di telinganya.

Adinda hanya mengikuti pergerakan tanganku untuk melepaskan pakaiannya, sampai akhirnya dia hanya mengenakan Bra warna hitam. Dadaku semakin naik turun, ketika pundaknya yang putih nampak dengan jelas di depanku.

Setelah terbuka, kembali aku mengulum bibirnya yang merekah. Lidahku menjelajahi rongga di langit-langit mulutnya dan sesekali menghisap lidah Adinda yang mulai terangsang dengan ciumanku. Tanganku yang nakal mulai melepas Bra warna hitam miliknya. Dan.. Wow.. Tersembullah puting yang kencang.. Tanpa pikir panjang aku melepas lumatan di bibir Adinda untuk kemudian mulai menjilati puting Adinda yang berwarna kecoklatan. Satu dua kali hisapan membuat putingnya berdiri dengan kencang.. Sedangkan tangan kananku memilin puting yang lainnya.

“Ooohh Diet.. Enak sekali sayang..,” rintih Adinda.

Dan saat aku mulai menegang.. Adinda berusaha bangkit dari tempat tidur, tapi aku tidak memberikan kesempatan Adinda untuk bangkit dari pinggir ranjang. Parfum Adinda yang harum menambah gairah aku untuk semakin berani menjelajahi seluruh tubuhnya.

Aku beranikan diri untuk mulai membuka celana jeans serta CD hitam berenda yang dipakainya. Dan darahku mendesir saat melihat gundukan yang ditumbuhi dengan rambut yang hitam lebat. Tanpa berpikir panjang, aku langsung menjilati, menghisap dan sesekali memasukkan lidahku ke dalam lubang vagina Adinda.

“Oohh.. Diet.. Nikmat.. Sayang,” Adinda merintih kenikmatan setiap lidahku menghujam lubang kewanitaannya.
“Akhh.. Kamu pintar sekali sayaang..” Desah Adinda disaat jilatanku semakin cepat, Adinda sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda mau orgasme dan sesaat kemudian..
“Mass Adiet.. Sayang.. Aku nggak tahan.. Oohh.. Mass aku mau..” Adinda menggelinjang hebat sambil menjepit kedua pahanya sehingga kepalaku terasa semakin terbenam di selangkangannya.
“Maass.. Ookkhh.. Aakuu keluaarr..” Jeritnya lirih.

Adinda merintih panjang saat mencapai orgasmenya yang pertama, dia tersenyum puas. Aku biarkan dia terlentang menikmati orgasmenya, sambil membuka semua pakaian yang aku kenakan. Aku memperhatikan Adinda begitu puas dengan pemanasan tadi, itu terlihat dari raut wajahnya yang begitu berbinar-binar.

Tanpa memberi waktu panjang, aku segera menghampiri tubuhnya yang masih lemas dan menarik pinggulnya dipinggir ranjang, dan tanpa pikir panjang penisku yang berukuran lumayan besar, langsung menghujam celah kenikmatan Adinda sembari bibirku mengulum payudaranya.

“Aaakhh.. Diet..,” desah Adinda, saat penisku melesak ke dalam lubang vaginanya.
“Diet.. Penis kamu ohh..” desahnya kemudian.

Aku merasakan setiap jepitan bibir vaginanya yang begitu ketat, sampai terasa begitu nikmat lubang senggama Adinda. Aku berpacu dengan nafsu, keringatku bercucuran seperti mandi dan menetes diwajah Adinda yang pertama kalinya merasakan nikmatnya bercinta. Setiap gerakan maju mundur penisku, selalu membuat tubuh Adinda menggelinjang hebat karena dia mulai bisa merasakan dan menikmati permainan ini.

“Diet.. Sudah.. Sayang.. Akhh..” sembari berteriak panjang aku rasakan denyutan bibir vagina Adinda menjepit batang penisku.

Dan aku rasakan cairan hangat mulai meleleh dari vagina Adinda. Aku tidak mempedulikan desahan Adinda yang semakin menjadi, aku hanya berusaha memasukkan penisku lebih dalam lagi. Tiba-tiba Adinda mendekap tubuhku erat dan aku tahu itu tanda dia mencapai orgasme yang kedua kalinya.

Penisku bergerak keluar masuk dengan cepat dan.. Sesaat kemudian.

“Diet.. Aku.. Mau.. Keluarr lagi.. Aaakk.. Sayang, aku.. Nggak tahan..”
Seiring jeritan itu, aku merasakan cairan hangat kembali meleleh disepanjang batang penisku.
“Aaakhh.. Sayang.. Enak sekali.. Ooohh..,” rintih Adinda lirih.
Bagaikan orang mandi, keringatku kembali berkucuran, diatas tubuh Adinda. Disaat aku mulai mencapai klimaks, aku meminta Adinda berganti posisi diatas.
“Adinda.. Sayang kamu diatas yah..”Pintaku

Aku melepas penisku dan langsung terlentang. Adinda bangkit dan langsung menancapkan penisku dalam-dalam di lubang kewanitaannya.
“Akhh gila, penis kamu enak banget Maas.. Ooohh..” Adinda merintih sambil terus menggoyangkan pinggulnya.
“Aduhh enak Diet..” desahnya lagi.
Goyangan pinggul Adinda membuat gelitikan halus di penisku..
“Adinda.. Sayang.. Akh..,” aku mengerang kenikmatan saat Adinda menggoyang pinggulnya.
“Diet.. Aku mau keluar nih..,” sambil merintih panjang, Adinda menekankan dalam-dalam

Tubuhnya hingga penisku amblas ditelan vaginanya dan bersamaan dengan itu aku sudah mulai merasakan tanda-tanda akan mencapai orgasme.

“Aaahh.. Ahh.. Ohh,” teriakku
“Crott..” bersamaan dengan menyemburnya spermaku. Aku biarkan spermaku menyembur di dalam vaginanya. Sebagian dari spermaku langsung meleleh di sekujur pahanya yang mulus.

Setelah itu Adinda berjalan menuju ke kamar mandi untuk segera mencuci spermaku yang baru keluar dari vaginanya. Permainan itu berakhir dengan penuh kenikmatan dalam diri kami berdua, karena baru pertama kalinya Adinda bercinta denganku, dia mengalami multi orgasme yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata.

“Diet.. Kapan kamu ada waktu lagi untuk melakukan semua ini sayang,” tanya Adinda.
Aku menjawab lirih, “Terserah Kamu deh, aku akan selalu sediakan waktu untuk kamu.”
“Makasih sayang.. Kamu telah memberikan apa yang selama ini belum aku rasakan,” kata Adinda.

Kemudian aku mengecup kembali Bibirnya yang merekah sebagai tanda kasih sayangku kepada Adinda yang tulus.
















Daun Daun Muda


Hai, para penikmat cerita dewasa, kenalkan nama saya Andra (nggak nama sebenarnya). Umur 24 tahun dan sekarang lagi kuliah di sebuah PTS di Kediri. Aku termasuk cowok yang populer di kampus (sekeren namaku). Tapi aku punya kelemahan, saat ini aku udah nggak perjaka lagi (emang sekarang udah nggak jamannya keperjakaan diutamakan). Nah, hilangnya perjakaku ini yang pengin aku ceritakan. Aku punya banyak cewek. Diantaranya banyak cewek itu yang paling aku sukai adalah Rere. Tapi dalam kisah ini bukan Rere tokoh utamanya. sebab hilangnya perjakaku nggak ada sangkut pautnya sama Rere. Malah waktu itu aku aku lagi marahan sama doski. Waktu itu aku nganggap Rere nggak bener-bener sayang sama aku. Aku lagi jutek banget sama dia. Habisnya udah lima bulan pacaran, masak Rere hanya ngasih sun pipi doang. Ceritanya pas aku ngapel ke tempat kostnya, aku ngajakin dia ML. Habis aku pengin banget sih. (keseringan mantengin VCD parto kali yee..). Tapi si Rere menolak mentah-mentah. Malahan aku diceramahin, busyet dah! Makanya malam minggu itu aku nggak ngapel (ceritanya ngambek). Aku cuman duduk-duduk sambil gitaran di teras kamar kostku. Semua teman kostku pada ngapel atau entah nglayap kemana. Rumah induk yang kebetulan bersebelahan dengan rumah kost agak sepi. Sebab sejak tadi sore ibu kost dan bapak pergi ke kondangan. Putri tertua mereka, Murni sudah dijemput pacarnya sejam yang lalu. Sedang Maidy, adiknya Murni entah nglayap kemana. Yang ada tinggal Maya, si bungsu dan Ersa, sepupunya yang kebetulan lagi berkunjung ke rumah oomnya. Terdengar irama lagu India dari dalam rumah induk, pasti mereka lagi asyik menonton Gala Bollywood. Nggak tahu, entah karena suaraku merdu atau mungkin karena suaraku fals plus berisik, Maya datang menghampiriku. “Lagi nggak ngapel nih, Mas Andra?” sapanya ramah (perlu diketahui kalau Maya memang orangnya ramah banget) “Ngapel sama siapa, May?” jawabku sambil terus memainkan Sialannya Cokelat. “Ah.. Mas Andra ini pura-pura lupa sama pacarnya.” Gadis itu duduk di sampingku (ketika dia duduk sebagian paha mulusnya terlihat sebab Maya cuman pakai kulot sebatas lutut). Aku cuman tersenyum kecut. “Udah putus aku sama dia.” jawabku kemudian. Nggak tahu deh, tapi aku menangkap ada yang aneh dari gelagat Maya. Gadis 14 tahun itu nampaknya senang mendengar aku putus. Tapi dia berusaha menutup-nutupinya. “Yah, kacian deh.. habis putus sama pacar ya?” godanya. “Kayaknya bete banget lagunya.” Aku menghentikan petikan gitarku. “Yah, gimana ya.. kayaknya aku lebih suka sama Maya deh ketimbang sama dia.” Nah lo! Kentara benar perubahan wajahnya. Gadis berkulit langsep agak gelap itu merah mukanya. aku segera berpikir, apa bener ya gosip yang beredar di tempat kost ini kalo si Maya ada mau sama aku. “May, kok diam aja? Malu yah..” Maya melirik ke arahku dengan manja. Tiba-tiba saja batinku ngrasani, gadis yang duduk di sampingku ini manis juga yah. Masih duduk di kelas dua smp tapi kok perawakannya udah kayak anak sma aja. Tinggi langsing semampai, bodinya bibit-bibit peragawati, payudaranya.. waduh kok besar juga ya. Tiba-tiba saja jantungku berdebar memandangi tubuh Maya yang cuman pakai kaos ketat tanpa lengan itu. Belahan dadanya sedikit tampak diantara kancing-kancing manisnya. Ih, ereksiku naik waktu melirik pahanya yang makin kelihatan. Kulit paha itu ditumbuhi bulu-bulu halus tapi cukup lebat seukuran cewek. “Mas, daripada nganggur gimana kalo Mas Andra bantu aku ngerjain peer bahasa inggris?” “Yah Maya, malam minggu kok ngerjain peer? Mendingan pacaran sama Mas Andra, iya nggak?” pancingku. “Ah, Mas Andra ini bisa aja godain Maya..” Maya mencubit pahaku sekilas. Siir.. Wuih, kok rasanya begini. Gimana nih, aku kok kayak-kayak nafsu sama ini bocah. Waduh, penisku kok bangun yah? “Mau nggak Mas, tolongin Maya?” “Ada upahnya nggak?” “Iiih, dimintai tolong kok minta upah sih..” Cubitan kecil Maya kembali memburu di pahaku. Siir.. kok malah tambah merinding begini ya? “Kalau diupah sun sih Mas Andra mau loh.” pancingku sekali lagi. “Aah.. Mas Andra nakal deh..” Sekali lagi Maya mencubit pahaku. Kali ini aku menahan tangan Maya biar tetap di pahaku. Busyet, gadis itu nggak nolak loh. Dia cuman diam sambil menahan malu. “Ya udah, Maya ambil bukunya trus ngerjain peernya di kamar Mas Andra aja. Nanti tak bantu ngerjain peer, tak kasih bonus pelajaran pacaran mau?” Gadis itu cuman senyum saja kemudian masuk rumah induk. Asyik.. pasti deh dia mau. Benar saja, nggak sampai dua menit aku sudah bisa menggiringnya ke kamar kostku. Kami terpaksa duduk di ranjang yang cuman satu-satunya di kamar itu. Pintu sudah aku tutup, tapi nggak aku kunci. Aku sengaja nggak segera membantunya ngerjain peer, aku ajak aja dia ngobrol. “Sudah bilang sama Ersa kalo kamu kemari?” “Iya sudah, aku bilang ke tempat Mas Andra.” “Trus si Ersa gimana? Nggak marah?” “Ya enggak, ngapain marah.” “Sendirian dong dia?” “Mas Andra kok nanyain Ersa mulu sih? Sukanya sama Ersa ya?” ujar Maya merajuk. “Yee.. Maya marah. Cemburu ya?” Maya merengut, tapi sebentar sudah tidak lagi. Dibuka-bukanya buku yang dia bawa dari rumah induk. “Maya udah punya pacar belum?”tanyaku memancing. “Belum tuh.” “Pacaran juga belum pernah?” “Katanya Mas Andra mau ngajarin Maya pacaran.” balas Maya. “Maya bener mau?” Gayung bersambut nih, pikirku. “Pacaran itu dasarnya harus ada suka.” lanjutku ketika kulihar Maya tertunduk malu. “Maya suka sama Mas Andra?” Maya memandangku penuh arti. Matanya seakan ingin bersorak mengiyakan pertanyaanku. tapi aku butuh jawaban yang bisa didengar. Aku duduk merapat pada Maya. “Maya suka sama Mas Andra?” ulangku. “Iya.” gumamnya lirih. Bener!! Dia suka sama aku. Kalau gitu aku boleh.. “Mas Andra mau ngesun Maya, Maya nurut aja yah..” bisikku ke telinga Maya Tanganku mengusap rambutnya dan wajah kami makin dekat. Maya menutup matanya lalu membasahi bibirnya (aku bener-bener bersorak sorai). Kemudian bibirku menyentuh bibirnya yang seksi itu, lembut banget. Kulumat bibir bawahnya perlahan tapi penuh dengan hasrat, nafasnya mulai berat. Lumatanku semakin cepat sambil sekali-sekali kugigit bibirnya. Mmm..muah.. kuhisap bibir ranum itu. “Engh.. emmh..” Maya mulai melenguh. Nafasnya mulai tak beraturan. Matanya terpejam rapat seakan diantara hitam terbayang lidah-lidah kami yang saling bertarung, dan saling menggigit. Tanganku tanpa harus diperintah sudah menyusup masuk ke balik kaos ketatnya. Kuperas-peras payudara Maya penuh perasaan. ereksiku semakin menyala ketika gundukan hangat itu terasa kenyal di ujung jari-jariku. Bibirku merayap menyapu leher jenjang Maya. Aku cumbui leher wangi itu. Kupagut sambil kusedot perlahan sambil kutahan beberapa saat. Gigitan kecilku merajang-rajang birahi Maya. “Engh.. Mass.. jangan.. aku uuh..” Ketika kulepaskan maka nampaklah bekasnya memerah menghias di leher Maya. “May.. kaosnya dilepas ya sayang..” Gadis itu hanya menggangguk. Matanya masih terpejam rapat tapi bibirnya menyunggingkan senyum. Nafasnya memburu. Sambil menahan birahi, kubuka keempat kancing kaos Maya satu persatu dengan tangan kananku. Sedang tangan kiriku masih terus meremas payudara Maya bergantian dari balik kaos. Tak tega rasanya membiarkan Maya kehilangan kenikmatannya. Jemari Maya menggelitik di dada dan perutku, membuka paksa hem lusuh yang aku kenakan. Aku menggeliat-geliat menahan amukan asmara yang Maya ciptakan. Kaos pink Maya terjatuh di ranjang. Mataku melebar memandangi dua gundukan manis tertutup kain pink tipis. Kupeluk tubuh Maya dan kembali kuciumi leher jenjang gadis manis itu, aroma wangi dan keringatnya berbaur membuatku semakin bergairah untuk membuat hiasan-hiasan merah di lehernya.Perlahan-lahan kutarik pengait BH-nya, hingga sekali tarik saja BH itupun telah gugur ke ranjang. Dua gundukan daging itupun menghangat di ulu hatiku. Kubaringkan perlahan-lahan tubuh semampai itu di ranjang. Wow.. payudara Maya (yang kira-kira ukuran 34) membengkak. Ujungnya yang merah kecoklatan menggairahkan banget. Beberapa kali aku menelan ludah memandangi payudara Maya. Ketika merasakan tak ada yang kuperbuat, Maya memicingkan mata. “May.. adekmu udah gede banget May..” “Udah waktunya dipetik ya mass..” “Ehem, biar aku yang metik ya May..” Aku berada di atas Maya. Tanganku segera bekerja menciptakan kenikmatan demi kenikmatan di dada Maya. Putar.. putar.. kuusap memutar pentel bengkak itu. “Auh..Mass.. Aku nggak tahan Mass.. kayak kebelet pipis mas..” rintih Maya. Tak aku hiraukan rintihan itu. Aku segera menyomot payudara Maya dengan mulutku. “Mmm.. suup.. mm..” kukenyot-kenyot lalu aku sedot putingnya. “Mass.. sakiit..” rintih Maya sambil memegangi vaginanya. Sekali lagi tak aku hiraukan rintihan itu. Bagiku menggilir payudara Maya sangat menyenangkan. Justru rintihan-rintihan itu menambah rasa nikmat yang tercipta. Tapi lama kelamaan aku tak tega juga membuat Maya menahan kencing. Jadi aku lorot saja celananya. Dan ternyata CD pink yang dikenakan Maya telah basah. “Maya kencing di celana ya Mass?” “Bukan sayang, ini bukan kencing. Cuman lendir vaginamu yang cantik ini.” Maya tertawa mengikik ketika telapak tanganku kugosok-gogokkan di permukaan vaginanya yang telah basah. Karena geli selakangnya membuka lebar. Vaginanya ditumbuhi bulu lebat yang terawat. Lubang kawin itu mengkilap oleh lendir-lendir kenikmatan Maya. Merah merona, vagina yang masih perawan. Tak tahan aku melihat ayunya lubang kawin itu. Segera aku keluarkan penisku dari sangkarnya. Kemudian aku jejalkan ke pangkal selakangan yang membuka itu. “Tahan ya sayang..engh..” “Aduh.. sakiit mass..” “Egh.. rileks aja..” “Mas.. aah!!” Maya menjambak rambutku dengan liar. Slup.. batang penisku yang perkasa menembus goa perawan Maya yang masih sempit. Untung saja vagina itu berair jadi nggak terlalu sulit memasukkannya. Perlahan-lahan, dua centi lima centi masih sempit sekali. “Aduuh Mass.. sakiit..” rintih Maya. Aku hentakkan batang penisku sekuat tenaga. “Jruub..” Langsung amblas seketika sampai ujungnya menyentuh dinding rahim Maya. Batang penisku berdenyut-denyut sedikit sakit bagai digencet dua tembok tebal. Ujungnya tersentuh sesuatu cairan yang hangat. Aku tarik kembali penisku. Lalu masukkan lagi, keluar lagi begitu berkali-kali. Rasa sakitnya berangsur-angsur hilang. Aku tuntun penisku bergoyang-goyang. “Sakit sayang..” kataku. “Enakk..eungh..” Maya menyukainya. Ia pun ikut menggoyang-goyangkan pantatnya. Makin lama makin keras sampai-sampai ranjang itu berdecit-decit. Sampai-sampai tubuh Maya berayun-ayun. Sampai-sampai kedua gunung kembar Maya melonjak-lonjak. Segera aku tangkap kedua gunung itu dengan tanganku. “Enggh.. ahh..” desis Maya ketika tanganku mulai meremas-remasnya. “Mass aku mau pipis..” “Pipis aja May.. nggak papa kok.” “Aaach..!!” “Hegh..engh..” “Suur.. crot.. crot.. ” Lendir kawin Maya keluar, spermaku juga ikut-ikutan muncrat. Kami telah sama-sama mencapai orgasme. “Ah..” lega. Kutarik kembali penisku nan perkasa. Darah perawan Maya menempel di ujungnya berbaur dengan maniku dan cairan kawinnya. Kupeluk dan kuciumi gadis yang baru memberiku kepuasan itu. Mayapun terlelap kecapaian. Kreek.. Pintu kamarku dibuka. Aku segera menengok ke arah pintu dengan blingsatan. Ersa terpaku di depan pintu memandangi tubuh Maya yang tergeletak bugil di ranjang kemudian ganti memandangi penisku yang sudah mulai melemas. Tapi aku juga ikut terpaku kala melihat Ersa yang sudah bugil abis. Aku tidak tahu tahu kalau sejak Maya masuk tadi Ersa mengintip di depan kamar. “Ersa? Ng.. anu..” antara takut dan nafsu aku pandangi Ersa. Gadis ini lebih tua dua tahun diatas Maya. Pantas saja kalau dia lebih matang dari maya. Walau wajahnya tak bisa menandingi keayuan Maya, tapi tubuhnya tak kalah menarik dibanding Maya, apalagi dalam keadaan full naked kayak gitu. “Aku nggak akan bilang ke oom dan tante asal..” “Asal apaan?” Mata Ersa sayu memandang ke arah Maya dan penisku bergantian. Lalu dia membelai-belai payudara dan vaginanya sendiri. Tangan kirinya bermain-main di belahan vaginanya yang telah basah. Ersa sengaja memancing birahiku. Melihat adegan itu, gairahku bangkit kembali, penisku ereksi lagi. Tapi aku masih ingin Ersa membarakan gairahku lebih jauh. Ersa duduk di atas meja belajarku. Posisi kakinya mekangkang sehingga vaginanya membuka merekah merah. Tangannya masih terus meremas-remas susunya sendiri. Mengangkatnya tinggi seakan menawarkan segumpal daging itu kepadaku. “Mas Andra.. sini.. ay..” Aku tak peduli dia mengikik bagai perek. Aku berdiri di depan gadis itu. “Ayo.. Mas mainin aku lebih hot lagi..” pintanya penuh hasrat. Aku gantiin Ersa meremas-remas payudaranya yang ukuran 36 itu. Puting diujungnya sudah bengkak dan keras, tanda Ersa sudah nafsu banget. “Eahh.. mmhh..” rintihannya sexy sekali membuatku semakin memperkencang remasanku. “Eahh.. mas.. sakit.. enak..” Ersa memainkan jarinya di penisku. Mempermainkan buah jakarku membuatku melenguh keasyikan. “Ers.. tanganmu nakal banget..” Gadis itu cuman tertawa mengikik tapi terus mempermainkan senjataku itu. Karena gemas aku caplok susu-susu Ersa bergantian. Kukenyot sambil aku tiup-tiup. “Auh..” Ersa menekan batang penisku. “Ers.. sakit sayang” keluhku diantara payudara Ersa. “Habis dingin kan mas..” balasnya. Setelah puas aku pandangi wajah Ersa. “Ersa, mau jurus baru Mas Andra?” Gadis itu mengangguk penuh semangat. “Kalau gitu Ersa tiduran di lantai gih!” Ersa menurut saja ketika aku baringkan di lantai. Ketika aku hendak berbalik, Ersa mencekal lenganku. Gadis yang sudah gugur rasa malunya itu segera merengkuhku untuk melumat bibirnya. Serangan lidahnya menggila di ronga mulutku sehingga aku harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengimbanginya. Tanganku dituntunnya mengusap-usap lubang kelaminnya. Tentu saja aku langsung tanggap. Jari-jariku bermain diantara belantara hitam nan lebat diatas bukit berkawah itu. “Mmm.. enghh..” Kami saling melenguh merasakan sejuta nikmat yang tercipta. Aku ikut-ikutan merebah di lantai. Aku arahkan Ersa untuk mengambil posisi 69, tapi kali ini aku yang berada di bawah. Setelah siap, tanpa harus diperintah Ersa segera membenamkan penisku ke dalam mulutnya (aku jadi berpikiran kalau bocah ini sudah berpengalaman). Ersa bersemangat sekali melumat penisku yang sejak tadi berdenyut-denyut nikmat. Demikian juga aku, begitu nikmatnya menjilati lendir-lendir di setiap jengkal vagina Ersa, sedang jariku bermain-main di kedua payudaranya. Srup srup, demikian bunyinya ketika kusedot lendir itu dari lubang vagina Ersa. Ukuran vagina Ersa sedikit lebih besar dibanding milik Maya, bulu-bulunya juga lebih lebat milik Ersa. Dan klitorisnya.. mm.. mungil merah kenyal dan mengasyikkan. Jadi jangan ngiri kalo aku bener-bener melumatnya dengan lahap. “Ngngehh..uuhh..” lenguh Ersa sambil terus melumat senjataku. Sedang lendir kawinnya keluar terus. “Erss.. isep sayang, isepp..” kataku ketika aku merasa mau keluar. Ersa menghisap kuat-kuat penisku dan croott.. cairan putih kental sudah penuh di lubang mulut Ersa. Ersa berhenti melumat penisku, kemudian dia terlentang dilantai (tidak lagi menunggangiku). Aku heran dan memandangnya. “Aha..” ternyata dia menikmati rasa spermaku yang juga belepotan di wajahnya, dasar bocah gemblung. Beberapa saat kemudian dia kembali menyerang penisku. Mendapat serangan seperti itu, aku malah ganti menyerangnya. Aku tumbruk dia, kulumat bibirnya dengan buas. Tapi tak lama Ersa berbisik, “Mas.. aku udah nggak tahan..” Sambil berbisik Ersa memegangi penisku dengan maksud menusukannya ke dalam vaginanya. Aku minta Ersa menungging, dan aku siap menusukkan penisku yang perkasa. penisku itu makin tegang ketika menyentuh bibir vagina. Kutusuk masuk senjataku melewati liang sempit itu. “Sakit Mas..” Sulitnya masuk liang kawin Ersa, untung saja dindingnya sudah basah sejak tadi jadi aku tak terlalu ngoyo. “Nggeh.. dikit lagi Ers..” “Eeehh.. waa!!” “Jlub..” 15 centi batang penisku amblas sudah dikenyot liang kawin Ersa. Aku diamkan sebentar lalu aku kocok-kocok seirama desah nafas. “Eeehh.. terus mass.. uhh..” Gadis itu menggeliat-geliat nikmat. Darah merembes di selakangnya. Entah sadar atau tidak tangan Ersa meremas-remas payudaranya sendiri. Lima belas menit penisku bermain petak umpet di vagina Ersa. Rupaya gadis itu enggan melepaskan penisku. Berulang-ulang kali spermaku muncrat di liang rahimnya. Merulang-ulang kali Ersa menjerit menandakan bahwa ia berada dipucuk-pucuk kepuasan tertinggi. Hingga akhirnya Ersa kelelahan dan memilih tidur terlentang di samping Maya. Capek sekali rasanya menggarap dua daun muda ini. Aku tak tahu apa mereka menyesal dengan kejadian malam ini. Yang pasti aku tak menyesal perjakaku hilang di vagina-vagina mereka. Habisnya puas banget. Setidaknya aku bisa mengobati kekecewaanku kepada Rere. Malam makin sepi. Sebelum yang lain pada pulang, aku segera memindahkan tubuh Maya ke kamarnya lengkap dengan pakaiannya. Begitu juga dengan Ersa. Dan malam ini aku sibuk bergaya berpura-pura tak tahu-menahu dengan kejadian barusan. Lagipula tak ada bukti, bekas cipokan di leher Maya sudah memudar. He.. he.. he.. mereka akan mengira ini hanya mimpi.
















Bocah Imut


Tommy, sepupuku, baru duduk di kelas empat SD. Baru saja ia tiba di rumah. Tommy nongkrong di lantai teras depan rumah. Rumahnya kosong. Ayah dan ibunya pergi bekerja, sedangkan ia anak tunggal. Tommy asyik membaca sebuah novel yang seharusnya hanya boleh dibaca oleh orang dewasa.

“Halo, Tommy. Lagi asyik baca nih. Mama udah pulang belum?”, Datang seorang wanita cantik berusia sekitar tiga puluh tahunan.
“Eh, Tante Tika. Mama belum pulang tuh!” jawab Tommy sambil menyembunyikan novel yang dibacanya ke belakang tubuhnya. Tante Tika, adik ayah Tommy, baru saja bercerai dengan suaminya.
“Eh, Tommy baca apa sih? Kok pake di umpet-umpetin segala? Tante boleh lihat nggak?” Setelah dibujuk-bujuk, Tommu mau menyerahkan novel itu kepada Tante Tika.

“Astaga, Tommy. Masih kecil bacaannya ginian!”, seru Tante Tika setelah melihat sampul buku yang bergambarkan seorang gadis muda dengan busana yang sangat minim dan pose yang menggiurkan. Tante Tika lalu membolak-balik halaman novel itu. Saat membaca bagian di mana terdapat adegan yang merangsang dalam buku itu, sekilas terjadi perubahan pada wajahnya.
“Tom, daripada kamu sendirian di sini, lebih baik ke rumah Tante yuk!”, ajak Tante Tika.
“Tapi, Tante, Tonny disuruh Mama jaga rumah”.
“Alaa, tinggal kunci pintu saja sudah”, kata Tante Tika sambil mengunci pintu rumah lalu ia menarik tangan Tommu ke mobilnya.

Mobil Tante Tika sudah meluncur di jalan raya menuju rumahnya. Sebentar-sebentar ia menoleh ke arah Tommy yang duduk di sampingnya.
“Masih kecil sudah ganteng begini”, gumam Tante Tika dalam hati. Ia menggerakkan tangannya meremas-remas kemaluan bocah yang masih hijau itu.
“Aduh, Tante. Geli ah”, kata Tommy. Tante Tika tersenyum penuh arti. Ia menarik tangannya ketika mobil sudah tiba di depan rumahnya yang megah bak istana di seberang danau Sunter.

Tante Tika usianya sudah mencapai tiga puluh dua tahun, tapi penampilannya masih seperti gadis berusia dua puluh tahunan berkat giatnya ia mengikuti senam aerobik di sebuah klub kebugaran beken di Jakarta. Wajahnya yang cantik ditambah dengan tubuhnya yang bahenol serta seksi. Payudaranya yang besar memang amat menawan, apalagi dia sekarang seorang janda. Sudah banyak lelaki yang mencoba merebut hatinya, tapi semua itu ditolaknya mentah-mentah. Menurutnya mereka hanya menginginkan hartanya saja. Tante Tika memang kaya raya, mobil mewahnya ada beberapa buah dari model yang mutakhir lagi. Rumahnya mentereng, di kawasan perumahan elite lagi. Itu semua berkat kerja kerasnya sebagai direktris sebuah perusahaan asuransi papan atas.

Oh ya, Tante Tika mempunyai seorang anak gadis bernama Andriana, putri satu-satunya, tapi biasa dipanggil Andri saja. Gadis manis ini duduk di kelas dua sebuah SMP swasta top di daerah Kelapa Gading. Pada usianya yang baru menginjak empat belas tahun ini, tubuh Andri sedang mekar-mekarnya. Payudara remajanya sudah ranum sekali, berukuran lebih besar daripada gadis-gadis sebayanya, laksana payudara gadis berusia tujuh belas tahun. Mungkin kemontokannya ini warisan dari ibunya. Tapi Andri memang anak yang agak kurang pergaulan alias kuper karena kebebasannya dibatasi dengan ketat oleh ibunya, yang kuatir ada pihak-pihak yang memanfaatkan kemolekan tubuh anaknya tersebut. Sama sekali Andri belum pernah merasakan apa artinya itu cinta. Padahal banyak sudah cowok yang naksir dia. Namun Andri belum sadar akan cinta.

“Tom, badan Tante pegal nih. Tolong pijatin ya”, kata Tante Tika sambil mengajak Tommy ke kamar tidurnya. Tante Tika membuka busananya. Lalu ia membaringkan tubuhnya yang telanjang bulat tengkurap di ranjang. Tommy masih lugu sekali. Ia belum tahu apa-apa tentang keindahan tubuh wanita.

“Tante kok buka baju? Kepanasan ya?”, tanya Tommy dengan polosnya. Tante Tika mengangguk. Lalu Tommy memijati tubuh Tante Tika. Mula-mula punggungnya. Lalu turun ke bawah. Tante Tika mendesah sewaktu tangan mungil Tommy memijati gumpalan pantatnya yang montok.

“Tante, kenapa? Sakit ya?”, tanya Tommy lugu. Mula Tante Tika memerah. Dia duduk di atas ranjang. Tangannya menarik tangan Tommy ke payudaranya.
“Tante, ini apaan? Kok empuk amat sih?”, tanya Tommy ketika tangannya menjamah payudara tantenya. Tante Tika mulai bangkit nafsu birahinya.
“Ini namanya payudara, Tom”.
“Kok Tante punya sih? Tommy nggak ada?”.
“Tommy, Tommy. Kamu bukan cewek. Semua cewek kalau udah gede pasti akan punya payudara. Payudara adalah lambang keindahan tubuh wanita”, Tante Tika menjelaskan dengan bahasa yang terlalu tinggi bagi anak seusia Tommy.
“Lalu pentilan ini apa namanya?”, tanya Tommy sambil memijit puting susu tantenya. Tante Tika sedikit menggelinjang terangsang.
“Ah.., Ini namanya puting susu. Semua wanita juga mempunyai puting susu. Mamamu juga punya. Dulu waktu kamu masih bayi, kamu minum susu dari sini”.
“Masa sih Tante. Biasanya kan susu dari sapi?”
“Mau nyobain nih kalo kamu nggak percaya. Sini deh kamu isap puting susu Tante!”.

Tommy kecil mendekatkan mulutnya pada payudara Tante Tika lalu diisapnya puting susunya.
“Ih, Tante bohong. Kok nggak keluar apa-apa?”, kata Tommy sambil terus menyedoti puting susu Tante Tika yang tinggi menegang itu. Tapi tantenya nampaknya tidak mempedulikan perkataan keponakannya itu.
“Teruskan.., Tom.., Sedot terus.., Ouuhh..”, kata Tante Tika bernafsu. Karena merasa mendapat mainan baru, Tommypun menurut. Dengan ganasnya ia menyedot-nyedot puting susunya. Tante Tika menggerinjal-gerinjal. Tak sengaja tangannya menyenggol gelas yang ada di meja di dekatnya, sehingga isinya tumpah membasahi bahu dan celana pendek Tommy.
“Ya, Tante. Pakaian Tommy basah deh!”, kata Tommy sambil melepaskan isapannya pada puting susu Tante Tika.
“Ya, Tommy. Kamu buka baju dulu deh. Nanti Tante ambilkan baju ganti. Siapa tahu ada yang pas buat kamu”, kata Tante Tika sambil beranjak ke luar kamar tidur. Sempat dilihatnya tubuh telanjang Tommy. Dikenalkannya pakaiannya lagi. Tante Tika pergi ke kamar anaknya, Andri, yang baru saja pulang dari sekolah.

“Dri”.
“Apa, Ma?”, tanya Andri yang masih memakai baju seragam. Blus putih dan rok berwarna biru.
“Kamu punya baju yang sudah nggak kamu pakai lagi nggak?”.
“Ngg.., Ada Ma. Tunggu sebentar”, Andri mengeluarkan daster yang sudah kekecilan buat tubuhnya dari dalam lemari pakaiannya.
“Buat apa sih, Ma?”, kata Andri seraya menyerahkan dasternya kepada ibunya.
“Itu, buat si Tommy. Tadi pakaiannya basah ketumpahan air minum”.
“Tommy datang ke sini, Ma? Sekarang dia di mana?”.
“Sudah! Kamu belajar dulu. Nanti Tommy akan Mama suruh ke sini!”.
“Ya.., Mama!” Gerutu Andri kesal. Ibunya tak mengindahkannya. Andri senang pada Tommy karena ia sering saling menukar permainan komputer dengannya. Tapi Andri keras kepala. Setelah jarak ibunya cukup jauh, diam-diam ia membuntuti dari belakang tanpa ketahuan. Sampai di depan kamar ibunya, Andri mengintip ke dalam melalui pintu yang sedikit terbuka. Dilihatnya ibunya sedang berbicara dengan Tommy.

“Tommy, coba kamu pake baju ini dulu. Bajunya Andri, sambil nunggu pakaian kamu kering”, kata Tante Tika sambil memberikan daster milik Andri kepada Tommy.
“Ya, Tante. Tommy nggak mau pake baju ini. Ini kan baju perempuan! Nanti Tommy jadi punya payudara kayak perempuan. Tommy nggak mau!”.
“Nggak mau ya sudah!”, kata Tante Tika sambil tersenyum penuh arti. Kebetulan, batinnya. Kemudian ia menanggalkan busananya kembali.
“Kalo yang ini apa namanya, Tom?”, tanya Tante Tika sambil menunjuk batang kemaluan Tommy yang masih kecil.
“Kata Papa, ini namanya burung”, jawab Tommy polos.
“Tommy tahu nggak, burung Tommy itu gunanya buat apa?”.
“Buat pipis, Tante”.
“Bener, tapi bukan buat itu aja. Kamu bisa menggunakannya untuk yang lain lagi. Tapi itu nanti kalo kamu sudah gede”.

Andri heran melihat ibunya telanjang bulat di depan Tommy. Semakin heran lagi melihat mulut ibunya mengulum batang kemaluannya. Rasanya dulu ibunya pernah melakukan hal yang sama pada kemaluan ayahnya. Semua itu dilihatnya ketika kebetulan ia mengintip dari lubang kunci pintu kamar ibunya. Kenapa ya burung si Tommy itu, pikir Andri.
“Enak kan, Tom, begini?”, tanya Tante Tika sembari menjilati ujung batang kemaluan Tommy.
“Enak, Tante, tapi geli!”, jawab Tommy meringis kegelian.
“Kamu mau yang lebih nikmat nggak?”.
“Mau! Mau, Tante!”.
“Kalau mau, ini di pantat Tante ada gua. Coba kamu masukkan burung kamu ke dalamnya. Terus sodok keras-keras. Pasti nikmat deh”, kata Tante Tika menunjuk selangkangannya.

“Cobain dong, Tante”, Tante Tika menyodokkan pantatnya ke depan Tommy. Tommy dengan takut-takut memasukkan “burung”nya ke dalam liang vagina Tante Tika. Kemudian disodoknya dengan keras. Tante Tika menjerit kecil ketika dinding “gua”nya bergesekkan dengan “burung” Tommy. Andri yang masih mengintip bertambah heran. Ia tidak mengerti apa yang dilakukan ibunya sampai menjerit begitu. Tapi Andri segera berlari kembali ke kamarnya ketika ia melihat ibunya bangkit dan berjalan ke arah pintu, diikuti oleh Tommy yang hanya memakai celana dalam ibunya. Sampai di kamarnya, Andri berbaring di ranjang membaca buku fisikanya. Tommy muncul di pintu kamar.

“Mbak Andri. Kata Tante tadi Mbak mau cari Tommy ya?”.
“Iya, kamu bawa game baru nggak?”, tanya Andri. Tommy menggeleng.
“Eh, Tom. Ngomong-ngomong tadi kamu ngapain sama mamaku?”.
“Nah ya, Mbak tadi ngintip ya? Pokoknya tadi nikmat deh, Mbak!”, kata Tommy berapi-api sambil mengacungkan jempolnya.
“Enak gimana?”, Andri bertanya penasaran.
“Mbak mau ngerasain?”.
“Mau, Tom”.
“Kalo begitu, Mbak buka baju juga kayak Tante tadi”, kata Tommy.
“Buka baju?”, tanya Andri, “Malu dong!”.

Akhirnya dengan malu-malu, gadis manis itu mau membuka blus, rok, BH, dan celana dalamnya hingga telanjang bulat. Tommy tidak terangsang melihat tubuh mulus yang membentang di depannya. Payudara ranum yang putih dan masih kencang dengan puting susu kemerahan, paha yang putih dan mulut, pantat yang montok. Masih kecil sih Tommy!

“Bener kata Tante. Mbak Andri juga punya payudara. Tapi punyanya Tante lebih gede dari punya Mbak. Pentilnya Mbak juga nggak tinggi kayak Tante”, Tommy menyamakan payudara dan puting susu Andri dengan milik ibunya.
“Pentil Mbak keluar susu, nggak?”.
“Nggak tahu tuh, Tom. Nggak pernah ngerasain sih!”, kata Andri lugu.
“Pentilnya Tante nggak bisa ngeluarin apa-apa, payah!”.
“Masak sih bisa keluar susu dari pentilku?”, kata Andri tidak percaya sambil memandangi puting susunya yang sudah meninggi meskipun belum setinggi milik ibunya.
“Mbak nggak percaya? Mau dibuktiin?”.
“Boleh!”, kata Andri sambil menyodorkan payudaranya yang ranum.

Mulut Tommy langsung menyambarnya. Diisap-isapnya puting susu Andri, membuat gadis itu menggerinjal-gerinjal kegelian.
“Ya, kok nggak ada susunya sih, Mbak?”.
“Coba kamu isap lebih keras lagi!”, kata Andri. Tommy segera menyedoti puting susu Andri. Tapi lagi-lagi ia kecewa karena puting susu itu tidak mengeluarkan air susu. Tapi Tommy belum puas. Diisapnya puting susu Andri semakin keras, membuat gadis manis itu membelalak menahan geli.
“Nggak keluar juga ya, Tom”, tanya Andri penasaran.
“Kali kayak sapi. Harus diperas dulu baru bisa keluar susunya”, kata Tommy.
“Mungkin juga. Ayo deh coba!”, kata Andri seraya meremas-remas payudaranya sendiri seperti orang sedang memerah susu sapi. Sementara itu Tommy masih terus mengisapi puting susunya. Akhirnya mereka berdua putus asa.

“Kok nggak bisa keluar sih. Coba yang lain aja yuk!”, kata Tommy membuka celana dalamnya.
“Apaan tuh yang nonjol-nonjol, Tom?”, tanya Andri ingin tahu.
“Kata Papa, itu namanya burung. Cuma laki-laki yang punya. Tapi kata Tante namanya kemaluan. Tau yang bener yang mana!”.
“Aku nggak punya kok, Tom?”, kata Andri sambil memperhatikan daerah di bawah pusarnya. Tidak ada tonjolan apa-apa”.
“Mbak kan perempuan, jadi nggak punya. Kata Tante, anak perempuan punya.., apa tuh namanya.., va.., vagina. Katanya di pantat tempatnya.
“Di pantat? Yang mana? Yang ini? Ini kan tempat ‘eek, Tom?!”, kata Andri sambil menunjuk duburnya.
“Bukan, lubang di sebelahnya”, kata Tommy yakin.
“Yang ini?”, tanya Andri sembari membuka bibir liang vaginanya.
“Kali!”.
“Jadi ini namanya vagina. Namanya kayak nama mamanya Hanny ya?”, kata Andri. Ia menyamakan kata vagina dengan Tante Gina, ibuku.
“Tadi mamaku ngisep-ngisep burung kamu. Emangnya kenapa sih?”, lanjut Andri.
“Tommy juga nggak tahu, Mbak”.
“Enak kali ya?”.
“Kali, tapi Tommy sih keenakan tadi”.

Tanpa rasa risih, Andri memasukkan batang kemaluan Tommy ke dalam mulutnya, lalu diisap-isapnya.
“Ah, nggak enak kok Tom. Bau!”, kata Andri sambil meludah.
“Tapi kok kudengar mamaku menjerit-jerit. Ada apaan?”, tanya Andri kemudian.
“Gara-gara Tommy masukin burung Tommy ke dalam guanya. Nggak tahu tuh, kok tahu-tahu Tante menjerit”.
“Gua yang mana?”, Andri penasaran.
“Yang tadi tuh, Mbak. Yang namanya vagina”.
“Apa nggak sakit tuh, Tom?”.
“Sakit sih sedikit. Tapi nikmat kok. Mbak!”.
“Bener nih?”.
“Bener, Mbak Andri. Tommy berani sumpah deh!”.
“Coba deh”, Andri akhirnya percaya juga.

Tommy memasukkan batang kemaluannya ke dalam liang vagina Andri yang masih sempit. Andri menyeringai.
“Sakit dikit, Tom”.
Tommy menyodok-nyodokkan “burung”nya berulang kali dengan keras ke “gua” Andri. Andri mulai menjerit-jerit kesakitan. Tapi Tommy tidak peduli karena merasa nikmat. Andri tambah menjerit dengan keras. Mendengar lengkingan Andri, Tante Tika berlari tergopoh-gopoh ke kamar putrinya itu.
“Dri, Andri. Kenapa kami?”, tanya Tante Tika. Ia terkejut melihat Andri yang meronta-ronta kesakitan disetubuhi oleh Tommy kecil.
“Ya ampun, Tommy! Berhenti! Gila kamu!” teriaknya naik darah. Apalagi setelah ia melihat darah yang mengalir dari selangkangan Andri melalui pahanya yang mulus.

Astaga! Andri telah ternoda oleh anak kecil berusia sepuluh tahun, sepupunya lagi?! Putrinya yang baru berumur empat belas tahun itu sudah tidak perawan lagi?!
“Nanti aja, Tante! Enak!”.
“Anak jahanam!”, teriak Tante Tika marah. Ia menempeleng Tommy, sehingga bocah itu hampir mental. Sementara itu, Andri langsung ambruk tak sadarkan diri.
Sejak kejadian itu hubungan keluarga Tommy dengan Tante Tika menjadi tegang.
















Cinta Seorang Babysitter


Ini pengalamanku 4 Tahun lalu.

Malam telah larut dan jam telah menunjukan pukul 9 malam. Sedari siang tadi kakakku bersama suaminya menghadiri pertemuan sebuah Network Marketing dan diteruskan dengan pertemuan khusus para leaders.

Untuk menghilangkan suntuk, aku connect ke internet dan berbagai macam situs aku buka, seperti biasa pasti terdapat banyak situs porno yang asal nyrobot. Biasanya aku langsung close karena aku enggak enak dengan kakakku, tetapi malam ini mereka tidak ada dirumah, hanya bersama dengan seorang baby siters keponakanku, namanya Imah baru berumur 18 Tahun dan berasal dari Wonosobo. Memang agak kolotan dan dusun sekali, tetapi kalau aku perhatikan lagi Imah memiliki body yang lumayan bagus dengan wajah yang tidak terlalu jelek.

Kami biasa mengobrolkan acara tivi atau terkadang Im-im (panggilan Imah sehari-hari) aku ajari internet meskipun hasilnya sangat buruk. Entah kenapa malam ini keinginanku untuk melihat situs porno sangat besar dan libidoku naik saat aku lihat foto-foto telanjang di internet, tanpa aku sadari Im-im keluar dari kamar dan berjalan ke arahku entah sudah berapa lama dia berdiri disampingku ikut memperhatikan foto-foto telanjang yang ada di monitor komputer.

“Apa enggak malu ya..?” tanya Im-im yang membuatku kaget dan segera aku ganti situsnya dengan yang “normal”. Dengan berusaha tenang, aku minta Imah mengulangi pertanyaannya.

“Itu lho tadi, gambar cewek telanjang yang Mas buat, emangnya nggak malu kalau dilihat orang?”

Memang Imah sangat lugu dan ndusun kalau soal beginian. Dengan santai aku jawab sembari menyuruhnya duduk disebelahku.

“Begini Im, ini foto bukan aku yang buat, orang yang buat ini (sambil aku perlihatkan lagi situs yang memuat foto telanjang tadi), merekakan model yang dibayar jadi ngapain malu kalau dapat duit.”

Kemudian Im-im melihat lebih seksama satu per satu foto telanjang itu dengan posisi badan agak membungkuk sehingga terlihat jelas bulatan kenyal panyudaranya, sudah sejak lama aku menikmati pemandangan ini dan aku sangat terobsesi untuk tidur dengan Im-im. Aku tersentak kaget saat Imah bertanya soal foto dimana seorang cowok sedang menjilati vagina cewek.

“Apa nggak geli ceweknya dijilati kayak gitu terus lagian mau-maunya cowok itu jilatin punya ceweknya padahalkan tempat pipis?”.

Dengan otak yang sudah kotor aku mulai berfikir bagaimana aku memanfaatkan kesempatan ini dengan baik.

“Gini Im, vaginanya cewek kalau dijilatin oleh cowok malah enak, memang awalnya geli tapi lama-lama ketagihan ceweknya. Kamu belum pernah coba kan?” tanyaku pada Im-im sambil tanganku membuka foto-foto yang lebih hot lagi.
“Belum pernah sama sekali, tapi kalau ciuman bibir dan susuku diremes sudah pernah, aku takut kalau nanti hamil”. (memang Im-im sangat terbuka tentang pacarnya yang di Bogor dan pernah suatu hari cerita kalau pacarnya ngajak tidur di hotel tapi Im-im nggak mau).
“Kalau Cuma kayak gitu nggak bakal bikin hamil, gemana kalau kamu coba, nanti kalau kamu hamil aku mau tanggungjawab dan nggak perlu bingung soal uang, terus kalau ternyata kamu nggak hamil, kamu nanti aku ajari gaya-gaya yang ada difoto ini. Gimana?”

Dan Im-im cuma diam sambil lihatin wajahku, sebenarnya aku tahu dia naksir aku sudah lama tapi karena posisi dia hanya babysiters yang membuatnya nggak PD.

“Benar ya.., janji lho?” pintanya dengan sedikit ragu.

Dan dengan wajah penuh semangat aku bersumpah untuk menepati janjiku, meskipun aku enggak ada niat untuk menepati janjiku. Aku putuskan sambungan internet dan mulai “melatih” Im-im dengan diawali teknik berciuman yang sudah pernah dia rasakan dengan pacarnya, sentuhan halus bibirnya yang lembut membuatku membalas dengan ganas hingga tanpa terasa tanganku telah meremas payudara Imah yang memang masih kencang. Desahan halus mulai muncul saat bibirku menelusuri lehernya yang agak berbulu seolah Im-im menikmati semua pelatihan yang aku berikan.

Aku merasa cumbuan ini kurang nyaman, aku dan Imah pindah ke dalam kamar Im-im, perlahan aku rebahkan tubuhnya dan bibirku bergantian menjelajah bibir dan lehernya sedangkan tanganku berusaha membuka kaos dan BH-nya dan kini separoh tubuh Imah telah bugil membuat libidoku tidak karuan. Tanpa ada keluhan apapun Imah terus mendesah nikmat dan tangannya membimbing tangan kiriku meremas teteknya yang bulat sedangkan payudara kanannya aku lumat dengan bibirku hingga terdengar jeritan kecil Im-im. Entah berapa lama aku mencumbu bagian atas tubuhnya dan sebenarnya keinginanku untuk bercinta sudah sangat besar tetapi aku tahu ini bukan saat yang tepat.

Perlahan aku turunkan celana pendek dan celana dalamnya bersama hingga Imah sepenuhnya bugil dan ini yang membuat dia malu. Untuk membuat Imah tidak merasa canggung aku mencumbunya lebih ganas lagi sehingga kini Imah mendesah lebih keras lagi dan tangan kanannya meremas kaosku untuk menyalurkan gairahnya yang mulai memuncak. Bibirku kini mulai menjalar kebawah menuju vaginanya yang tertutup kumpulan bulu hitam, perlahan aku angkat kedua pahanya hingga posisi selakangannya terlihat jelas. Samar-samar terlihat lipatan berwarna merah di vaginanya dan aku tahu baru aku yang melihat surga dunia milik Im-im.

Kini bibirku mulai menjilati vaginanya yang mulai banjir dengan halus agar Im-im tidak merasa geli dan ternyata rencanaku berjalan lancar, desahan yang tadi menghiasi cumbuanku dengan Imah kini mulai diselingi lenguhan dan jeritan kecil yang menandakan kenikmatan luar biasa yang sedang dirasakan babysiters keponakanku. Semakin lama semakin banyak lendir yang keluar dari kemaluannya yang membuatku lebih bergairah lagi, tiba-tiba seluruh tubuh Imah kejang dan suara lenguhannya menjadi gagap sedangkan kedua tangannya meremas kuat kasurnya. Dengan diiringi lenguhan panjang Imah mencapai klimak, tubuhnya bergerak tidak beraturan dan aku lihat sepasang teteknya mengeras sehingga membuatku ingin meremasnya dengan kuat. Setelah kenikmatannya perlahan turun seiring tenaganya yang habis terkuras membuat tubuhnya yang bugil menjadi lunglai, dengan kepasrahannya aku menjadi sangat ingin segera menembus vaginanya dengan penisku yang sedari tadi sudah tegang.

“Imah merasa sangat aneh, bingung aku jelasin rasanya” katanya dengan perlahan.
“Belum pernah aku merasakan hal ini sebelumnya, aku takut kalau terjadi apa-apa,” sambil memelukku erat. Sambil kukecup keningnya, aku jawab kekhawatiranya.
“Ini yang disebut kenikmatan surga dunia dan kamu baru merasakan sebagian. Imah nggak perlu takut atau khawatir soal ini, kan aku mau tanggungjawab kalau kamu hamil,” sambil kubalas pelukannya.

Sekilas aku lupa libidoku dan berganti dengan perasaan ingin melindungi seorang cewek, kemudian tanpa disengaja tangan Im-im menyentuh penisku sehingga membuat penisku kembali menegang. Wajah Imah tersipu malu saat aku lihat wajahnya yang memerah, kucium bibirnya dan tanpa menunggu komandoku Im-im membalasnya dengan lebih panas lagi dan kini Imah terlihat lebih PD dalam mengimbangi cumbuanku. Teteknya aku remas dengan keras sehingga Im-im mengerang kecil. Kini bajuku dibuka oleh sepasang tangan yang sedari tadi hanya mampu meremas keras kasur yang kini sudah acak-acakan spreinya dan aku imbangi dengan melepas celana pendekku dan segera terlihat penis yang sudah tegang karena aku terbiasa tidak memakai CD saat dirumah. Melihat pemandangan itu, Imah malu dan menjadi sangat kikuk saat tangannya aku bimbing memegang penisku dan setelah terbiasa dengan pemandangan ini aku membuat gaya 69 dengan Imah berada diatas yang membuatnya lebih leluasa menelusuri penisku.

Setelah beberapa lama aku bujuk untuk mengulumnya, akhirnya Im-im mau melakukan dan menjadi sangat menikmati, sedangkan aku terus menghujani vaginanya dengan jilatan lidahku yang memburunya dengan ganas. Karena tidak kuat menahan rasa nikmat yang menyerang seluruh tubuhnya, Im-im tak mampu meneruskan kulumannya dan lebih memilih menikmati jilatan lidahku di vaginanya dan aku tahu Imah menginginkan kenikmatan yang lebih lagi sehingga tubuh bugilnya aku rebahkan sedangkan kini tubuhku menindihnya sembari aku teruskan bibirku menjelajahi bibirnya yang memerah.

Perlahan tanganku menuntun tangan kanan Im-im untuk memegang penisku hingga berada tepat di depan mulut vaginanya, aku gosok-gosok penisku di lipatan vaginanya dan mengakibatkan sensasi yang menyenangkan, erat sekali tangannya memelukku sambil telus mengerang nikmat tanpa memperdulikan lagi suaranya yang mulai parau. Vaginanya semakin basah dan perlahan penisku yang tidak terlalu besar mendesak masuk ke dalam vaginanya dan usahaku tidak begitu berhasil karena hanya bisa memasukkan kepala penisku. Perlahan aku mencoba lagi dan dengan inisiatif Im-im yang mengangkat kedua kakinya hingga selakangannya lebih terbuka lebar yang membuatku lebih leluasa menerobos masuk vaginanya dan ternyata usahaku tidak sia-sia. Dengan sedikit menjerit Imah mengeluh,

“Aduh.., sakit. Pelan-pelan dong” dengan terbata-bata dan lemah kata-kata yang keluar dari mulutnya. Saat seluruh penisku telah masuk semua, aku diam sejenak untuk merasakan hangatnya lubang vaginanya.

Perlahan aku gerakkan penisku keluar-masuk liang vaginanya hingga menjadi lebih lancar lagi, semakin lama semakin kencang aku gerakkan penisku hingga memasuki liang paling dalam. Berbagai rancauan yang aku dan Imah keluarkan untuk mengekspresikan kenikmatan yang kami alami sudah tidak terkendali lagi, hampir 15 menit aku menggenjot vaginanya yang baru pertama kali dimasuki penis hingga aku merasa seluruh syaraf kenikmatanku tegang. Rasa nikmat yang aku rasakan saat spermaku keluar dan memasuki lubang vaginanya membuat seluruh tubuhku menegang, aku lumat habis bibirnya yang memerah hingga Im-im dan kedua tanganku meremas teteknya yang mengeras. Akhirnya aku bisa merasakan tubuh Im-im yang lama ada dianganku.

Kami berdua tergolek lemah seolah tubuhku tak bertulang, kupeluk tubuh Imah dengan erat agar dia tidak galau dan setelah tenagaku pulih aku berusaha memakaikan baju padanya karena Im-im tidak mampu berdiri lagi. Saat aku hendak mengenakan CD aku lihat sedikit bercak merah dipahanya dan aku bersihkan dengan CD ku agar Im-im tidak tahu kalau perawannya sudah aku renggut tanpa dia sadari.

Kami berdua melakukan hal itu berulangkali dan Imah semakin pintar memuaskanku dan selama ini dia tidak hamil yang membuatnya sangat PD. Tanpa disadari 2 tahun aku menikmati tubuhnya gratis meskipun kini Imah tidak menjadi babysiters keponakanku sebab kakakku telah pindah rumah mengikuti suaminya yang dipindah tugaskan ke daerah lain. Sekarang Im-im menjadi penjaga rumahku dan sekaligus pemuas nafsuku saat pacar-pacarku tidak mau aku ajak bercinta.

Saat lebaran seperti biasa Imah pulang kampung selama 2 minggu dan yang membuatku kaget dia membawa seorang cewek sebaya dengan Imah dan bernama Dina yang merupakan sepupunya. Memang lebih cantik dan lebih seksi dari Imah yang membuatku berpikir kotor saat melihat tubuh yang dimiliki Dina yang lugu seperti Imah 2 tahun lalu. Pada malam harinya, setelah kami melepas rasa kangen dengan bercinta hampir 2 jam, Imah tiba-tiba menjadi serius saat dia mengutarakan maksudnya.

“Mas, aku sudah 2 tahun melayani Mas untuk membereskan urusah rumah dan juga memberikan kepuasan diranjang seperti yang aku berikan saat ini,” Imah terdiam sejenak.
“Aku ingin tahu, apakah ada keinginan Mas untuk menikahiku meskipun sampai saat ini aku tidak hamil. Apa Mas mau menikahiku?”

Aku terhenyak dan diam saat disodori pertanyaan yang tidak pernah terlintas sedikitpun selama 2 tahun ini. Lama aku terdiam dan tidak tahu mau berkata apa dan akhirnya Imah meneruskan perkataannya.

“Imah tahu kalau Mas nggak ada keinginan untuk menikahiku dan aku nggak menuntut untuk menjadi suamiku, 2 tahun ini aku merasa sangat bahagia dan sebelum itu aku telah mencintai Mas dan menjadi semakin besar saat aku tahu Mas sangat perhatian denganku.”

Imah terdiam lagi dan aku memeluknya erat penuh rasa sayang dan Imah pun membalas pelukanku.

“Tapi.., aku ingin lebih dari ini. Aku ingin bisa menikmati cinta dan kasih sayang seorang suami dan itu yang membuatku menerima pinangan seorang pria yang rumahnya tidak jauh dari desaku.” Aku terhenyak dan menjadi lebih bingung lagi dan belum bisa menerima kabar yang benar-benar mengagetkanku.

Kami berdua hanya bisa diam dan tanpa terasa meleleh air mataku dan aku baru merasa bahwa aku ternyata benar-benar menginginkannya, namun ternyata sudah terlambat. Keesokan harinya aku mengantar Imah ke terminal untuk kembali pulang ke desanya dan menikah dengan seorang duda tanpa anak, menurutnya calon suaminya akan menerimanya meskipun dia sudah tidak perawan. Dengan langkah gontai aku kembali ke mobilku dan melalui hari-hariku tanpa Imah.
















Gairah Tubuh Rina, Anak Teman Bisnisku


Aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi di Bandung, dan sekarang sudah tingkat akhir. Untuk saat ini aku tidak mendapatkan mata kuliah lagi dan hanya mengerjakan skripsi saja. Oleh karena itu aku sering main ke tempat abangku di Jakarta.

Suatu hari aku ke Jakarta. Ketika aku sampai ke rumah kakakku, aku melihat ada tamu, rupanya ia adalah teman kuliah kakakku waktu dulu. Aku dikenalkan kakakku kepadanya. Rupanya ia sangat ramah kepadaku. Usianya 40 tahun dan sebut saja namanya Firman. Ia pun mengundangku untuk main ke rumahnya dan dikenalkan pada anak-istrinya. Istrinya, Dian, 7 tahun lebih muda darinya, dan putrinya, Rina, duduk di kelas 2 SMP.

Kalau aku ke Jakarta aku sering main ke rumahnya. Dan pada hari Senin, aku ditugaskan oleh Firman untuk menjaga putri dan rumahnya karena ia akan pergi ke Malang, ke rumah sakit untuk menjenguk saudara istrinya. Menurutnya sakit demam berdarah dan dirawat selama 3 hari. oleh karena itu ia minta cuti di kantornya selama 1 minggu. Ia berangkat sama istrinya, sedangkan anaknya tidak ikut karena sekolah.

Setelah 3 hari di rumahnya, suatu kali aku pulang dari rumah kakakku, karena aku tidak ada kesibukan apapun dan aku pun menuju rumah Firman. Aku pun bersantai dan kemudian menyalakan VCD. Selesai satu film. Saat melihat rak, di bagian bawahnya kulihat beberapa VCD porno. Karena memang sendirian, aku pun menontonnya. Sebelum habis satu film, tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka. Aku pun tergopoh-gopoh mematikan televisi dan menaruh pembungkus VCD di bawah karpet.

“Hallo, Oom Ryan..!” Rina yang baru masuk tersenyum.
“Eh, tolong dong bayarin Bajaj.. uang Rina sepuluh-ribuan, abangnya nggak ada kembalinya.”
Aku tersenyum mengangguk dan keluar membayarkan Bajaj yang cuma dua ribu rupiah.

Saat aku masuk kembali.., pucatlah wajahku! Rina duduk di karpet di depan televisi, dan menyalakan kembali video porno yang sedang setengah jalan. Mia memandang kepadaku dan tertawa geli.
“Ih! Oom Ryan! Begitu, tho, caranya..? Rina sering diceritain temen-temen di sekolah, tapi belon pernah liat.”
Gugup aku menjawab, “Rina.. kamu nggak boleh nonton itu! Kamu belum cukup umur! Ayo, matiin.”
“Aahh, Oom Ryan. Jangan gitu, dong! Tu, liat.. cuma begitu aja! Gambar yang dibawa temen Rina di sekolah lebih serem.”

Tak tahu lagi apa yang harus kukatakan, dan khawatir kalau kularang Rina justru akan lapor pada orangtuanya, aku pun ke dapur membuat minum dan membiarkan Rina terus menonton. Dari dapur aku duduk-duduk di beranda belakang membaca majalah.

Sekitar jam 7 malam, aku keluar dan membeli makanan. Sekembalinya, di dalam rumah kulihat Rina sedang tengkurap di sofa mengerjakan PR, dan.. astaga! Ia mengenakan daster yang pendek dan tipis. Tubuh mudanya yang sudah mulai matang terbayang jelas. Paha dan betisnya terlihat putih mulus, dan pantatnya membulat indah. Aku menelan ludah dan terus masuk menyiapkan makanan.

Setelah makanan siap, aku memanggil Rina. Dan.., sekali lagi astaga.. jelas ia tidak memakai BH, karena puting susunya yang menjulang membayang di dasternya. Aku semakin gelisah karena penisku yang tadi sudah mulai “bergerak”, sekarang benar-benar menegak dan mengganjal di celanaku.

Selesai makan, saat mencuci piring berdua di dapur, kami berdiri bersampingan, dan dari celah di dasternya, buah dadanya yang indah mengintip. Saat ia membungkuk, puting susunya yang merah muda kelihatan dari celah itu. Aku semakin gelisah. Selesai mencuci piring, kami berdua duduk di sofa di ruang keluarga.

“Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan..!”
“Ah, gampang! Semut lagi push-up! Khan ada di tutup botol Fanta! Gantian.. putih-biru-putih, kecil, keringetan, apa..?”
Mia mengernyit dan memberi beberapa tebakan yang semua kusalahkan.
“Yang bener.. Rina pakai seragam sekolah, kepanasan di Bajaj..!”
“Aahh.. Oom Ryan ngeledek..!”
Mia meloncat dari sofa dan berusaha mencubiti lenganku. Aku menghindar dan menangkis, tapi ia terus menyerang sambil tertawa, dan.. tersandung!

Ia jatuh ke dalam pelukanku, membelakangiku. Lenganku merangkul dadanya, dan ia duduk tepat di atas batang kelelakianku! Kami terengah-engah dalam posisi itu. Bau bedak bayi dari kulitnya dan bau shampo rambutnya membuatku makin terangsang. Dan aku pun mulai menciumi lehernya. Rina mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya.

Nafas Rina makin terengah, dan tanganku pun masuk ke antara dua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang.
“Uuuhh.. mmhh..” Rina menggelinjang.
Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa yang sedang kucumbu adalah seorang gadis SMP, tapi gariahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun menarik lepas dasternya dari atas kepalanya.
Aahh..! Rina menelentang di sofa dengan tubuh hampir polos!

Aku segera mengulum puting susunya yang merah muda, berganti-ganti kiri dan kanan hingga dadanya basah mengkilap oleh ludahku. Tangan Rina yang mengelus belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan.. nampaklah bukit kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut jarang. Bulu yang sedikit itu sudah nampak mengkilap oleh cairan kemaluan Rina. Aku pun segera membenamkan kepalaku ke tengah kedua pahanya.

“Ehh.. mmaahh..,” tangan Rina meremas sofa dan pinggulnya menggeletar ketika bibir kemaluannya kucium.
Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan mengemut perlahan.
“Ooohh.. aduuhh..,” Rina mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat.
Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku akan membelai kelentitnya dan tubuh Rina akan terlonjak dan nafas Rina seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.

Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Rina tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Rina.
“Mmmhh.. mmhh.. oohhmm..,” ketika Rina membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku.
Mungkin film tadi masih diingatnya, jadi ia pun mulai menyedot. Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya.

Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi, aku pun naik ke atas tubuh Rina dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Rina dan aroma kemaluan Rina di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit.

Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Rina, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Rina menekan pantatku dari belakang.
“Ohhmm, mam.. msuk.. hh.. msukin.. Omm.. hh.. ehekmm..”
Perlahan kemaluanku mulai menempel di bibir liang kemaluannya, dan Rina semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku kutekan, tetapi gagal saja karena tertahan sesuatu yang kenyal. Aku pun berpikir, apakah lubang sekecil ini akan dapat menampung kemaluanku yang besar ini. Terus terang saja, ukuran kemaluanku adalah panjang 15 cm, lebarnya 4,5 cm sedangkan Rina masih SMP dan ukuran lubang kemaluannya terlalu kecil.

Tetapi dengan dorongan nafsu yang besar, aku pun berusaha. Akhirnya usahaku pun berhasil. Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu. Rina memekik kecil, dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku tangannya mencengkeram kulit punggungku. Aku menekan lagi, dan terasa ujung kemaluanku membentur dasar padahal baru 3/4 kemaluanku yang masuk. Lalu aku diam tidak bergerak, membiarkan otot-otot kemaluan Rina terbiasa dengan benda yang ada di dalamnya.

Sebentar kemudian kernyit di dahi Rina menghilang, dan aku pun mulai menarik dan menekankan pinggulku. Rina mengernyit lagi, tapi lama kelamaan mulutnya menceracau.
“Aduhh.. sshh.. iya.. terusshh.. mmhh.. aduhh.. enak.. Oomm..”
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Rina, lalu membalikkan kedua tubuh kami hingga Rina sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak 3/4 kemaluanku menancap di kemaluannya. Tanpa perlu diajarkan, Rina segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kami pun berlomba mencapai puncak.

Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Rina makin menggila dan ia pun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku.

Setelah tubuh Rina melemas, aku mendorong ia telentang. Dan sambil menindihnya, aku mengejar puncakku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Rina tentu merasakan siraman air maniku di liangnya, dan ia pun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang ke dua.

Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.
“Aduh, Oom.. Rina lemes. Tapi enak banget.”
Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit liang vagina Rina yang masih amat kencang.

Aku segera membawanya ke kamar mandi, membersihkan tubuh kami berdua dan.. kembali ke kamar melanjutkan babak berikutnya. Sepanjang malam aku mencapai tiga kali lagi orgasme, dan Rina.. entah berapa kali. Begitupun di saat bangun pagi, sekali lagi kami bergumul penuh kenikmatan sebelum akhirnya Rina kupaksa memakai seragam, sarapan dan berangkat ke sekolah.

Kembali ke rumah Firman, aku masuk ke kamar tidur tamu dan segera pulas kelelahan. Di tengah tidurku aku bermimpi seolah Rina pulang sekolah, masuk ke kamar dan membuka bajunya, lalu menarik lepas celanaku dan mengulum kemaluanku. Tapi segera saja aku sadar bahwa itu bukan mimpi, dan aku memandangi rambutnya yang tergerai yang bergerak-gerak mengikuti kepalanya yang naik-turun. Aku melihat keluar kamar dan kelihatan VCD menyala, dengan film yang kemarin. Ah! Merasakan caranya memberiku “blowjob”, aku tahu bahwa ia baru saja belajar dari VCD.
















Ganasnya Tanteku, Binalnya Sepupuku


Sesaat lamanya aku hanya berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah tetapi berarsitektur gaya Jawa kuno. Hampir separuh bagian rumah di depanku itu adalah terbuat dari kayu jati tua yang super awet. Di depan terdapat sebuah pendopo kecil dengan lampu gantung kristalnya yang antik. Lantai keramik dan halaman yang luas dengan pohon-pohon perindangnya yang tumbuh subur memayungi seantero lingkungannya. Aku masih ingat, di samping rumah berlantai dua itu terdapat kolam ikan Nila yang dicampur dengan ikan Tombro, Greskap, dan Mujair. Sementara ikan Geramah dipisah, begitu juga ikan Lelenya. Dibelakang sana masih dapat kucium adanya peternakan ayam kampung dan itik. Tante Yustina memang seorang arsitek kondang dan kenamaan.

Enam tahun aku tinggal di sini selama sekolah SMU sampai D3-ku, sebelum akhirnya aku lulus wisuda pada sebuah sekolah pelayaran yang mengantarku keliling dunia. Kini hampir tujuh tahun aku tidak menginjakkan kakiku di sini. Sama sekali tidak banyak perubahan pada rumah Tante Yus. Aku bayangkan pula si Vivi yang dulu masih umur lima tahun saat kutinggalkan, pasti kini sudah besar, kelas enam SD.

Kulirik jarum jam tanganku, menunjukkan pukul 23:35 tepat. Masih sesaat tadi kudengar deru lembut taksi yang mengantarku ke desa Kebun Agung, sleman yang masih asri suasana pedesaannya ini. Suara jangkrik mengiringi langkah kakiku menuju ke pintu samping. Sejenak aku mencari-cari dimana dulu Tante Yus meletakkan anak kuncinya. Tanganku segera meraba-raba ventilasi udara di atas pintu samping tersebut. Dapat. Aku segera membuka pintu dan menyelinap masuk ke dalam.

Sejenak aku melepas sepatu ket dan kaos kakinya. Hmm, baunya harum juga. Hanya remang-remang ruangan samping yang ada. Sepi. Aku terus saja melangkah ke lantai dua, yang merupakan letak kamar-kamar tidur keluarga. Aku dalam hati terus-menerus mengagumi figur Tante Yus. Walau hidup menjada, sebagai single parents, toh dia mampu mengurusi rumah besar karyanya sendiri ini. Lama sekali kupandangi foto Tante Yus dan Vivi yang di belakangnya aku berdiri dengan lugunya. Aku hanya tersenyum.

Kuperhatikan celah di bawah pintu kamar Vivi sudah gelap. Aku terus melangkah ke kamar sebelahnya. Kamar tidur Tante Yus yang jelas sekali lampunya masih menyala terang. Rupanya pintunya tidak terkunci. Kubuka perlahan dan hati-hati. Aku hanya melongo heran. Kamar ini kosong melompong. Aku hanya mendesah panjang. Mungkin Tante Yus ada di ruang kerjanya yang ada di sebelah kamarnya ini. Sebentar aku menaruh tas ransel parasit dan melepas jaket kulitku. Berikutnya kaos oblong Jogja serta celana jeans biruku. Kuperhatikan tubuhku yang hitam ini kian berkulit gelap dan hitam saja. Tetapi untungnya, di tempat kerjaku pada sebuah kapal pesiar itu terdapat sarana olah raga yang komplit, sehingga aku kian tumbuh kekar dan sehat.

Tidak perduli dengan kulitku yang legam hitam dengan rambut-rambut bulu yang tumbuh lebat di sekujur kedua lengan tangan dan kakiku serta dadaku yang membidang sampai ke bawahnya, mengelilingi pusar dan terus ke bawah tentunya. Air. Ya aku hanya ingin merasakan siraman air shower dari kamar mandi Tante Yus yang bisa hangat dan dingin itu.
Aku hendak melepas cawat hitamku saat kudengar sapaan yang sangat kukenal itu dari belakangku, “Andrew..? Kaukah itu..?”

Aku segera memutar tubuhku. Aku sedikit terkejut melihat penampilan Tante Yus yang agak berbeda. Dia berdiri termangu hanya mengenakan kemeja lengan panjang dan longgar warna putih tipis tersebut dengan dua kancing baju bagian atasnya yang terlepas. Sehingga aku dapat melihat belahan buah dadanya yang kuakui memang memiliki ukuran sangat besar sekali dan sangat kencang, serta kenyal. Aku yakin, Tante Yus tidak memakai BH, jelas dari bayangan dua bulatan hitam yang samar-samar terlihat di ujung kedua buah dadanya itu. Rambutnya masih lebat dipotong sebatang bahunya. Kulit kuning langsat dan bersih sekali dengan warna cat kukunya yang merah muda.

“Ngg.., selamat malam Tante Yus.. maaf, keponakanmu ini datang dan untuk berlibur di sini tanpa ngebel dulu. Maaf pula, kalau tujuh tahun lamanya ini tidak pernah datang kemari. Hanya lewat surat, telpon, kartu pos, e-mail.., sekali lagi, saya minta maaf Tante. Saya sangat merindukan Tante..!” ucapku sambil kubiarkan Tante Yus mendekatiku dengan wajah haru dan senangnya.
“Ouh Andrew.. ouh..!” bisik Tante Yus sambil menubrukku dan memelukku erat-erat sambil membenamkan wajahnya pada dadaku yang membidang kasar oleh rambut.
Aku sejenak hanya membalas pelukannya dengan kencang pula, sehingga dapat kurasakan desakan puting-puting dua buah dadanya Tante Yus.

“Kau pikir hanya kamu ya, yang kangen berat sama Tante, hmm..? Tantemu ini melebihi kangennya kamu padaku. Ngerti nggak..? Gila kamu Andrew..!” imbuhnya sambil memandangi wajahku sangat dekat sekali dengan kedua tangannya yang tetap melingkarkan pada leherku, sambil kemudian memperhatikan kondisi tubuhku yang hanya bercawat ini.
Tante Yustina tersenyum mesra sekali. Aku hanya menghapus air matanya. Ah Tante Yus..
“Ya, untuk itulah aku minta maaf pada Tante..”
“Tentu saja, kumaafkan..” sahutnya sambil menghela nafasnya tanpa berkedip tetap memandangiku, “Kamu tambah gagah dan ganteng Andrew. Pasti di kapal, banyak crew wanita yang bule itu jatuh cinta padamu. Siapa pacarmu, hmm..?”
“Belum punya Tan. Aku masih nabung untuk membina rumah tangga dengan seorang, entah siapa nanti. Untuk itu, aku mau minta Tante bikinkan aku desain rumah..”
“Bayarannya..?” tanya Tante Yus cepat sambil menyambar mulutku dengan bibir tipis Tante Yus yang merah.

Aku terkejut, tetapi dalam hati senang juga. Bahkan tidak kutolak Tante Yus untuk memelukku terus menerus seperti ini. Tapi sialnya, batang kemaluanku mulai merinding geli untuk bangkit berdiri. Padahal di tempat itu, perut Tante Yus menekanku. Tentu dia dapat merasakan perubahan kejadiannya.
“Aku.. ngg..”
“Ahh, kamu Andrew. Tante sangat kangen padamu, hmm.. ouh Andrew.. hmm..!” sahut Tante Yus sambil menerkam mulutku dengan bibirnya.
Aku sejenak terkejut dengan serbuan ganas mulut Tante Yus yang kian binal melumat-lumat mulutku, mendasak-desaknya ke dalam dengan buas. Sementara jemari kedua tangannya menggerayangi seluruh bagian kulit tubuhku, terutama pada bagian punggung, dada, dan selangkanganku. Tidak karuan lagi, aku jadi terangsang. Kini aku berani membalas ciuman buas Tante Yus. Nampaknya Tante Yus tidak mau mengalah, dia bahkan tambah liar lagi. Kini mulut Tante Yus merayap turun ke bawah, menyusuri leherku dan dadaku. Beberapa cupangan yang meninggalkan warna merah menghiasi pada leher dan dadaku. Kini dengan liar Tante Yus menarik cawatku ke bawah setelah jongkok persis di depan selangkanganku yang sedikit terbuka itu. Tentu saja, batang kemaluanku yang sebenarnya telah meregang berdiri tegak itu langsung memukul wajahnya yang cantik jelita.

“Ouh, gila benar. Tititmu sangat besar dan kekar, An. Ouh.. hmm..!” seru bergairah Tante Yus sambil memasukkan batang kejantananku ke dalam mulutnya, dan mulailah dia mengulum-ngulum, yang seringkali dibarengi dengan mennyedot kuat dan ganas.
Sementara tangan kanannya mengocok-ngocok batang kejantananku, sedang jemari tangan kirinya meremas-remas buah kemaluanku. Aku hanya mengerang-ngerang merasakan sensasi yang nikmat tiada taranya. Bagaimana tidak, batang kemaluanku secara diam-diam di tempat kerjaku sana, kulatih sedemikian rupa, sehingga menjadi tumbuh besar dan panjang. Terakhir kuukur, batang kejantanan ini memiliki panjang 25 sentimeter dengan garis lingkarnya yang hampir 20 senti. Rambut kemaluan sengaja kurapikan.

Tante Yus terus menerus masih aktif mengocok-ngocok batang kemaluanku. Remasan pada buah kemaluanku membuatku merintih-rintih kesakitan, tetapi nikmat sekali. Bahkan dengan gilanya Tante Yus kadangkala memukul-mukulkan batang kemaluanku ini ke seluruh permukaan wajahnya. Aku sendiri langsung tidak mampu menahan lebih lama puncak gairahku. Dengan memegangi kepala Tante Yus, aku menikam-nikamkan batang kejantananku pada mulut Tante Yus. Tidak karuan lagi, Tante Yus jadi tersendak-sendak ingin muntah atau batuk. Air matanya malah telah menetes, karena batang kejantananku mampu mengocok sampai ke tenggorokannya.

Pada satu kesempatan, aku berhasil mencopot kemejanya. Aku sangat terkejut saat melihat ukuran buah dadanya. Luar biasa besarnya. Keringat benar-benar telah membasahi kedua tubuh kami yang sudah tidak berpakaian lagi ini. Dengan ganas, kedua tangan Tante Yus kini mengocok-ngocok batang kemaluanku dengan genggamannya yang sangat erat sekali. Tetapi karena sudah ada lumuran air ludah Tante Yus, kini jadi licin dan mempercepat proses ejakulasiku.
“Croot.. cret.. croot.. creet..!” menyemprot air maniku pada mulut Tante Yus.
Saat spremaku muncrat, Tante Yus dengan lahap memasukkan batang kemaluanku kembali ke dalam mulutnya sambil mengurut-ngurutnya, sehingga sisa-sisa air maniku keluar semua dan ditelan habis oleh Tante Yus.

“Ouhh.. ouh.. auh Tante.. ouh..!” gumamku merasakan gairahku yang indah ini dikerjai oleh Tante Yus.
“Hmm.. Andrew.. ouh, banyak sekali air maninya. Hmm.., lezaat sekali. Lezat. Ouh.. hmm..!” bisik Tante Yus menjilati seluruh bagian batang kemaluanku dan sisa-sisa air maninya.
Sejenak aku hanya mengolah nafasku, sementara Tante Yus masih mengocok-ngocok dan menjilatinya.
“Ayo, Andrew.. kemarilah Sayang.., kemarilah Baby..!” pintanya sambil berbaring telentang dan membuka kedua belah pahanya lebar-lebar.

Aku tanpa membuang waktu lagi, terus menyerudukkan mulutku pada celah vagina Tante Yus yang merekah ingin kuterkam itu. Benar-benat lezat. Vagina Tante Yus mulai kulumat-lumat tanpa karuan lagi, sedangkan lidahku menjilat-jilat deras seluruh bagiang liang vaginanya yang dalam. Berulang kali aku temukan kelentitnya lewat lidahku yang kasar. Rambut kemaluan Tante Yus memang lebat dan rindang. Cupangan merah pun kucap pada seluruh bagian daging vagina Tante Yus yang menggairahkan ini. Tante Yus hanya menggerinjal-gerinjal kegelian dan sangat senang sekali nampaknya. Kulirik tadi, Tante Yus terus-menerus melakukan remasan pada buah dadanya sendiri sambil sesekali memelintir puting-putingnya. Berulang kali mulutnya mendesah-desah dan menjerit kecil saat mulutku menciumi mulut vaginanya dan menerik-narik daging kelentitnya.

“Ouh Andrew.. lakukan sesukamu.. ouh.., lakukan, please..!” pintanya mengerang-erang deras.
Selang sepuluh menit kemuadian, aku kini merayap lembut menuju perutnya, dan terus merapat di seluruh bagian buah dadanya. Dengan ganas aku menyedot-nyedot puting payudaranya. Tetapi air susunya sama sekali tidak keluar, hanya puting-puting itu yang kini mengeras dan memanjang membengkak total. Di buah dadanya ini pula aku melukiskan cupanganku banyak sekali. Berulang kali jemariku memilin-milin gemas puting-puting susu Tante Yus secara bergantian, kiri kanan. Aku kini tidak tahan lagi untuk menyetubuhi Tanteku. Dengan bergegas, aku membimbing masuk batang kemaluanku pada liang vaginanya.

“Ooouhkk.. yeaah.. ayoo.. ayoo.. genjot Andrew..!” teriak Tante Yus saat merasakan batang kejantananku mulai menikam-nikam liar mulut vaginanya.
Sambil menopang tubuhku yang berpegangan pada buah dadanya, aku semakin meningkatkan irama keluar masuk batang kemaluanku pada vagina Tante Yus. Wanita itu hanya berpegangan pada kedua tanganku yang sambil meremas-remas kedua buah dadanya.
“Blesep.. sleep.. blesep..!” suara senggama yang sangat indah mengiringi dengan alunan lembut.
Selang dua puluh menit puncak klimaks itu kucapai dengan sempurna, “Creet.. croot.. creet..!”
“Ouuhhkk.. aoouhkk.. aahhk..,” seru Tante Yus menggelepar-gelepar lunglai.
“Tante.. ouhh..!” gumamku merasakan keletihanku yang sangat terasa di seluruh bagian tubuhku.
Dengan batang kemaluan yang masih tetap menancap erat pada vagiana Tante Yus, kami jatuh tertidur. Tante Yus berada di atasku.

Karena kelelahanku yang sangat menguasai seluruh jaringan tubuhku, aku benar-benar mampu tertidur dengan pulas dan tenang. Entah sudah berapa lama aku tertidur pulas, yang jelas saat kubangun udara dingin segera menyergapku. Sial. Aku sadar, ini di desa dekat Merapi, tentu saja dingin. Tidak berapa lama jam dinding berdentang lima sampai enam kali. Jam enam pagi..! Dengan agak malas aku beranjak berdiri, tetapi tidak kulihat Tante Yus ada di kamar ini. Sepi dan kosong. Dimana dia..? Aku terus mencoba ingin tahu. Dalam keadaan bugil ini, aku melangkah mendekati meja lampu. Secarik kertas kutemukan dengan tulisan dari tangan Tante Yustina.

Andrew sayang, Tante kudu buru-buru ke Jakarta pagi ini. Udah dijemput. Ada pameran di sana. Tolong jaga rumah dan Vivi. Ttd, Yustina.

Aku menghela nafas dalam-dalam. Gila, setelah menikmati diriku, dia minggat. Tetapi tidak apa-apa, aku dapat beristirahat total di sini, ditemani Vivi. Eh, tapi dimana dia..? Aku segera mengambil selembar handuk putih kecil yang segera kulilitkan pada tubuh bawahku. Tanpa membuang waktu lagi aku segera menyusuri rumah, dari ruang ke ruang dari kamar ke kamar. Tetapi sosok bocah SD itu tidak kelihatan sama sekali. Aku hampir putus asa, tetapi mendadak aku mendengar suara gemericik air pancuran dari kamar mandi ruang tamu di depan sana. Vivi. Ya itu pasti dia. Aku segera memburu.

Kubuka pintu kamar tamu yang luas dan asri ini. Benar. Kulihat pintu kamar mandinya tidak ditutup, ada bayangan orang di situ yang sedang mandi sambil bernyanyi melagukan Westlife. Edan, anak SD nyanyinya begitu. Aku hanya tersenyum saja. Perlahan aku mendekati gawang pintu. Aku seketika hanya menelan ludahku sendiri. Vivi berdiri membelakangiku masih asyik bergoyang-goyang sambil menggosok seluruh tubuhnya yang telanjang bulat itu dengan sabun. Rambut panjangnya tumbuh lurus dan hitam sebatas pinggang. Berkulit kuning langsat dan nampaknya halus sekali. Kusadari dia telah tumbuh lebih dewasa.

Air shower masih menyiraminya dengan hangat. Pantatnya sungguh indah bergerak-gerak penuh gairah. Hanya aku belum lihat buah dadanya. Tanpa kuduga, Vivi membalikkan badannya. Aku yang melamun, seketika terkejut bukan main, takut dan khawatir membuatnya kaget lalu marah besar. Ternyata tidak.
“Mas..? Mas Andrew..?” bertanya Vivi tidak percaya dengan wajah senang bercampur kaget.
Aku hanya menghela nafas lega. Dapat kuperhatikan kini, buah dadanya Vivi telah tumbuh cukup besar. Puting-putingnya hitam memerah kelam dan tampak menonjol indah. Kira-kira buah dadanya ya, sekitar seperti tutup gelas itu. Seperti belum tumbuh, tetapi kok terlihat sudah memiliki daging menonjolnya. Sedangkan rambut kemaluannya sama sekali belum tumbuh. Masih bersih licin.

“Hai vivi, apa kabarnya..?” tanyaku mendekat.
Vivi hanya tersenyum, “Masih ingat ketika kita renang bersama di rumahku dulu..? Kita berdua kan..? Hmm..?” sambungku meraih bahunya.
Air terus menyirami tubuhnya, dan kini juga tubuhku. Vivi mengangguk ingat.
“Ya. Ngg.., bagaimana kalau kita mandi bareng lagi Mas. Vivi kangen.. Mas andrew.. ouh..!” ujarnya memeluk pinggangku.
Aku mengangkut tubuhnya yang setinggi dadaku ini dengan erat.
“Tentu saja, yuk..!”

Aku menurunkan Vivi.
“Kapan Mas datangnya..?”
“Tadi malam. Vivi lagi tidur ya..?”
“Hm.. Mh..!”
Aku melepas handukku yang kini basah. Saat kulepas handukku, Vivi tampak kaget melihat rambut kemaluanku yang tumbuh rapih. Segera saja tangannya menjamah buah kemaluan dan bantang kejantananku.
“Ouh.., Mas sudah punya rambut lebat ya. Vivi belum Mas..,” ujarnya sambil memperhatikan vaginanya yang kecil.
Tentu saja aku jadi geli, batang kemaluanku diraba-raba dan ditimang-timang jemari tangan mungil Vivi yang nakal ini.

“Itu karena Vivi masih kecil. Nanti pasti juga memiliki rambut kemaluan. Hmm..?” ucapku sambil membelai wajahnya yang manis sekali.
Vivi hanya tersipu. Sialnya, aku kini jadi kian geli saat Vivi menarik-narik batang kejantananku dengan candanya.
“Ihh.., kenyal sekali.. ouh.., seperti belalai ya Mas..!”
Aku jadi terangsang. Gila.
“Belalai ini bisa akan jadi tumbuh besar dan panjang lho. Vivi mau lihat..?”
“Iya Mas.., gimana tuh..?”
“Vivi mesti mengulum, menghisap-hisap dan menyedotnya dengan kuat sekali batang zakar ini. Gimana..? Enak kok..!” kataku merayu dengan hati yang berdebar-debar kencang.
Vivi sejenak berpikir, lalu tanpa menoleh ke arahku lagi, dia memasukkan ujung batang kejantananku ke dalam mulutnya. Wow..! Gadis kecil ini langsung melakukan perintahku, lebih-lebih aku mengarahkan juga untuk mengocok-ngocok batang kemaluanku ini, Vivi menurut saja, dia malah kegirangan senang sekali. Dianggapnya batang ku adalah barang mainan baginya.

“Iya Mas. Tambah besar sekali dan panjang..!” serunya kembali melumat-lumatkan batang kejantananku dan mengocok keras batangnya.
Sekarang Vivi kuajari lagi untuk meremas buah kemaluanku. Aku membayangkan semua itu bahwa Tante Yus yang melakukan. Indah sekali sensasinya. Tetapi nyatanya aku tengah dipompa nafsu seksku dari bocah cilik ini. Edan, sepupuku lagi. Tetapi apa boleh buat. Aku lagi kebelet sekali kini. Yang ada hanyalah Vivi yang lugu dan bodoh tetapi mengasyikan sekali. Batang kejantananku kini benar-benar telah tumbuh sempurna keras dan panjangnya. Vivi kian senang. Aku kian tidak tahan.

“Teruskan Vi, teruskan.. ya.., ya.. lebih keras dan kenceng.. lakukanlah Sayang..!” perintahku sambil mengerang-erang.
Setelah hampir lima belas menit kemudian, air maniku muncrat tepat di dalam mulut Vivi yang tengah menghisap batang kemaluanku.
“Creet.. croot.. creet.. cret..!”
“Hup.. mhHP..!” teriak kaget Vivi mau melepaskan batang kemaluanku.
Tetapi secepat itu pula dia kutahan untuk tetap memasukkan batang kemaluanku di dalam mulutnya.
“Telan semua spermanya Vi. Itu namanya sperma. Enak sekali kok, bergizi tinggi. Telan semuanya, ya.. yaa.. begitu.. terus bersihkan sisa-sisanya dari batangnya Mas..!” perintahku yang dituruti dengan sedikit enggan.
Tetapi lama kelamaan Vivi tampak keasyikan mencari-cari sisa air maniku.
“Enak sekali Mas. Tapi kental dan baunya, hmm.., seperti air tajin saat Mama nanak nasi..! Enak pokoknya..! Lagi dong Mas, keluarkan spermanya..!”
Gila. Gila betul. Aku masih mencoba mengatur jalannya nafasku, Vivi minta spermaku lagi..? Edan anak ini.

“Baik, tapi kini Vivi ikuti perintahku ya..! Nanti tambah asyik, tapi sakit. Gimana..?”
“Kalau enak dan asyik, mauh. Nggak papa sakit dikit. Tapi spermanya ada lagi khan..?”
Aku mengangguk. Vivi mulai kubaringkan sambil kubuka kedua belahan pahanya yang mulus itu untuk melingkari di pinggangku. Vivi memperhatikan saja. Air dari shower masih mengucuri kami dengan dingin setelah tadi sempat kuganti ke arah cool.
“Auuh, aduh.. Mas..!” teriak vivi kaget saat aku memasukkan batang kejantananku ke dalam liang vaginanya yang jelas-jelas sangat sempit itu.
Tetapi aku tidak perduli lagi. Kukocok vagina Vivi dengan deras dan kencang sambil kuremas-remas buah dadanya yang kecil, serta menarik-narik puting-puting buah dadanya dengan gemas sekali. Vivi semakin menjerit-jerit kesakitan dan tubuhnya semakin menggerinjal-gerinjal hebat.
“Sakiit.. auuh Mas.., Mas hentikan saja.. sakiit, perih sekali Mas, periihh.. ouuh akkh.. aouuhkk..!” menjerit-jerit mulut manisnya itu yang segera saja kuredam dengan melumat-lumat mulutnya.

“Blesep.. blesep.. slebb..!” suara persetubuhkan kami kian indah dengan siraman shower di atas kami.
Aku semakin edan dan garang. Gerakan tubuhku semakin kencang dan cepat. Dapat kurasakan gesekan batang kemaluanku yang berukuran raksasa ini mengocok liang vaginan Vivi yang super rapat sempitnya. Dari posisi ini, aku ganti dengan posisi Vivi yang menungging, aku menyodok vaginanya dari belakang. Lalu ke posisi dia kupangku, sedangkan aku yang bergerak mengguncangkan tubuhnya naik, lalu kuterima dengan menikam ke atas menyambut vaginanya yang melelehkan darah.

“Tidak Mass.. ouh sakit.. uhhk.. huuk.. ouhh.. sakiit..!” tangisnya sejadi-jadinya.
Tetapi aku tidak perduli, sepuluh posisi kucobakan pada tubuh bugil mungil Vivi. Bahkan Vivi nyaris pingsan. Tetapi disaat gadis itu hendak pingsan, puncak ejakulasiku datang.
“Creet.. croot.. sreet.. crreet..!” muncratnya air mani yang memenuhi liang vaginanya Vivi bercampur dengan darahnya.
Vivi jatuh pingsan. Aku hanya mengatur nafasku saja yang tidak karuan. Lemas. Vivi pingsan saat aku memasangkan kembali batang kemaluanku ke posisi dia, kugendong di depan dengan dadanya merapat pada dadaku. Pelan-pelan kujatuh menggelosor ke bawah dengan batang kemaluanku yang masih menancap erat di vaginanya.

Itulah pengalamanku dengan Tante Yus dan putrinya Vivi yang keduanya memang binal itu. Teriring salam untuk Vivi.
















Gairah Sahabat Temanku


Namaku Andhika, aku seorang siswa Kelas 1 di SMU yang cukup top di kota Purwokerto. Pada hari itu aku ingin mengambil tugas kimia di rumah salah satu teman cewekku, sebut saja Rina. Di sana kebetulan aku ketemu sahabat Rina. Kemudian kami pun berkenalan, namanya Laura, orangnya cukup cantik, manis, putih dan bodinya sudah seperti anak kelas 3 SMU, padahal dia baru kelas 3 SMP. Pakaian sekolahnya yang putih dan agak kekecilan makin menambah kesan payudaranya menjadi lebih besar. Ukuran payudaranya mungkin ukuran 32B karena seakan akan baju seragam SMP-nya itu sudah tidak mampu membendung tekanan dari gundukan gunung kembar itu.

Kami saling diam, hanya aku sedang mengamati dadanya dan pantatnya yang begitu montok. Wah serasa di langit ke-7 kali kalau aku bisa menikmati tubuh cewek ini, pikirku. Terkadang mata kami bertemu dan bukannya ke GR-an tapi aku rasa cewek ini juga punya perasaan terhadapku. Setelah satu jam berada di rumah Rina, aku pun berpamitan kepada Rina tetapi dia menahanku dan memintaku mengantarkan Laura pulang karena rumahnya agak jauh dan sudah agak sore dan kebetulan aku sedang bawa “Kijang Rangga” milik bapakku.

Akhirnya aku menyetujuinya hitung-hitung ini kesempatan untuk mendekati Laura. Setelah beberapa lama terdiam aku mengawali pembicaraan dengan menanyakan, “Apa tidak ada yang marah kalau aku antar cuma berdua, entar pacar kamu marah lagi..?” pancingku. Dia cuma tertawa kecil dan berkata, “Aku belum punya pacar kok.” Secara perlahan tangan kiriku mulai menggerayang mencoba memegang tangannya yang berada di atas paha yang dibalut rok SMP-nya. Dia memindahkan tangannya dan tinggallah tanganku dengan pahanya. Tanpa menolak tanganku mulai menjelajah, lalu tiba-tiba dia mengangkat tanganku dari pahanya, “Awas Andhi, liat jalan dong! entar kecelakan lagi..” dengan nada sedikit malu aku hanya berkata, “Oh iya sorry, habis enak sih,” candaku, lalu dia tersenyum kecil seakan menyetujui tindakanku tadi. Lalu aku pun membawa mobil ke tempat yang gelap karena kebetulan sudah mulai malam, “Loh kok ke sini sih?” protes Laura. Sambil mematikan mesin mobil aku hanya berkata,
“Boleh tidak aku cium bibir kamu?”
Dengan nada malu dia menjawab,
“Ahh tidak tau ahh, aku belum pernah gituan.”
“Ah tenang aja, nanti aku ajari,” seraya langsung melumat bibir mungilnya.

Dia pun mulai menikmatinya, setelah hampir lima menit kami melakukan permainan lidah itu. Sambil memindahkan posisiku dari tempat duduk sopir ke samping sopir dengan posisi agak terbungkuk kami terus melakukan permainan lidah itu, sementara itu dia tetap dalam posisi duduk. Lalu sambil melumat bibirnya aku menyetel tempat duduk Laura sehingga posisinya berbaring dan tanganku pun mulai mempermainkan payudaranya yang sudah agak besar, dia pun mendesah, “Ahh, pelan-pelan Andhi sakit nih..” Kelamaan dia pun mulai menyukaiku cara mempermainkan kedua payudaranya yang masih dibungkus seragam SMP.

Mulutku pun mulai menurun mengitari lehernya yang jenjang sementara tanganku mulai membuka kancing baju seragam dan langsung menerkam dadanya yang masih terbungkus dengan “minishet” tipis serasa “minishet” bergambar beruang itu menambah gairahku dan langsung memindahkan mulutku ke dadanya.
“Lepas dulu dong ‘minishet’-nya, nanti basah?” desahnya kecil.
“Ah tidak papa kok, entar lagi,” sambil mulai membuka kancing “minishet”, dan mulai melumat puting payudara Laura yang sekarang sedang telanjang dada.Sementara tangan kananku mulai mempermainkan lubang kegadisannya yang masih terbungkus rok dan tanganku kuselipkan di dalam rok itu dan mulai mempermainkan lubangnya yang hampir membasahi CD-nya yang tipis berwarna putih dan bergambar kartun Jepang. Mulutku pun terus menurun menuju celana dalam bergambar kartun itu dan mulai membukanya, lalu menjilatinya dan menusuknya dengan lidahku. Laura hanya menutup mata dan mengulum bibirnya merasakan kenikmatan. Sesekali jari tengahku pun kumasukkan dan kuputar-putarkan di lubang kewanitaannya yang hanya ditumbuhi bulu-bulu halus. Dia hanya menggenggam rambutku dan duduk di atas jok mobil menahan rasa nyeri. Setelah itu aku kecapaian dan menyuruhnya, “Gantian dong!” kataku. Dia hanya menurut dan sekarang aku berada di jok mobil dan dia di bawah. Setelah itu aku menggenggam tangannya dan menuntunnya untuk mulai membuka celana “O’neal”-ku dan melorotkannya. Lalu aku menyuruhnya memegang batang kemaluanku yang dari tadi mulai tegang.

Dengan inisiatif-nya sendiri dia mulai mengocok batang kemaluanku.
“Kalau digini’in enak tidak Andhi?” tanyanya polos.
“Oh iya enak, enak banget, tapi kamu mau nggak yang lebih enak?” tanyaku.
Tanpa berbicara lagi aku memegang kepalanya yang sejajar dengan kemaluanku dan sampailah mulutnya mencium kemaluanku. “Hisap aja! enak kok kayak banana split,” dia menurut saja dan mulai melumat batang kemaluanku dan terkadang dihisapnya. Karena merasa maniku hampir keluar aku menyuruhnya berhenti, dan Laura pun berhenti menghisap batang kemaluanku dengan raut muka yang sedikit kecewa karena dia sudah mulai menikmati “oral seks”. Lalu kami pun berganti posisi lagi sambil menenangkan kemaluanku. Dia pun kembali duduk di atas jok dan aku di bawah dengan agak jongkok. Kemudian aku membuka kedua belah pahanya dan telihat kembali liang gadis Laura yang masih sempit. Aku pun mulai bersiap untuk menerobos lubang kemaluan Laura yang sudah agak basah, lalu Laura bertanya, “Mau dimasukin tuh Andhi, mana muat memekku kecilnya segini dan punyamu segede pisang?” tanyanya polos. “Ah tenang aja, pasti bisa deh,” sambil memukul kecil kemaluannya yang memerah itu dan dia pun sendiri mulai membantu membuka pintu liang kemaluannya, mungkin dia tidak mau ambil resiko lubang kemaluannya lecet.

Secara perlahan aku pun mulai memasukan batang kemaluanku, “Aah.. ahh.. enak Andi,” desahnya dan aku berusaha memompanya pelan-pelan lalu mulai agak cepat, “Ahh.. ahh.. ahh.. terus pompa Andi.” Setelah 20 menit memompa maniku pun sudah mau keluar tapi takut dia hamil lalu aku mengeluarkan batang kemaluanku dan dia agak sedikit tersentak ketika aku mengeluarkan batang kemaluanku.
“Kok dikeluarin, Andi?” tanyanya.
“Kan belum keluar?” tanyanya lagi.
“Entar kamu hamilkan bahaya, udah nih ada permainan baru,” hiburku.
Lalu aku mengangkat badannya dan menyuruhnya telungkup membelakangiku.
“Ngapain sih Andi?” tanya Laura.
“Udah tunggu aja!” jawabku.
Dia kembali tersentak dan mengerang ketika tanganku menusuk pantat yang montok itu.
“Aahh.. ahh.. sakit Andhi.. apaan sih itu..?”
“Ah, tidak kok, entar juga enak.”
Lalu aku mengeluarkan tanganku dan memasukkan batang kemaluanku dan desahan Laura kali ini lebih besar sehingga dia menggigit celana dalamku yang tergeletak di dekatnya.

“Sabar yah Sayang! entar juga enak!” hiburku sambil terus memompa pantatnya yang montok. Tanganku pun bergerilya di dadanya dan terus meremas dadanya dan terkadang meremas belahan pantatnya. Laura mulai menikmati permainan dan mulai mengikuti irama genjotanku. “Ahh terus.. Andhi.. udah enak kok..” ucapnya mendesah. Setelah beberapa menit memompa pantatnya, maniku hendak keluar lagi. “Keluarin di dalam aja yah Laura?” tanyaku. Lalu dia menjawab, “Ah tidak usah biar aku isep aja lagi, habis enak sih,” jawabnya. Lalu aku mengeluarkan batang kemaluanku dari pantatnya dan langsung dilumat oleh Laura langsung dihisapnya dengan penuh gairah, “Crot.. crot.. crot..” maniku keluar di dalam mulut Laura dan dia menelannya. Gila perasaanku seperti sudah terbang ke langit ke-7.
“Gimana rasanya?” tanyaku.
“Ahh asin tapi enak juga sih,” sambil masih membersihkan mani di kemaluanku dengan bibirnya.

Setelah itu kami pun berpakaian kembali, karena jam mobilku sudah pukul 19:30. Tidak terasa kami bersetubuh selama 2 jam. Lalu aku mengantarkan Laura ke rumahnya di sekitaran Panakukang Mas. Laura tidak turun tepat di depan karena takut dilihat bapaknya. Tapi sebelum dia turun dia terlebih dahulu langsung melumat bibirku dan menyelipkan tanganku ke CD-nya. Mungkin kemaluannya hendak aku belai dulu sebelum dia turun. “Kapan-kapan main lagi yach Andhi!” ucapnya sebelum turun dari mobilku. Tapi itu bukan pertemuan terakhir kami karena tahun berikutnya dia masuk SMU yang sama denganku dan kami bebas melakukan hal itu kapan saja, karena tampaknya dia sudah ketagihan dengan permainan itu bahkan Laura pernah melakukan masturbasi dengan pisang di toilet sekolah. Untung aku melihat kejadian itu sehingga aku dapat memberinya “jatah” di toilet sekolah.


Tidak ada komentar: