Pengalaman Baru Selama 90 Menit
Saya baru-baru ini mempunyai pengalaman menarik dengan seorang mahasiswi bernama Lina. Nama sebenarnya siapa saya tidak tahu. Ia adalah seorang gadis keturunan Cina. Kami bertemu di sebuah diskotik ternama di kota Perth yang diawali oleh huruf E. Ia langsung mau saat kuajak tidur pada pertemuan pertama. Katanya seks merupakan pelepasan untuk menghindari stres di kuliahnya.
Wajahnya lumayan cantik dan kulitnya putih bersih tetapi tidak pucat. Yang paling menarik adalah tubuhnya yang sangat proporsional. Setelah beberapa kali pertemuan dan kencan di tempat tidur, saya rasa dia sudah siap untuk diperkenalkan pada dunia yang baru.
Sesuai dengan janji, saya datang pukul 7:00 sore ke rumahnya. Kami lalu keluar untuk makan di sebuah restoran Cina di daerah kota Perth. Kami pulang ke rumah saya dan tiba sekitar pukul 9:00 malam. Sampai di rumah, kami langsung menuju kamar tidur. Saya suruh dia melepaskan seluruh pakaian luarnya dan hanya menyisakan pakaian dalamnya saja. Sementara itu saya meminum anggur. Saya sangat menyukai anggur sebelum memulai permainan seks.
Ia melakukannya dengan perlahan. Atas perintah saya dia berpindah tempat dan melanjutkan aksi striptease-nya di depan lampu di samping tempat tidur. Siluet tubuhnya indah sekali. Dia sadar akan hal itu. Saat akan melepas baju atasnya, dia berdiri membelakangi saya. Baju itu dijatuhkan di lantai. Kemudian sambil melepaskan sisanya, tubuhnya diputar menghadap ke samping.
Kali ini saya dapat melihat bayang lekuk dadanya, perut, dan pantatnya. Dadanya kecil. Mmm.. tidak apa-apa. Tetapi pantatnya amat menggiurkan. Lalu ia merebahkan diri ke tempat tidur dengan pandangan yang sangat menantang. Saya bergerak ke tempat tidur membawa gelas anggur miliknya.
Saya berikan padanya. Sementara ia meminumnya, saya melepaskan baju atas saya. Saya belum mau melepaskan celana saya, walaupun dari nafasnya saya tahu dia sudah kepingin. Kemudian saya duduk di belakangnya dan mulai menciumi tengkuknya. Mungkin karena geli merasakan napas saya pada tengkuknya, kepalanya ditengadahkan ke atas.
Perlahan telinganya saya gigit. “Mmm..”, katanya. Kemudian saya kembali ke leher. Lehernya saya gigit juga, kali ini agak keras. Kali ini dia mengeluarkan suara erangan pelan. Tapi tidak ada kata protes keluar dari mulutnya yang terbuka. Di tempat saya gigit tampak bekas gigitan berwarna merah. Saya puas melihatnya.
Tangan kanan saya melepas BH-nya sehingga payudaranya kali ini berayun bebas. Tangan kiri saya masuk ke balik celana dalamnya. Ah, belum diapa-apain cewek ini sudah sangat basah. Ini yang saya senangi dari gadis Cina. Cepat basah dan sangat basah.
“Kamu jangan nakal ya, ayo dong buruan”, katanya. Saya hanya senyum saja. Tanpa ngomong lebih lanjut, kedua tangannya membuka celana saya dan merogoh ke dalam. Tangan saya menarik celana dalamnya dan melemparkannya ke samping tempat tidur. Kali ini saya berhadapan dengannya. Tangan kanan saya pada dadanya, dan tangan kiri saya pada selangkangannya.
Tangannya melepaskan celana saya dan mulai merangkul tengkuk saya. Kepala saya ditarik sehingga bibir kami saling beradu. Dia menciumi saya dengan penuh nafsu. Lidahnya masuk ke dalam mulut saya bagai lidah ular.
Tiba-tiba saya melepaskan diri darinya dan bangkit dari tempat tidur. “Kenapa?” katanya. Saya bilang saya punya permainan baru. Dengan sebuah kain hitam saya menutup kedua matanya. “Tunggu saya buka pakaian”, kata saya. Dia diam saja. Saya diam-diam mengambil tali. Lalu dengan sedikit memaksa saya ikat kedua tangannya di belakang punggungnya.
Karena bingung, dia mulai menjerit dan menendang. Karena kedua tangannya telah terikat ke belakang, saya hanya cukup memegang kedua kakinya. Dengan posisi saya di atas dan dia di bawah, saya melakukan penetrasi. Mengira bahwa inilah permainannya, dia tidak melawan lagi. Dari mulutnya hanya terdengar desah nafas.
Saat dadanya mengeras dan nafasnya makin cepat saya tahu bahwa dia akan mencapai orgasme. Saya hentikan dan keluarkan punya saya. Dia mulai marah. “Kamu maunya apa sih, lepasin ikatannya sekarang”, hardiknya. Saya diam saja. Saya tidur di bawah dan menempatkan dirinya di atas saya dengan posisi membelakangi saya. Dia cepat tanggap. Dengan bantuan saya, dia mulai naik turun hanya dalam beberapa detik.
Dia melakukannya dengan cepat sekali. Tampaknya dia sudah hampir mencapai orgasme. Rambutnya yang panjang saya tarik ke belakang. Dia jatuh tertidur di samping saya. Kemaluan saya terlepas darinya. Kali ini ia mulai menangis. Dia memohon agar diberi kesempatan untuk orgasme. Saya bilang saya akan berikan asal dia menuruti kata-kataku mulai sekarang. “Baiklah..” katanya.
Kemudian saya suruh dia berlutut di tempat tidur. Ikatan pada kedua tangannya saya lepaskan. Tapi kali ini tangan kirinya diikat pada pergelangan kaki kiri dan tangan kanannya diikat pada pergelangan kaki kanan. Dia pasrah saja sekarang. Tidak melawan sedikit pun. Hanya sesekali masih terdengar isakan dari mulutnya.
Kemudian saya mengambil kondom. Saya bukan mau melakukan safe sex. Saya punya ide lain. Saya ambil juga jelly yang biasa dipakai bila pihak wanita susah mengeluarkan cairan untuk mempermudah penetrasi. Saya pasang kondom pada tempatnya, lalu saya lumasi dengan jelly.
“H**** (edited), kamu ngapain?” katanya pelan, seakan takut kalau saya marah.
“Tunggu manis”, kataku.
Kemudian saya menyelipkan diri di antara kedua kakinya. Kembali ia menunggangi saya dengan tubuh membelakangi saya. Dia terkejut saat menyadari apa yang akan saya lakukan. Salah satu tangan saya memegang pinggangnya, dan tangan yang lain mengarahkan batang kenikmatan saya ke pintu masuk bagian belakang.
“Stop.. H**** (edited), jangan..”, katanya setengah berteriak. Dia berusaha meronta, tapi tidak ada gunanya. Posisi terikatnya sangat efektif untuk mencegahnya melawan. Saya sudah memperhitungkan sebelumnya. Tidak lama, kejantanan saya sudah setengah tenggelam. Tangan kanan saya masih pada pinggangnya, sementara tangan kiri saya bermain pada kemaluannya. Saya biarkan beberapa saat sampai ia merasa biasa.
Karena adanya rangsangan, ia mulai tenang kembali, berkonsentrasi agar segera bisa orgasme. Perlahan saya melanjutkan usaha saya. Kali ini batang kemaluan saya sudah tenggelam tiga perempatnya. Kemudian tangan kiri saya meninggalkan selangkangannya dan bersama-sama dengan tangan kanan saya, saya mulai menarik turunkan tubuhnya. Ia mengerang kesakitan.
Mungkin karena marah bercampur kesal kepada saya, dia tidak berkata apa-apa. Dia mengatup bibirnya yang seksi kuat-kuat. Hanya terkadang terdengar juga erangannya bila dia sudah tidak kuat menahannya. Tidak sampai lima menit, dia mulai tenang. Nafasnya memburu, malah kali ini dia yang melakukannya sendiri. Naik dan turun. Masih belum cepat, mungkin masih terasa sakit.
Sempit dan nikmat sekali. Tidak lama dia mulai mempercepat gerakannya. Saya mulai khawatir bila saya keluar duluan. Terlalu sempit, jadi gesekannya sangat terasa. Biar bagaimana pun saya ingin dia menikmati permainan ini juga. Karenanya tangan saya mulai meremas kedua payudaranya bergantian serta bermain dengan kemaluannya.
Kepalanya ditengadahkan ke atas. “Oh.. oh..” katanya tersendat-sendat. Rambutnya dikibaskan ke kiri dan ke kanan. Hal ini berlangsung terus hingga pada suatu ketika dia setengah menjerit, tubuhnya mengejang. Saya tarik tubuhnya sehingga rebah di atas tubuh saya. Kepalanya di samping tubuh saya. Saya lumat bibirnya dan lidah saya bermain di dalamnya, dia membalas dengan ganas.
Tangan saya mendekap tubuhnya dengan erat ke arah saya. Tangan kiri saya mulai mengelus klitorisnya. Tubuhnya meronta ke kiri dan ke kanan bagaikan binatang liar yang terluka. “Ssshh..” kata saya mencoba menenangkannya. Tetapi ia tidak mau diam. Orgasmenya berlangsung sekitar 4 menit tanpa berhenti. Saya sendiri belum keluar.
Saya bangun perlahan. Melepaskan batang kejantanan saya dari cengkeraman pantatnya dan melepaskan kondom. Kemudian menyorongkannya ke bibirnya. Menyadari bahwa saya belum keluar. Dia mulai melakukan oral seks. Tidak lama saya keluar dalam mulutnya. Dia telan semuanya.
Saya lihat jam menunjukkan pukul 22:45 malam. Gila, satu setengah jam lebih kami bermain. Kemudian saya lepaskan seluruh ikatannya dan tutup matanya. Matanya masih merah bekas menangis di awal permainan kami tadi. Dia bilang, dia sudah pernah membayangkan anal sex sebelumnya, hanya tidak membayangkan bahwa hal itu akan benar-benar terjadi.
Pak Guru Freddy
Sebut saja namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tungkai, bibir yang cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang oval. Payudara dan pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.
Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.
Karena kepandaianku bergaul dan pandai berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.
Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama teman-temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya, sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat seksi karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih.
Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, “Selamat pagi Paa..aak”, dan dia membalas sembari tersenyum.
“Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley”.
Aku menjawab, “Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak”. “Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu”.
Aku dan teman-teman mengajak, “Di sini aja Pak, kita ngobrol-ngobrol”, dia setuju.
“OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan”!
Aku dan teman-teman bilang, “Tidak, Pak.”, lalu aku menimpali lagi, “Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin”, lalu teman-teman yang lain, “Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..”.
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
“Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak”.
Pak Freddy menjawab, “Ah! Ya, ndak apa-apa”.
Kemudian sengaja aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah akan membetulkan sepatu olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek, jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf.
“Sorry, ya Pak”.
Dia menjawab, “That’s OK”. Di dalam hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.
Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.
“Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?”.
Aku menjawab, “Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak”.
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, “Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya paké baju dulu”. Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, “Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya”.
Dia tersenyum, “Saya kost di sini. Sendirian.”
Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, “Udah laper, Et?”.
Aku jawab, “Lumayan, Pak”.
Lalu dia berdiri dari duduknya, “Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?”.
Langsung kujawab, “Ok-ok aja, Pak.”.
Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar.
Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, “Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya”.
Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap, “Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak”.
Pak Freddy hanya tersenyum saja, “Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk”.
Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.
Pada saat makan aku bertanya, “Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?”.
Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, “Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng”.
Lalu aku memancing, “Kok, tadi ada yang begituan”.
Dia bertanya lagi, “Yang begituan yang mana”.
Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum, “Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok”.
Kemudian dia tertawa, “Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa”.
Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, “Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk”.
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.
Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, “Betul kamu tidak malu?”, aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi kutahan.
Pak Freddy bertanya lagi, “Sakit, Et”. Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah”, aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh”.
Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
“Enak, Et?”
“Lumayan, Pak”.
Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya.
“Boleh saya seperti ini, Et?”.
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.
Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, “Tahan sakitnya, ya, Et”. Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan, “Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku.
Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah, “Hah, hah, hah,..”. Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.
Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku. Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, “Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya”.
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, “tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini”.
Dia berkata lagi, “Sama, saya juga”.
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.
Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, “Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?”.
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.
Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja.
Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu.
Buku Itu Aku Pinjam
Waktu itu aku masih SMA kelas satu, kebetulan aku punya tetangga wanita yang sekolahnya di SMEA dekat sekolah. Dia itu 1 tahun diatas umurku. Orangnya putih, mulus rada bongsor, payudaranya lumayan gede, pinggulnya sedeng, pantatnya rada nungging. Sewaktu aku habis pulang sekolah kulihat dia lagi santai-santai di depan rumahnya, kuhampiri dia terus aku bilang : “Da..! (namanya Farida) aku punya buku bagus, lu mau liat nggak?” dia bertanya, “Buku bagus apa’an Ga?”. “Pokoknya asyik sudah, kalau lu baca kagak bakalan nyesel, yakin dech” jawabku. “Aku pinjem doong”, “Kalau mau liat bareng sini sama aku..” aku menantangnya, eh tahunya dia bangun terus mendekatiku. Aku yang kebetulan memang sudah lama cari kesempatan buat megang-megang payudaranya. Pas dia sudah di sampingku ku katakan lagi sama dia, “Elo mau lihat, tapi lu jangan bilang-bilang sama siapa-siapa yah..”, ” Iya deh…” sudah gitu aku ajak dia ke rumah tetanggaku yang kebetulan lagi kosong, memang biasanya aku suka nongkrong di rumah itu.
Pas sampai di halaman rumah tetanggaku itu aku mengajaknya ke teras depan. Terasnya rada adem karena banyak pohon-pohon dan lagi tidak terlalu kelihatan dari jalan. Terasnya tidak punya bangku, jadi aku dan dia duduk di lantainya. Kemudian kutunjukkan buku yang kumaksud, Buku “Penthouse” Dia sempat kaget! Tanpa disangka, “Sini deketan lagi kalau mau lebih jelas” aku bilang ke dia. Mungkin karena penasaran juga dia merapatkan duduknya dekatku. Aku buka gambar-gambarnya, eh dia tambah mau lihat lagi. Sudah begitu kupegang tangannya sambil aku remas-remas jarinya, sementara tanganku yang satunya lagi membuka gambar lainnya. Dia kelihatannya rada ‘terangsang’ juga. Kepalanya sampai nempel ke kepalaku sampai-sampai aku bisa mencium wangi rambutnya. Tanganku lama-lama ngusap ke atas tangannya sampai ke bahunya, terus ke punggungnya, lama juga mengusapnya. Pas waktu itu ada gambar orang wanita lagi ngisep ‘barang’ cowok. Aku sempat bilang sama dia, “Elo pengen nggak ngerasain kayak gitu?” Dia diam saja, tapi aku tahu dia juga lagi kontrol nafsunya (napasnya kayak berat gitu). Tahu-tahu tanganku sudah sampai dan nyelusup lewat tangan t-shirtnya yang longgar, meremas-remas payudaranya (dia masih pakai BH). Putingnya sudah tegang. Barangku sendiri juga sudah tegang, kelihatan dari celana seragam SMA-ku. Aku mencium pipinya yang mulus, terus ke bibirnya. Rupanya dia juga sudah tidak sabaran saat itu. Kami berciuman lama juga, lidahnya kumain-mainkan sampai ke langit-langit mulutnya eh.. dia tambah di luar kontrol. Aku lepas ciumannya sambil tangganku melepas BH-nya dari belakang, nah sekarang dia nggak pakai BH lagi. Kuangkat bagian depan t-shirtnya kukulum payudara kirinya, sementara tangan kananku memainkan payudara satunya lagi.
Sambil gitu aku dorong dia supaya dia bisa tidur telentang biar aku gampang ngisap pentilnya. Berapa kali dia melenguh tanda dia juga suka. aku sudah nggak tau bukunya sudah ada dimana deh..! payudaranya kujilati terus turun sampai ke perutnya yang putih banget (aku belum pernah liat perut putih, waktu itu). Dia pakai celana pendek jeans sementara tangan kananku sudah sampai ke ritsluiting jeansnya siap-siap mau turunin celananya. Dia dorong kepalaku lebih kebawah lagi, sekarang kepalaku sudah ada didepan selangkangannya tapi masih ada celana dalamnya, jeansnya sudah turun sampai ke dengkul. Aku tetap menjilati perutnya, tanganku dua-duanya melorotin celana dalamnya. Uiih… aku baru liat yang namanya memek tuch kayak gitu. Dia kayaknya juga makin nggak bisa kontrol ‘rangsangan’nya. Dia makin sesepin kepalaku ke barangnya. Dia bilang : “Sggh… Ga… aku sudah nggak tahan nih”, tapi aku masih bisa mengontrol lidahku untuk menjilati barangnya (bulunya sedikit dan rada bule). Kulebarkan pahanya pakai tangan dan terus kuhisap kelentitnya. Barangnya sudah basah banget, kucolok pakai jari tengah ehh… masih rapet loh!! aku sempat nanya :” Da… lu masih perawan yah…?”, dia nggak jawab tapi tangannya pegang tanganku dan supaya jari tanganku bisa masuk lebih dalam lagi. Jariku sekarang keluar masuk liang kewanitaannya dan tambah banjir tuh liang kewanitaannya. Dia masih pakai t-shirt tapi bagian bawahnya sudah total telanjang. Kira-kira 2 menit aku gituin dia kayaknya dia sudah mau klimaks, “uuhh… Ga saya mau keluar ga…”. Sambil ngomong gitu dia jepit jariku sama pahanya. Ternyata dia sudah sampai, dan jariku masih di dalam liang senggamanya merasa kayak di pijit-pijit. Kuperhatikan mukanya, kayaknya dia rada malu sama aku, tapi juga puuaass… kubangunkan dia terus aku bilang : “Kamu mau nggak mainin penisku?”, dia nggak banyak omong langsung tangannya buka ritsluiting celanaku, dia dorong badanku supaya telentang dan dia tarik celana seragamku sampai ke paha, terus meloroti celana dalamku. Barangku dikeluarkan, terus dia usap-usap pakai tangannya, aku baru setengah tegang, dia bilang, “Kok kamu punya kecil sih Ga..?”, aku bilang : “Aku masih belum lagi tegang Da…, kocok dulu dong…”. Aku lihat tangannya mulai mengocok penisku yang makin lama makin gede. Tiba-tiba kepalanya maju sampai dekat penisku. Ehh… mulutnya sudah menganga dan sudah mulai ngisep kepala penisku. Aku baru pernah merasakan penis dihisap, mulutnya menelan separuh batang, dia terus memompa sambil air liurnya di keluarin. Tangan kanannya tetap megang batangku dan tangan satunya lagi pegang barangnya sendiri. Enggak lama di situ aku bilang sama dia : “Da… lu mau aku masukin yah…?”, ” Sakit nggak sih?” tanyanya lagi, aku jawab : “Aku nggak tau… habis aku sendiri belum pernah sih!”. Dia langsung stop ngisep dan berbaring telentang dan pantatnya dialasi majalah, sambil membuka pahanya lebar-lebar. Aku sempat melihat liang kewanitaannya yang merah muda sudah basah, aku setengah berdiri, badanku menindih badannya. Tangannya megang penisku yang tegang 100 persen. Dia bimbing penisku untuk bisa masuk ke liang kewanitaannya. Pas… sudah mau masuk kira-kira sekepala penis, aku cabut lagi dia kayaknya nggak tahan, dia tarik pinggangku, ” Ga… jangan dilepas donng, aku nggak tahan… Sggh”. Batangku sudah masuk 1/4 ke barangnya yang masih sempit tapi licin aku cabut lagi, dia tarik lagi pinggangku, sekarang ini sudah 3/4 batang tenggelam ke liang sengamanya. “uuggh… Dalam banget Ga…”, “Belum semuanya Da… masih ada sisanya… teken lagi yah… Uughh” aku juga sudah nggak tahan untuk nggak masukin semuanya. Begitu semuanya masuk aku sempet denger kayak ada suara robek. Prreek… begitu. Dia sempat menjerit kecil, “Ooougghh… Riga barang kamu nikmat banget deehh.”.
Aku sudah mulai kocok dia keluar-masuk liang senggamanya yang sempit. Aku nggak sempet hitung berapa kali aku pompa dia. Lidahku memainkan lidahnya. Aku merasa nggak lama lagi aku mau keluar, aku bilang : “Aduuh.. Da.. Saya sudah mau keluar nih…”, “Ouuggh Ga… jangan dilepas ga… saya juga sudah mau sampai lagi.. Ssgghh”. “Daa, nggak tahan… saya buang di dalam saja yah..”, ” Iyaah… asal nggak dicabut ajaa”. Enggak lama keluar deh spermaku, sreet… Srett… Srett, sambil aku teken biar lebih dalam ke liang kewanitaannya. Berbarengan waktunya dia juga klimaks “oouughh… Gaa saya juga keluar Ga…”. Saat itu aku ngerasa batang penisku seperti di pijat-pijat di dalam liang surganya. “Riga… sperma kamu kok anget sih ngalir di barang saya”. Aku cuma nyengir saja dia bilang begitu. Sehabis begituan kucabut penisku dari liang senggamanya, dan kuperhatikan ada darah yang mengalir sedikit dari liang senggamanya, jatuh membasahi majalah yang dijadikan alas. Ternyata itu adalah darah perawan Farida. Aku sempat melap barangku memakai celana dalamnya sebelum aku memakai celana lagi, dia keliatannya puas betul. Dia bilang : “Riga.. ternyata ngewe itu nikmat ya…, aku nggak nyesel deh diperawanin sama lu, habis lu pinter sih muasin aku..”. Sehabis kejadian itu aku makin sering bersetubuh sama dia sampai dia pindah rumah kira-kira 2 tahun setelah kejadian pertamanya. Untungnya lagi biar aku keluarin sperma di dalam, dia tuh nggak pernah hamil. Aku sempat tanya kenapa sih dia nggak pernah hamil meski juga sering main sama aku, ternyata jawabnya kalau dia milih hari-hari tidak subur kalau mau main. Untungnya lagi kejadian pertama itu adalah hari-hari mendekati dia mau menstruasi. Sebab kalau nggak bisa lain lagi ceritanya.
Hujan Manis
Sebenarnya saya sungkan sekali menceritakan pengalaman saya yang pertama. Saya berani sumpah, saya belum pernah cerita pengalaman saya ini ke siapa pun.
OK, ceritanya begini, saya ini anak sulung dari keluarga yang lumayan kaya di Surabaya. Saya masih SMU kelas 2, tapi saya sudah sangat mandiri. Bapak saya jarang sekali ada di rumah. Beliau selalu sibuk dengan urusan bisnisnya. Sementara adik dan Ibu saya ada di Jakarta. Jadi saya lebih sering sendirian di rumah. Ya nggak sendirian betul, ada dua pembantu perempuan, satu pembantu laki-laki, satu sopir, sama satu satpam. Saya punya teman dekat yang juga sekaligus saudara sepupu saya. Dia cantik sekali. Sebut saja namanya Rita. Rambutnya hitam lebat dan panjangnya kira-kira sebahu. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, 160 cm. Berat badannya 50 kg. Bodynya ideal sekali. Dadanya cukup besar untuk ukuran anak SMU kelas 2. Terus kulitnya putih mulus dan menggairahkan. Sebenarnya saya juga naksir berat sama sepupu saya ini. Cuman saya malu kalau pacaran sama Rita, saya kan saudaranya, saya juga sudah punya pacar.
Bagi orang lain, hubungan kita ini memang sangat asyik. Bapak dan Ibunya memang terkenal sangat over protecting terhadap Rita. Rita tidak boleh berhubungan macam-macam dengan laki-laki. Nggak heran kalau sampai sekarang Rita belum pernah pacaran serius dengan seorang pun. Tapi saya sudah kenal sekali sama bapak dan ibunya. Mereka sudah percaya seratus persen sama saya, maklum saya keponakannya. Rita sendiri juga begitu. Dia pasti butuh cowok untuk perlindungan, cerita, berbagai kesenangan dan kesusahan. Dan dia melampiaskan hal itu sama saya. Dia sering minta diantarkan kemana-mana, beli inilah, beli itulah. Singkat kata, hubungan kita memang seperti pacaran.
Seperti biasa, setiap hari Rabu dan Sabtu saya harus jemput Rita di tempat kursus Inggrisnya. Kebetulan hari itu hari Sabtu, Waktu itu gelap sekali, mendung dilangit seperti mau jatuh saja. Jam 1/2 enam sore, akhirnya Rita keluar bareng Vina, teman baiknya. Saya diminta Rita mengantarkan Vina dulu sebelum mengantarkan dia. Kebetulan waktu itu saya lagi nggak ada kerjaan. Jadi OK lah…
Rumah Vina ada di wilayah Delta Sari Baru, kompleks perumahan yang cukup elit di Surabaya. Rumahnya besar juga. Kita bertiga masuk ke rumah, ngobrol-ngobrol, bercanda. Kira-kira jam 1/2 delapan malam, bapak dan ibu Vina keluar, ada keperluan katanya. Mereka sudah kenal baik dengan Rita dan saya, jadi nggak ada pikiran aneh-aneh deh. “Reno (bukan nama sebenarnya), jagain Vina ya!” kata bapaknya. Saya sih OK-OK saja, Vina kan juga cukup lumayanlah. High Average! Setengah jam kemudian, Rudi, pacar Vina datang. Suasana jadi tambah ramai dan mengasyikkan. Rita sih sudah kepingin pulang, tapi Vinanya mohon sama Rita biar nggak cepat pulang. “Sudah Rit, telepon saja, bilang nginep di rumah gue”, bujuk Vina. Sampai agak lama dibujuk, akhirnya Rita setuju untuk menginap di rumah Vina. Ibunya Rita juga sudah ditelepon, dan sudah mengijinkan Rita tidur di rumah Vina.
Jam sembilan malam, Rita minta sama saya untuk diantarkan jalan-jalan. Alasannya sih rasional, nggak enak sama Rudi dan Vina, saya setuju. Tidak lama kemudian kita berdua sudah melaju dengan mobil Panther saya. Saya ingat betul, waktu itu gerimis rintik-rintik mulai turun, tidak lama kemudian hujan pun turun. Kita putar-putar di daerah Deltasari yang sepi. Sepanjang perjalanan kita membicarakan yang nggak-nggak tentang Rudi dan Vina. “Mereka pasti sudah mulai macem-macem”, kata Rita. Sebenarnya waktu itu saya juga ada pikiran yang nggak-nggak sama Rita. Saya lihat dia pakai baju tiny warna biru, celana jeans belel yang kebesaran, pokoknya seksi sekali. Apalagi cara bercandanya sama saya memang asyik banget. Kelikitikin lah, peluk-pelukan lah, pokoknya bisa membangunkan penis saya. Saya menjalankan Panther saya pelan-pelan, sambil saya putar lagu-lagu slow rekaman saya, terus saya juga memberanikan diri menyubit-nyubit dia, mengelus rambutnya, wah kita benar-benar enjoy.
“Wah, dingin ya”, kata Rita tiba-tiba. “Mau saya angetin”, jawab saya sambil bercanda. “Angetin gimana sih?” godanya. Saya cuma ketawa saja. Tapi dia terus menggoda saya. Tangannya yang imut mulai menggerayangi pipi saya. Saya benar-benar nggak sadar apa yang terjadi, saya pikir waktu itu cuma mimpi saja. Tahu-tahu dia sudah menyiumi leher, dan memegangi penis saya. Kontan saja saya rem itu Panther. Saya yang sudah terangsang-Sangat terangsang, mulai menyiumi bibirnya. Kita saling mengulum, menghisap, dan mengadu lidah. Sungguh tidak bisa dibayangkan, saya bisa melakukan begituan sama dia, padahal kalau sama pacar saya paling-paling cuman gandengan dan pelukan. Saya memang sering nonton BF, baca buku porno, dan melakukan masturbasi. Cuma saya belum pernah kepikiran untuk melakukan hal ini. Memang, rasanya nikmat sekali.
Sambil ciuman, dia mulai megang-megang penis saya, bahkan mulai berani membuka ritsluiting saya. saya juga sudah nekat banget. Jadi saya berani untuk mengerempon dadanya yang kenyal itu. Terus saya minta dia untuk buka kaos Tiny-nya. Rita memang sangat penurut sama saya. Dia bukakan bajunya, sekaligus branya. Wah, saya benar-benar sudah kesetanan. Saya dorong jok depan Panther saya kebelakang, sampai dia bisa tidur telentang diatasnya. Terus saya mulai menyiumi dadanya. “sshh”, erangnya merintih. Putingnya yang berwarna pink itu saya kulum habis. Saya mainkan dengan lidah saya. Saya bisa dengar suara nafasnya yang memburu. Aroma Shower to Shower Morning Fresh menambah nafsu saya untuk menjilati dada Rita. Tangannya memegangi pinggiran jok mobil, bibirnya digigit-gigit sambil mengeluarkan suara yang sensasional dengan menyebut nama saya pelan. “Geli… gelii!” katanya. Puas mengempoti dada si Rita. Saya dorong jok depang ke belakang, sampai ada ruangan yang cukup diantara Dashboard kiri sama jok kiri. Saya lompat ke tempat itu, terus menyiumi bibir Rita yang seksi sambil memberanikan untuk meloroti jeansnya. “Rit, saya lepas ya?” ijin saya.
Rita cuma mengangguk pelan. Saya sempat melihat mata Rita yang mulai merah. Mungkin dia merasa menyesal. Tapi saya yang sudah kesurupan setan jadi benar-benar liar. Saya buka semua baju saya, sampai penis saya yang kekar dan perkasa menunjuk-nunjuk ke arah vagina Rita. Rita yang melihat sempat kaget. “Wih besar banget No”, komentarnya. Saya cuma ketawa kecut. Saya peloroti jeans Rita. Saya lihat CD Rita sudah basah, ada noda basah dibagian vaginanya. Itu membuat belahan vagina Rita benar-benar kelihatan. Saya benar-benar sudah nggak tahan masukin penis saya ke dalam lubang vaginanya. Jadi saya peloroti saja CD-nya. “Jangan No, jangan, sudah segini saja”, pintanya. Dia mencoba untuk bangun, tapi saya dorong ke belakang. Saya mulai memainkan vagina Rita. Gila, vaginanya masih sempit banget, mana bulunya jarang. Saya memang masih rookie, tidak tahu apa-apa. Saya tidak tahu ini yang namanya perawan atau tidak, saya nggak peduli, yang penting saya bisa menikmatinya. Pertama saya masukin telunjuk saya ke dalam lubang vaginanya, sementara tangan yang satu lagi menggesek-gesek kelentitnya. “Aduh… Aduh…”, Rita cuma bisa bilang begitu saja. Saya melihat dia sudah mulai menangis. Tapi saya nggak peduli. Kan dia duluan yang mulai. Saya maju mundurin telunjuk saya, sambil sekali-kali nyiumi pipi Rita, kening, bibir, dagu, dan semua bagian di wajahnya. Kira-kira lima menit vaginanya saya mainin seperti itu, Rita mulai aneh. Dia mulai menggeliat-geliat, kakinya diluruskan sampai menendang Dashboard mobil saya, terus dia mulai menjerit-jerit. Memang waktu itu hujan deras sekali, suara jeritan Rita nggak bakal di dengar sama seluruh penduduk Deltasari, cuma saya khawatir saja. Saya hentikanvpermainan saya, saya pegang pipinya, terus saya ciumi bibirnya. Tapi dia malah aneh, “Ayo No, terusin-terusin, nggak tahan… nggak tahan…” rintihnya. Saya benar-benar nggak tahu harus ngapain, tapi saya lihat dia sensasional sekali. Nafasnya memburu, dadanya mengetat dan membesar, kakinya menendang-nendang dashboard, tangannya memegang jok pinggiran jok mobil, sambil mengangkat badannya. Wah saya benar-benar nggak tahan. Saya buka selangkangan Rita, sampai vaginanya membuka lebar. Terus saya bimbing penis saya untuk masuk kedalam vagina Rita. Wah tapi ternyata penis saya nggak muat. Kepala penis saya saja nggak bisa masuk.
“Masukin, masukin!” perintah Rita kasar. Kontan saja saya paksakan masuk. Saya dorong penis saya kedalam vagina Rita… Bless! “Akhh!” teriak Rita. Saya dorong terus penis saya sampai mentok kedalam vagina si Rita. Rita cuma bisa meronta-ronta. Kaki dan tangannya memukul apa saja yang ada. “Stt… nanti ada orang-orang gimana?” bujukku. Akhirnya Rita bisa sedikit tenang. Sambil terisak-isak dia bilang kalau dia kesakitan. Saya biarkan dulu penis saya di dalam vagina Rita. Terus saya belai-belai rambutnya, saya usap keringatnya, terus saya ciumi bibirnya. “Gimana Rit?” tanyaku. Dia diam saja. “Boleh saya terusin nggak?” tanyaku lagi. “He-eh… tapi pelan-pelan ya…”, jawab Rita lembut. Seperti yang pernah saya lihat di BF-BF, biasanya orang menggenjot-genjot penisnya maju mundur. Saya juga melakukan hal itu sambil memegang perut Rita. Rita cuma pasrah, tangan dan kakinya tergolek lemas, matanya terpejam, air matanya mengucur seperti cairan di vaginanya, sesekali terdengar isakan dan erangan yang mempermanis suasana. Rasanya nikmat sekali, penis saya serasa diurut-urut. Aroma yang di timbulkan juga khas sekali, saya suka sekali. Akhirnya saya bisa merasakan kalau sperma saya sudah mau keluar. Saya percepat gesekan di dalam. Saya minta Rita untuk membuka mulutnya, seperti biasa dia menurut walaupun tanpa semangat. Saya cabut penis saya, terus saya naik ke kepala Rita, saya masukan penis saya kedalam mulutnya, saya pegangi pipinya dan saya katup mulutnya. Crot… Crot… Crot… penis saya muntah-muntah. Rita yang kaget langsung bangun terus memuntahkan sperma saya di jok mobil. Yahh… kotor deh.
Seperempat jam kemudian kita sudah sama-sama tenang. Saya tanya bagaimana rasanya, dia jawab sakit. Terus saya tanya dia mau beginian lagi nggak, dia cuma diam. Terus saya tanya kapan kita bisa beginian lagi, dia juga diam. Saya elus rambutnya yang lembab keringat, terus saya cium pipinya. Saya bisikin bagaimana kalau dia tidur di rumah saya. Nanti kita bisa main begituan sampai pagi. Dia cuma tersenyum, terus mengangguk. OK, saya jalankan Panther saya pulang. Di rumah, saya bertarung habis-habisan sama dia. Saya stelin dia BF-BF terbaik saya. Saya jilati vaginanya, dia juga mengisapi penis saya, wah pokoknya seru sekali. Paginya kita mandi bareng. Sampai sekarang kita sudah sering banget melakukan hubungan tersebut. Saya nggak pernah berani mengeluarkan sperma saya di dalam, takut mbelending!
Laporan Biologi
Namaku Henry. Saat ini aku duduk di Kelas 3 SMA yang sedang menunggu Ujian Nasional alias UAN. Aku akan menceritakan pengalaman pertamaku dalam bercinta. Kejadiannya sekitar bulan November tahun lalu.
Jovie adalah seorang gadis cantik di kelasku yang tentu saja seksi, tubuhnya ramping, dengan rambut hitam sebahu, berwajah manis dengan kulit kecoklatan, walaupun payudaranya tidak begitu besar, mungkin lebih kecil dari 34A. Namun tetap saja ia sering membuatku terangsang. Setiap hari ia selalu menggunakan rok sekolah diatas lutut. Sehingga paha dan celana dalamnya sudah menjadi santapan sehari-hari bagiku. Pahanya yang begitu mulus sering membuatku TURN ON, dan celana dalamnya sering menggoda hasratku. Hampir setiap hari aku melihat celana dalamnya, mulai dari putih polos, biru, gambar beruang, pink, hitam, dll.
Jovie duduk di sebelah kananku(di sekolahku tiap orang satu meja). Setiap kali aku berbicara atau ngbrol dengannya dia sering mengangkangkan kakinya sehingga aku bisa dengan jelas melihat motif celana dalam yg dipakainya (entah dia sengaja atau tidak). Hal itu yg membuatku senang ngobrol dengannya.
Suatu hari kelas kami diberi tugas untuk membuat laporan biologi tentang reproduksi manusia dan hewan. Dan aku dan jovie sekelompok berdua. Dan pada hari Kamis kami memutuskan untuk membuatnya di rumah Jovie sepulang sekolah.
Pulang sekolah aku langsung ke rumah Jovie. Sesampainya disana aku lansung disuruh pembantunya langsung ke kamar Jovie di lantai dua.
“Knock Knock”
Aku mengetuk pintunya, namun tidak ada yang menjawab. Lalu aku membuka pintunya perlahan dan masuk ke kamar Jovie. Ternyata Jovie sedang tidur terlelap dengan posisi telentang. Jovie masih mengenakan seragamnya lengkap dan kaos kaki masih menempel di kakinya. Kemejanya agak terangkat sehingga aku bisa melihat perut dan pusarnya. Roknya pun sedikit tersingkap sehingga aku bisa melihat dengan jelas celana dalam yang dipakainya(warna pink). Semua itu membuatku sangat terangsang dalam waktu seketika. Namun aku tidak berani membangunkannya(mumpung pemandangan bagus) maupun berbuat macam-macam kepadanya(maklum gak pernah). Tapi aku semakin tidak tahan, rasanya Penisku sudah berontak. Lalu aku keluar dari kamarnya dan ke kamar mandi.
Di kamar mandi aku segera melepaskan celanaku dan membebaskan burungku keluar dan mulai mengocoknya. Tiba-tiba aku melihat sebuah celana dalam bermotifkan beruang (seperti yang pernah aku lihat )tergantung di gantungan. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambilnya dan mulai menggesek-gesekannya ke Penis ku yang tegang dari tadi. Ternyata begitu lembut CDnya Jovie, lalu aku semakin mempercepat kocokanku. Dan akhirnya “Crot………….crot………………crot………..” Sambil membayangkan Jovie sedang mengulum Penisku.
Celana dalam Jovie menjadi penuh dengan spermaku. Lalu setelah membersihkan Penisku aku kembali ke kamar Jovie. Dan ternyata ia telah bangun.
Aku : “Kamu uda bangun Jo. Aku uda dateng dari tadi tapi kamu lagi tidur jadi aku gak tega bangunin kamu.”
Jovie : “Aduh maaf, gw tadi ketiduran. Ywd kita langsung mulai yuk bikin laporan.
Maka kami pun mulai mengerjakan laporan biologi tugas kami. Tiba-tiba Jovie bertanya, ”Ereksi tuh apaan sih?Gw penasaran nih, jelasin donk”
Aku : “Ereksi itu pengerasan pada alat kelamin pria yang disebabkan oleh saraf dan pembuluh darah sebagai akibat dari suatu rangsangan tertentu.”
Jovie: “Itu sih aku juga tau. Tapi aku masih penasaran ereksi tuh kyk paan. Jelasin lagi donk yang detail.”
Pertanyaan Jovie membuatku terangsang lagi. Dan aku pun mulai berpikiran macam-macam.
Aku : “Klo gitu kamu mo lihat ereksi kyk pa?”
Jovie:”Nakal kamu! Tapi boleh juga. Mank boleh?”
Maka aku langsung membuka celana panjang dan celana dalamku. Jovie langsung terperangah melihat penisku yang sudah tegang. Ukuran penisku sekitar 15.5cm.
Jovie:”Wah gila, baru pernah gw liat punyanya cowo!”
Lalu Jovie dengan polosnya menyentuh dan meraba-raba penisku. Rasanya seperti tersengat listrik yang membuatku nafsu untuk menyetubuhi Jovie.
Dengan segera kudekatkan tubuhku dengan tubuhya dan mulai mencium bibirnya. Aku langsung melumat bibirnya dengan nafsu. Semula Jovie memang diam saja. Namun akhirnya dia membalas ciuman-ciumanku. Aku membalasnya lagi dengan semakin agresif, kuemut bibir bawahnya. Kuemut lidahnya. Dan ia pun mengemut lidah ku.
Lalu ciumanku semakin merajalela. Aku mulai menciumi telinganya yang bersih. Mengemut dan menjilati telinganya. Tanganku pun yang tadinya diam mulai menyentuh dan meremas payudaranya. Terdengar suara nafas Jovie yang semakin tersengal-sengal. Agh…agh….agh…agh….
Lalu aku turun menciumi lehernya dan terus meremas payudaranya. Lalu aksi kami berlanjut di ranjang. Aku segera membuka bajuku sehingga aku tidak memakai apa-apa lagi. Dan aku pun mulai membuka kancing kemeja Jovie satu per satu sambil menciuminya. Begitu melihat payudaranya yang masih terbalut Bra berwarna putih dengan tali biru. Aku pun langsung menciumi payudaranya yang kanan dan tangan kanan ku meremas payudara yang satunya lagi.
Sepertinya Jovie semakin menikmati permainanku. Ia menyuruhku untuk membuka kait branya. Aku tentu saja menurutinya. Sambil membuka kaitnya aku menjilati punggungnya dalam posisi telungkup. Lalu kutelentangkan dia kembali. Langsung kuburu kedua payudaranya yang imut. Kuemut dan kumainkan pentilnya dalam mulutku sambil tanganku yang satunya lagi meremas payudaranya yang lain. Kujilati terus putingnya sampai terasa mengeras. Payudaranya memang lembut dan indah sekali. Memang ini merupakan pengalaman pertamaku melihat dan merasakan payudara seorang wanita.
Akupun mulai melakukan pergerakan kebawah. Aku ciumi dan jilati kakinya, lau ke betisnya yang seksi dan kusingkapkan rok abu-abunya (tanpa membukanya) agar aku bisa merasakan kelembutan pahanya yang mulus sambil mendengarkan suara Jovie yang kegelian.
Lalu kuciumi celana dalamnya sampai basah. Lalu kutarik dan kulepaskan celana dalamnya. Terlihat kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Lalu Jovie berkata ”Mo ngapain Hen?Jangan dimasukin ya!” Karena kasihan aku pun menutup niatku untuk memasukkan penisku.
Namun aku tetap menciumi dan menjilati vaginanya yang terlihat merah dan agak sedikit basah (munkin ini yang dibilang becek). Hal ini membuatku tambah nafsu. Aku terus menjilati dan memasukkan lidahku kedalam vaginanya. Jovie pun mulai menggeliat. Nafasnya semakin tidak teratur. “Agh..agh..agh..agh.” Lalu tanganku pun ikut meraba-raba bibir vaginanya, dan sepertinya kutemukan klitorisnya. Karena begitu tersentuh tubuhnya langsung menggeliat dan mengeluarkan suara yang semakin keras. Suaranya tersebut membuatku semakin mempercepat gerakan lidah dan tanganku. Dan tiba-tiba keluar cairan yang berbau seperti cuka dari vaginanya. Sepertinya Jovie mencapai orgasmenya. Dengan lahap kujilati cairan tersebut.
Jovie terlihat sangat menikmati orgasmenya. Aku pun iseng mengesek-gesekkan penisku ke bibir kemaluannya. Tiba-tiba Jovie menyuruhku,”Lagi hen, lagi hen. Masukkin!” Walaupun kaget, aku sangat senang mendengarnya(inilah yang kutunggu-tungggu). Dengan sigap aku memulainya.
Aku :”Ok, dengan senang hati sayang.”
Aku mulai memasukkan penisku ke vaginanya. Seret sekali vaginanya. Awalnya sulit untuk memasukkan penisku ke vaginanya. Dan sepertinya Jovie agak kesakitan.
Jovie:”Egh…Pelan-pelan Hen!”
Aku : “Tahan dikit Jo, bentar lagi.”
Dengan sedikit dorongan aku berhasil memasukkan penisku. Aku pun mulai melakukan gerakan maju mundur (posisi konvensional). Benar-benar nikmat rasanya . Penisku seperti diurut-urut. Agh…agh…agh. Jovie pun mulai mengikuti gerakanku. Dan suara jovie makin lama makin keras. Lalu aku segera mempercepat gerakanku sambil mencium payudaranya. Lalu Maju-mundur, maju-mundur, maju-mundur. Namun setelah dipercepat aku kembali memperlambat (kayak waktu coli system tarik-ulur). Kira-kira setengah jam tarik-ulur aku mempercepat gerakanku. Maju-mundur,maju-mundur…Dan tiba-tiba Jovie berkata:”Gak tahan Hen!Cepet –cepet!” Lalu tiba2 terasa ada air muncrat ke penisku. Rupanya Jovie sudah orgasme. Tidak lama kemudian rasanya penisku sudah 80% ingin memuntahkan sesuatu. Segera aku cabut penisku karena takut Jovie hamil. Lalu kujulurkan penisku ke wajah Jovie dan kusuruh mengulumnya. Enak sekali rasanya. Terasa lidahnya menjilat-jilat kepala penisku. Lalu kuajarkan dia mengocok penisku. Ia pun mulai mengocok penisku.
Aku :”Agh….agh….Terus jo….lebih cepet lagi….Uda mo keluar nih.”
Crot….crot…crot…crott….crotttt…Spermaku akhirnya keluar juga dan kutumpahkan semuanya di mulut Jovie. Ternyata Jovie menikmatinya spermaku. Ia menelan habis semua spermaku dan membersihkan kepala penisku dari sisa-sisa spermaku.
Karena lelah Jovie tertidur dengan lelap. Dan aku pulang ke rumah. What a great day!!!Klo begini Sering-sering aja bikin laporan.
Keesokan paginya kami bertemu lagi di kelas. Lalu dia berbisik kepadaku, ”Celana dalamku yang beruang kemarin kamu apain? Ehm…kapan-kapan kita bikin laporan lagi ya.”
EXODUS
Setengah tahun berlalu setelah malam nikmat bersama Diana dan Sinta, seiring dengan waktu dan kesibukan kuliah, perasaanku berangsur-angsur mulai normal kembali. Tak terasa akhirnya tiba saatnya berpisah dengan Diana, gadis yang kuanggap kakakku sendiri, dia telah diwisuda dan bersiap-siap akan kembali ke kota asalnya di Pontianak. Dua tahun lebih aku telah dekat dengannya sehingga perpisahan ini terasa cukup berat bagiku. Sebenarnya nasib Diana ini agak menyedihkan, ketika SMA kelas 2 ayahnya meninggal dunia, dia hidup bersama ibunya yang membuka restoran di kotanya, untunglah kakaknya sudah mendapat pekerjaan bagus di Singapore sehingga kehidupan mereka sekarang cukup baik dan cukup baginya untuk biaya kuliah di salah satu PTS favorit di Jakarta.
Setelah pacarnya lulus dan ke luar negeri, tinggal dia sendirian, sifatnya yang dingin membuatnya kurang banyak teman selain aku, Sinta, Vivi, dan beberapa orang lainnya. Siang itu itu, aku ke kamarnya ingin memberikan bingkisan kecil sebagai kenang-kenangan. Pintu kamarnya sedikit terbuka dan dia sedang bicara melalui HP-nya, setelah aku masuk dia mengisyaratkan agar aku menutup kembali pintu kamar. Kutunggu hingga dia selesai berbicara, nada pembicaraannya agak tidak enak, kupikir pasti dia sedang ribut dengan pacarnya.
“Eh Le, nggak kuliah kamu?” tanyanya begitu mematikan HP.
“Udah kok Ci, baru aja pulang hari ini kuliah cuma sampai jam 10 kok, yah sekalian pulang kuliah beliin ini buat Cici, terima yah Ci, ini dari gua dan Vivi,” jawabku sambil menyerahkan bungkusan kecil padanya.
“Aduh, thanks banget Le, jadi ngerepotin nih, boleh dibuka sekarang nggak?”
“Jangan Ci, mending entar aja di pesawat atau di rumah Cici, biar penasaran gitu.”
“Le, Cici juga ada permintaan terakhir, kamu mau bantu Cici kan,” katanya.
“Kita kan sudah seperti saudara gini Ci, kalau ada apa-apa ngomong aja, gua pasti sebisa mungkin ngebantu!”
“Eh, tapi itu pintunya tolong ditutup rapat dulu dong anginnya masuk nih, kalau perlu kunci saja dulu!”
Entah mengapa meskipun agak heran kuturuti juga perkataannya. Begitu pintu kukunci, kurasakan dia memelukku dari belakang dan mengelus dadaku.
“Leo, kamu ingat kan malam ketika menyelamatkan Cici dari bajingan?” tanyanya mesra.
“Inget… inget dong… eh.. apa, jadi maksud Cici, Cici mau melakukan itu lagi?”
Belum habis rasa kagetku elusannya di dada merambat turun ke bagian vitalku yang masih tertutup celana.
“Ci jangan gitu, gua kan nggak enak nih!” kataku malu-malu mau.
Lalu dia menggandengku ke meja belajarnya, sebenarnya dalam hati aku sudah tidak enak, namun apa daya nafsu berkata lain, dia duduk di kursi dan menyuruhku tetap berdiri. Tanpa omong apa-apa lagi langsung dipelorotkannya celana pendekku sehingga benda dibaliknya yang sudah mengeras menyembul di hadapan wajahnya.
“Le, tolong ya, ini kan hari terakhir Cici di sini, Cici cuma minta ini saja sebagai kenangan, kamu mau kan?” sebelum aku mengiyakan dia langsung menjilati buah kemaluanku kemudian dimasukkannya batang kemaluanku ke mulut mungilnya dan diemut-emut. Aku hanya bisa merem melek saja menikmati permainan mulutnya. Senjataku tidak dapat seluruhnya masuk ke mulut mungilnya, karena cukup besar (17 cm ketika menegang). Dia sepertinya lebih lihai daripada saat pertama “ML” denganku dulu. Sentuhan bibir dan lidahnya, serta ludahnya yang hangat sungguh mendatangkan kenikmatan tersendiri, apalagi ketika kurasakan ujung kemaluanku yang sensitif menyentuh tenggorokannya.
Selama lebih dari 15 menit lebih benda itu tidak dilepaskan dari mulutnya, kini aku mulai mencapai klimaks, aku mengerang sambil menggigit bibir, “Uuhh… Ci.. udah Ci, lepasin, mau keluar ahhhh…!” maniku tercurah di mulutnya, namun dia tetap tidak melepasnya, dari ekspresi wajahnya tampak dia berusaha keras menelan semua cairan itu, tetapi sebelum semprotan terakhir dia sudah tidak tahan lagi karena terlalu banyak dan… “Creet..!” semburan terakhir itu mengenai hidungnya dan sisanya menetes di pinggir bibirnya. “Oh sial, gagal deh!” katanya sambil menepuk kening. Dia berdiri dan mengelap spermaku yang menyemprot di wajahnya. Dengan penuh hasrat dia langsung melumat bibirku, lidahnya beradu dengan ganas dengan lidahku, dapat kurasakan bau spermaku di mulutnya. Kududukan dia di tepi meja dan kunaikkan baju kaosnya, tanganku mulai menyusup ke balik BH-nya. Sedang asyik-asyiknya terbuai nafsu, tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara ketukan pintu, “Din, Din, kamu di dalam? Ini gua, Sofi.” Hampir saja lidahku tergigit, dengan panik kami cepat-cepat merapikan pakaian kami, untung belum bugil total. “Le, Cici baru ingat sekarang ada janji, jam 5 nanti kamu jangan ke mana-mana yah, masih banyak yang mau Cici omongin,” dia bergegas membukakan pintu, ternyata tamu itu Sofi, teman kuliah Diana, orangnya cukup cantik juga walau agak kurus.
“Waduh, Din kok belum dandan juga nih, ayo dong, janjinya kan kita mau kumpul-kumpul terakhir sama lu, yang lain udah nunggu nih,” kata Sofi.
“Kan lu bilang jam satu, sekarang masih jam 12-an kok, santai aja lah, gua juga lagi beres-beres barang sisa nih.”
“Wah… wah.. bandel yah lu, mentang-mentang si Hendy jauh, lu dua-duaan sama si Leo, ngapain aja yah,” goda Sofi padanya.
“Diam ah, dia cuma bantu beres-beres aja kok, dasar, ya udah kalo mau sekarang gua ganti baju dulu,” jawab Diana mencubit Sofi.
Sofi sempat mengajakku agar ikut bergabung dengan mereka, hanya saja aku menolak, kan tidak enak nanti aku jadi yang paling kecil di antara mereka, lagi pula Diana juga sudah berjanji malam terakhir ini akan mengadakan perpisahan bersama beberapa teman kost termasuk aku.
Setelah basa-basi sebentar, aku pamitan dan kembali ke kamarku. Kucoba melupakan apa yang baru saja kualami dengan menyalakan PS meneruskan game FF8-ku yang lagi seru-serunya. Aku sempat tidur siang sampai jam 4 lebih. Kulihat ke teras, sepertinya Diana belum pulang, begitu juga Sinta belakangan ini dia sering keluar karena Andry (pacarnya yang juga temanku yang belajar di UK) sedang pulang liburan, teman-teman kost lain juga tampaknya sibuk dengan urusan masing-masing. Setelah menelepon Vivi kulanjutkan game PS-ku. Kulihat wekerku menunjukkan 17:14, sudah lewat dari waktu yang dijanjikan Diana, sepertinya dia belum pulang atau lupa, tiba-tiba pintuku diketuk, “Masuk aja, nggak dikunci kok!” Baru saja aku memikirkannya Diana sudah muncul di depan pintu, tampaknya dia baru pulang karena masih memakai kaos ketat dan celana panjang yang tadi siang.
“Sori yah Le, Cici telat, dijalan macet banget sih… hmmm.. . apa Cici mengganggu, kayaknya lagi seru mainnya.”
“Ahh.. ha.. ha.. nggak kok Ci, nggak apa-apa masuk aja!”
Aku lalu mematikan PS-ku. Dia lalu mengunci pintu dan mendekatiku. Baru saja aku mau berdiri mengambilkan minum, dia sudah memeluk sambil mendorongku ke belakang sehingga terjatuh di ranjang. Aku tidak bisa apa-apa selain menikmati “French Kiss” ini karena dia menindihku sambil mengelus-elus daerah kemaluanku. Aku pun tidak mau kalah, dengan gemas kuremas-remas payudara 36B-nya. Setelah beberapa menit, kami melepas pelukan, dia berdiri di pinggir ranjang dan mulai melucuti pakaiannya satu persatu. Sungguh aku terangsang dengan pemandangan di depanku ini, sehingga aku pun ikut membuka bajuku. Kami kini sudah bugil total. Dia meraih HP-ku dan mematikannya, aku heran kenapa dia berbuat begitu.
“Leo, tolong ya, Cici minta waktu sebentar, Cici nggak mau ada gangguan, kita lupakan sebentar pacar kita,” katanya sambil melepaskan kalung pemberian cowoknya yang masih tertinggal di tubuh polosnya.
“Tapi Ci…!” belum habis kata-kataku dia menempelkan dua jarinya ke bibirku.
“Jangan panggil Ci, panggil saja Din atau Diana, sekarang saya adalah kekasihmu, bukan seniormu.”
“Ci.. eh Din, kenapa kamu mau melakukan ini, kita kan udah punya pacar.”
Dia tidak menjawab hanya tersenyum manis sambil menarik tanganku ke meja belajar dan menyuruhku duduk di kursi.
Dia sendiri naik ke meja belajarku dan membuka kedua pahanya, lalu meraih kepalaku mendekati kemaluannya. Aku sudah tahu apa maunya, kusibakkan bulu-bulu lebat hingga terlihat lubang merah merekah di tengahnya. Kuciumi kemaluannya yang berbulu lebat dan halus itu, kusapu belahan di tengahnya dengan lidahku. Dia mendesah-desah sambil meremas-remas rambutku saat kujilati klistorisnya. Sesaat kemudian dia makin keras menjambak rambutku sambil menjerit kecil, “Aaahhh… gua keluar Le… eeemmhhh!” tubuhnya menggelinjang dan mengucurlah cairan bening yang beraroma khas itu. Cukup banyak cairan cintanya yang keluar sampai tepi mejaku basah jadinya. Dia menahan kepalaku sambil meremasnya sementara kedua paha jenjang yang mulus itu mengapit kepalaku sehingga aku agak gelagapan. Setelah menikmati orgasme pertamanya itu, dia turun ke pangkuanku saling berhadapan, digenggamnya batang kemaluanku untuk dimasukkan ke dalam liang senggamanya, kalau saja tidak ada cairan tadi sebagai pelumas susah sekali memasukkan batangku ke dalam liang itu karena cukup sempit. Dengan penuh kesabaran aku membantunya memasukkan senjataku ke liang itu, ketika kepalanya sudah masuk kujilat dan kupijati payudaranya yang tepat di depan wajahku untuk menambah kenikmatan.
Sambil mendesah, dia perlahan-lahan menurunkan tubuhnya dan “Blesss..!” kemaluannya menelan batangku seluruhnya. Dia mulai menaik-turunkan tubuhnya di pangkuanku sementara aku menjilati lehernya dan tanganku menggerayangi payudara montoknya. Mulutnya mengeluarkan rintihan tak karuan seperti orang mengigau, sepertinya dia berusaha menahan suaranya agar tidak sampai terdengar ke luar karena jam segini masih banyak penghuni kost lalu lalang di koridor. Bagian dalam kemaluannya semakin terasa basah dan hangat dan kurasakan senjataku berdenyut-denyut pertanda ingin keluar.
“Uuhhh gua udah nggak kuat Din…!”
“Sama Le… tahan bentar, tembak aja di dalam.”
Dia semakin histeris, goyangannya pun semakin gila ditambah gerakan memutar sehingga senjataku serasa disedot dan dipilin-pilin. Dan akhirnya inilah saat yang kutunggu, secara refleks pelukanku mengencang sambil memejamkan mata kurasakan air maniku menyembur banyak sekali dalam kemaluannya, demikian juga Diana saat itu matanya membeliak-beliak merasakan nikmatnya orgasme. Tubuhnya tersentak-sentak seperti cacing disiram garam, kukunya mengores lenganku sampai aku berteriak kecil, dan untuk meredam jeritannya kukulum bibirnya, tak kuhiraukan lagi sakitnya gigi kami berbenturan saat tubuhnya terguncang hebat dikala menikmati orgasme.
Kemudian aku membaringkannya di ranjang. Kuberikan kecupan lembut di bibirnya lalu merambat turun sampai ke pangkal paha. Aku berlutut di antara kedua paha mulus itu dan mengarahkan senjataku ke liang senggamanya. Kali ini sudah tidak terlalu sulit lagi menerobos liang itu karena sudah becek dan licin oleh cairan kewanitaannya bercampur air maniku. Senjataku perlahan-lahan menghilang ditelan kemaluannya diiringi oleh desisannya. Kumulai gerakan menarik dan mendorong, rintihannya makin menjadi-jadi sambil menggigiti jarinya “Le… akhh.. ahhh.. enak.. terus… uuuhhh!” nafasnya sudah kacau, tubuhnya sudah basah oleh keringat, dan rambut panjangnya meskipun masih dalam keadaan terikat namun sudah kusut. Penampilannya yang seperti ini sungguh menambah gairahku menyetubuhinya. Sesaat kemudian tubuhnya mulai mengejang dan menekuk ke atas diakhiri jeritan panjang sambil menutup mulutnya dengan bantal agar tidak terdengar keluar. Karena saat itu aku belum keluar kukocok batang kemaluanku dengan payudaranya yang montok itu. “Eeemmhh.. Din enak banget, dingin-dingin empuk nih!” Senjataku yang sudah basah dengan berbagai cairan itu kumaju-mundurkan di antara kedua bukit kembar itu sampai akhirnya memuntahkan cairan hangat di belahan dadanya, dia mengoleskan cairan itu merata di dadanya dan menjilati sisanya yang menempel di jari.
Kami tergolek lemas bersebelahan, aku mengatur nafas dan merenungkan apa yang barusan terjadi sambil memejamkan mata. Ketika aku membuka mataku kulihat Diana sedang memandangiku sambil berbaring menyamping. “Thanks ya Le, sekarang hati gua sudah agak tenang.” Ternyata dia melakukan ini padaku selain sebagai hadiah perpisahan juga sebagai pelampiasan kekesalan terhadap pacarnya. Dia bercerita bahwa mereka sedang ribut karena pacarnya itu berjanji akan datang pada acara wisudanya, tetapi ternyata orangnya tidak muncul dengan alasan urusan di kantornya sedang menumpuk dan memberi selamatnya pun besoknya setelah diwisuda, pantas saja tadi siang saat berbicara di HP nadanya terdengar tidak enak. Sebagai teman aku memberinya sedikit nasehat dan menghiburnya. Jam sudah hampir menunjukkan pukul 19:00, dia mengajakku mandi bersama, dan di kamar mandi pun kami sempat bermesraan sebentar di bawah siraman shower. Malam itu adalah makan bersama terakhir kalinya, sederhana namun mempunyai kenangan tersendiri. Malam itu antara Diana, Sinta, Vivi (pacarku), dan Lidya (teman kostku yang lain), cowoknya hanya aku dan Andry. Besok paginya, setelah menjemput ibunya Diana dari rumah saudaranya aku dan Sinta mengantarnya ke bandara dengan mobilku. Suasana haru memenuhi perpisahan hari itu, Sinta yang biasanya kocak saja meneteskan air mata.
“Le, sering-sering e-mail gua ya, sori gua nggak bisa minjemin catatan lagi ke lu, titip salam juga buat Vivi,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
“Yah, Cici juga jaga diri.”
Aku menyalaminya sambil susah payah menahan air mata agar tidak mengalir, malu menangis di depan cewek.
“Sin, selamat jalan, jaga badan jangan kebanyakan ngerokok, jangan godain si Leo melulu yah, entar Vivi-nya cemburu,” katanya pada Sinta sambil sedikit bercanda.
Sinta memeluk Diana sambil menangis, ketika itu bel tanda keberangkatan telah berbunyi, dia segera menyusul ibunya yang telah sampai di gerbang keberangkatan. Sambil memperhatikan sosoknya makin menjauh dalam hatiku menyanyikan lagu “Zhu Fu”-nya Jacky Cheung yang salah satu liriknya bila diterjemahkan demikian artinya “Jangan melambai, jangan menoleh ketika kunyanyikan lagu ini, yang ditakutkan adalah air mata menetes membasahi muka, semoga dalam hatimu selalu tersimpan senyumku”. Kini telah 5 bulan tanpa kehadirannya, dia mengabariku bahwa dia telah ikut pacar dan kakaknya bekerja di Singapore dan berencana menikah dalam waktu dekat.
Basketball Girls
Hi, Kembali aku akan menceritakan pengalamanku di sekolahku. Mungkin Anda sudah melihat cerita SCHOOL LOVERS milikku. Kali ini aku akan menceritakan pengalamanku yang tak kalah menarik dengan cerita itu. Namaku Alex. Aku sekolah di salah satu SMU terkemuka di Semarang.
Dua bulan setelah aku menikmati threesome-ku bersama Fanny dan Christina, aku menambah lagi daftar cewek yang pernah bercinta denganku. Ketika itu, sekolahku sedang mengikuti persiapan untuk lomba basket HEXOS Cup. Sebagai pemain inti tentu saja aku mengikuti program latihan yang diberikan oleh pelatih. Kami diharuskan menginap di sekolah untuk suatu latihan. Yah, terpaksa aku menginap juga di sekolah. Ternyata yang menginap tidak hanya tim basket putra tetapi juga tim basket putri. Dalam hati aku bersorak gembira karena di tim basket putri di sekolahku terdapat banyak cewek cantik. Apalagi pakaian tim cewek memang sangat sexy. Memang mereka bisa main basket, cuma yang bisa bermain bagus hanya satu atau dua orang saja. Aku datang ke sekolah pukul 16:00 WIB. Setelah menaruh tasku di kelas, aku segera bergabung dengan teman-temanku.
Saat itu langit masih agak terang, sehingga aku masih bisa bermain di lapangan basket yang outdoor. Latihan berjalan seperti biasa. Pemanasan, latihan lay-up dan permainan. Seperti biasa, putra dan putri dicampur. Jadi di satu tim terdapat 3 cowok dan 2 cewek. Aku main seperti biasa tidak terlalu ngotot. Saat itu tim lawan sedang menekan timku. Vinna sedang melakukan jump shoot, aku berusaha menghalanginya dengan melakukan blocking. Namun usahaku gagal, tanganku justru menyentuh bagian terlarangnya. Aku benar-benar tidak bermaksud menyentuh dadanya. Memang dadanya tidak terlalu besar namun setelah menyentuhnya kurasakan payudaranya sangat kenyal. Lalu aku meminta maaf kepadanya. Vinna pun menerima maafku dengan wajah agak merah. Setelah itu giliran timku melakukan serangan. Lagi-lagi aku berhadapan dengan Vinna. Aku berusaha menerobos defend dari Vinna. Namun tak sengaja aku menjatuhkan Vinna dan aku dikenai personal foul. Aku mencoba membantu Vinna berdiri. Kulihat kakinya berdarah, lalu kutawarkan untuk mengantarkannya membesihkan luka itu. Vinna pun menerima ajakanku. Kami pun berjalan menuju ke ruang guru yang jaraknya memang agak jauh dengan lapangan basket. Vinna berjalan tertatih-tatih, maka kubantu ia bejalan. Saat itu sekolahku sudah kosong semua, hanya tinggal kami tim basket dan karyawan sekolah.
Sesampainya di ruang guru, aku segera mengambil peralatan P3K. Kubasahi luka di paha kiri Vinna dengan perlahan. Sesekali Vinna mendesah kesakitan. Setelah kucuci lukanya, kuberi obat merah dan kuperban kakinya. Saat menangani lukanya, baru kusadari bahwa Vinna juga memiliki kaki yang menurutku sangat sexy. Kakinya sangat panjang dan mulus. Apalagi dia hanya mengenakan celana pendek. Kuarahkan pandanganku ke atas. Dadanya tidak terlalu besar, namun cukuplah bagi cewek berusia 16 tahun. Oh ya.. Vinna berusia 16 tahun, rambutnya lurus panjang sebahu, kulitnya putih mulus, dia Chinese sepertiku. Tingginya 172 cm dan beratnya kira-kira 50 kg.
Tiba-tiba kudengar erangan Vinna yang membangunkanku dari lamunanku.
“Ada apa Vin?” kutanya dia dengan lembut.
“Kakiku rasanya sakit banget.” jawabnya.
“Di mana Vin?” tanyaku dengan agak panik.
“Di sekitar lukaku..”
Kupegang daerah di sekitar lukanya dan mulai memijatnya. Penisku lama-lama bangun apalagi mendengar desahan Vinna. Tampaknya ini hanya taktik Vinna untuk mendekatiku. Aku pun tak bisa berpikir jernih lagi. Segera saja kulumat bibir Vinna yang indah itu. Vinna pun tak mencoba melepaskan diri. Ia sangat menikmati ciumanku. Perlahan, Vinna pun membalas ciumanku. Tanganku mulai merambah ke daerah dadanya. Kuraba dadanya dari luar bajunya yang basah oleh keringat. Vinna semakin terangsang. Kucoba membuka bajunya, namun aku tidak ingin buru-buru. Kuhentikan seranganku. Vinna yang sudah terangsang agak kaget dengan sikapku. Namun aku menjelaskan bahwa aku tak ingin terburu-buru dan Vinna pun dapat memahami alasanku walaupun ia merasa sangat kecewa. Kemudian aku membantunya kembali ke lapangan. Sebelum kembali ke lapangan aku mencium mulutnya sekali lagi. Kami pun berjanji untuk bertemu di ruang kelas IB setelah latihan selesai. Dalam hati aku berjanji bahwa aku harus merasakan kenikmatan tubuhnya. Sisa latihan malam itu pun kulakukan dengan separuh hati.
Setelah latihan, kami semua mandi dan beristirahat. Kesempatan bebas itulah yang kami gunakan untuk bertemu. Di ruang kelas itu kami saling mengobrol dengan bebas. Aku pun tahu bahwa Vinna belum pernah memiliki pacar sebelumnya dan kurasa dia menaruh hati padaku. Perasaanku padanya biasa-biasa saja. Namun mendapat kesempatan ini aku pun tak ingin melewatkannya. Kami pun mengobrol dengan santai. Vinna pun bermanja-manja denganku. Kepalanya disandarkan ke bahuku dan aku pun membelai rambutnya yang wangi itu. Entah siapa yang memulai, kami saling berpagutan satu sama lain. Bibirnya yang hangat telah menempel dengan bibirku. Lidah kami pun saling beradu. Kuarahkan ciumanku ke bawah. Kupagut lehernya dengan lembut sehingga Vinna mendesah. Tanganku mulai aktif melancarkan serangan ke dada Vinna. Kurasakan payudara Vinna mulai mengeras. Kusingkap T-Shirt pink miliknya dan terlihatlah payudara Vinna terbungkus Triumph 32B. Ketika aku akan melancarkan seranganku, Vinna tiba-tiba melarang. Kali ini dia yang belum siap. Rupanya ia ingin melakukannya secara utuh denganku di suatu tempat yang pantas. Aku pun memahami maksudnya. Akhirnya kami hanya berciuman saja.
Keesokan harinya, kami kembali melakukan latihan basket. Namun Vinna hanya melakukan latihan ringan saja. Pukul 13:00 kami boleh pulang ke rumah masing-masing. Kutawarkan tumpangan kepada Vinna. Aku memang membawa mobil sendiri ke sekolah. Kuantarkan ke rumahnya di sebuah jalan besar. Sesampainya di sana, aku diajaknya masuk ke rumahnya. Aku tahu bahwa Vinna tidak tinggal bersama orang tuanya. Orang tuanya terlalu sibuk mengurus bisnis mereka. Vinna memang anak orang kaya. Pertama-tama aku minta ijin memakai kamar mandinya untuk mandi sejenak. Setelah selesai, aku menunggu di kamarnya. Kamarnya cukup luas. Suasananya pun cukup enak. Aku kini mengerti mengapa Vinna tak ingin melakukannya di kelas. Vinna juga sedang mandi rupanya. Memang cewek kalau mandi itu agak lama.
Tak lama, Vinna keluar dari kamar mandi dengan mengenakan T-Shirt Hello Kitty berwarna biru muda dengan celana pendek. Lalu kami pun berbincang-bincang. Aku pun memuji kecantikannya. Setelah agak lama berbincang, kami saling memandang dan kami pun mulai berciuman. Ciuman kali ini sangat kunikmati. Kuraba dengan lembut payudara Vinna. Kemudian kubuka baju Vinna dan terlihatlah BH hitam membungkus payudara yang sangat indah. Aku termenung sejenak lalu mulai melepas pakaianku dan pakaiannya. Aku sudah telanjang sedangkan Vinna masih mengenakan pakaian dalam berwarna hitam. Kulanjutkan ciumanku di dada Vinna. Vinna melenguh perlahan menikmati perlakuanku.
Perlahan-lahan kuarahkan mulutku di antara dua belahan pahanya yang mulus. Lalu kusentuh permukaan celana dalamnya yang sexy dengan ujung lidahku. Badan Vinna seperti mengejang perlahan. Kuliarkan lidahku di celana dalamnya. Vinna pun mendesah nikmat karena lidahku mengenai klistorisnya. Kulepas BH dan CD-nya hingga tampaklah sesosok tubuh yang sangat indah dan proporsional. Tubuhnya tak kalah dibandingkan Fanny maupun Christina (baca: SCHOOL LOVERS).
Kembali aku mempermainkan buah dadanya. Buah dadanya sudah mulai menegang dan bentuknya pun menjadi sangat indah walaupun tidak besar. Kugigit-gigit lembut putingnya yang menegang keras. Kuturunkan ciumanku ke arah rambut-rambut halus yang tertata rapi di bagian bawah tubuhnya. Kucium harum khas kemaluan Vinna. Kujulurkan lidahku masuk ke dalam belahan kemaluannya dan berusaha menemukan klistorisnya. Ketika kutemukan daging kecil itu, Vinna mengeluarkan desahan-desahan yang sangat merangsang diriku. Aku semakin bergairah untuk merasakan sempitnya kemaluannya. Kemaluannya terus kulumat dengan lidahku. Tak lama kemudian, kurasakan kepalaku dijepit oleh kedua belah paha Vinna. Badan Vinna mulai mengejang, melonjak dan melengkungkan tubuhnya sesaat. Vinna telah mencapai orgasme pertamanya bersamaku. Kubiarkan ia menikmati gelombang orgasme pertamanya selama beberapa menit dengan terus memainkan lidahku dengan lembut di daerah sensitifnya. Kemudian Vinna terbaring lemas karena gelombang orgasme yang telah melandanya tadi. Ia sangat menikmati orgasme nya tadi.
Memahami kebutuhanku, Vinna kembali aktif. Vinna meraih batang kemaluanku dan menyentuhkan lidahnya ke kepala penisku. Kurasakan hisapannya masih malu-malu. Tapi terus kumotivasi dia dengan ucapan-ucapan kotor. Dan usahaku berhasil. Lama-lama Vinna tidak lagi merasa canggung. Hisapannya mulai membuatku mendesah. Ukuran mulut Vinna pas sekali dengan lebar penisku. Jadi kenikmatan yang kudapat sangatlah nikmat. Aku pun tak mau diam. Kuraih kedua paha Vinna dan kubenamkan kepalaku diantaranya. Sehingga kami membentuk sikap 69. Rangsangan-rangsangan yang telah menjalari tubuh kami berdua rupanya sudah semakin hebat dan tak dapat ditahan lagi. Vinna bergulir ke sampingku, memutar posisi tubuhnya sehingga kami dapat berciuman sejenak.
Aku bertanya, “Vin, aku masukkan ya?” Dengan lemah, Vinna pun menganggukkan kepala. Kubaringkan tubuhnya ke ranjang, kuangkat kedua belah tungkainya yang muluh ke bahuku. Kuarahkan kepala kemaluanku menuju ke arah kemaluannya. Lalu kumasukkan kepalanya dahulu ke dalam milik Vinna. Rupanya kemaluan Vinna sangat sempit. Tidak dapat kumasuki. Vinna mendesah kesakitan sambil melonjak ketika aku mencoba menekannya. Sebenarnya aku senang mendapat vagina yang begitu sempit. Namun aku sangat kesulitan memasukkannya. Aku sudah sangat bersusah payah melakukannya. Aku sangat berhati-hati dalam melakukannya, karena aku tak mau menyakiti Vinna. Aku merasa kasihan pada Vinna. Vinna terpaksa harus menahan gejolak nafsu dalam dirinya karena hal ini. Wajahnya terlihat sangat menderita. Terpaksa kuambil jalan pintas. Kumasukkan sekali lagi kepala kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Vinna dan kudorong sekuat tenaga, namun gagal. Justru aku kesakitan sendiri. Vinna pun menjerit kesakitan. Kucoba menenangkannya sebentar. Lalu kucoba lagi.
Setalh 5 menit akhirnya berhasil. Penisku ternyata dapat masuk seluruhnya ke dalam milik Vinna. Dapat dikatakan sangat pas. Kurasa milik Vinna sangat dalam, karena dari semua cewek yang pernah ML denganku, vaginanya tak ada yang dapat menampung milikku. Paling-paling hanya 3/4-nya. Mungkin karena Vinna itu tinggi sehingga vaginanya juga dalam.
Setelah masuk semua, kudiamkan beberapa saat agar Vinna terbiasa. Lalu penisku mulai kutekan-tekankan perlahan-lahan. Vinna masih mendesah kesakitan. Walau penisku dapat masuk semuanya tapi ini sangat terasa sempit. Lama-lama kugerakkan agak cepat. Vinna sudah dapat mengikuti permainanku. Ia sudah dapat mendesah nikmat. Klistorisnya tergesek terus oleh milikku. Setelah agak lama, kuganti posisi. Aku berada terlentang di ranjang dan Vinna berada di atasku menghadap ke arahku. Dengan posisi ini, Vinna dapat mengatur sendiri kecepatan penisku. Vinna menggerakkan sendiri pantatnya. Aku pun menaikkan pantatku saat Vinna menurunkan pantatnya. Tanganku pun berada di kedua bukit kembarnya. Sensasi ini sungguh luar biasa. Vinna sangat menikmati permainan ini. Vinna mendesah lantang dan ia bergerak semakin seru setiap kali kejantananku menghantam ujung rahimnya. Gerakan kami berdua semakin cepat dan semakin melelahkan, sampai akhirnya Vinna mengejang dan membusurkan badannya kembali. Gelombang orgasme kedua telah melandanya. Ia tampak masih berusaha meneruskan gerakan-gerakan naik turunnya untuk memperlama waktu orgasmenya yang kedua sebelum akhirnya merebahkan tubuhnya yang lemas di atas tubuhku dan terdiam untuk beberapa saat. Tubuhnya bermandikan keringat. Aku menatap wajahnya yang menunjukan rasa bahagia.
Setelah memulihkan tenaga sesaat. Kembali aku melakukan permainan. Kali ini doggy style. Kubimbing ia pada posisi itu. Aku berdiri di belakangnya dan menusukkan penisku ke dalam miliknya. Kugerakkan penisku perlahan, namun lama-lama semakin cepat. Vinna berulangkali mendesah sambil mengucapkan kata-kata kotor yang tak dapat kubayangkan mampu keluar dari mulut gadis cantik seperti dia. Sampai akhirnya aku merasakan spermaku sudah mengumpul di penisku. Kukatakan padanya aku hampir orgasme. Dia pun hampir orgasme. Kupercepat laju penisku di dalam vaginanya. Kubuat agar Vinna keluar terlebih dahulu. Vinna pun meraih orgasmenya yang ketiga. Kubiarkan penisku di dalam vaginanya untuk menambah sensasi baginya, walau aku harus mati-matian menahan laju spermaku agar tidak muntah di dalam. Kemudian, kucabut penisku dan kumasukkan dalam mulutnya. Spermaku ternyata tidak mau keluar. Vinna pun berinisiatif mengulum penisku. Tak lama kemudian, spermaku muncrat di dalam mulutnya. Spermaku keluar banyak sekali. Vinna kaget, namun ia segera menelannya. Kami diam sesaat. “Vin, kamu masih kuat untuk main lagi?” tanyaku nakal. “Tentu donk..” jawabnya mesra. Vinna memang memiliki stamina yang kuat. Walaupun tubuhnya telah basah oleh peluh keringat, ia masih belum capai.
Setelah penisku kembali tegang, aku duduk dan Vinna duduk di atasku. Kumasukkan kembali penisku ke dalam vaginanya. Kali ini sudah tidak sesulit tadi walaupun masih agak rapat. Kugoyangkan pantatnya untuk meraih kenikmatan. Kugesek-gesek klistorisnya dengan penisku. Vinna kembali bergairah menyambutnya. Lalu kucoba menusukkan penisku keras-keras. Rasanya sungguh luar biasa. Vinna sangat menyukai tusukan itu. Ketika spermaku sudah mengumpul lagi, aku berganti posisi. Vinna kutidurkan terlentang lalu aku tengkurap di atasnya. Kugerakkan pantatku naik turun dengan cepat. Namun Vinna kurang menyukai posisi ini. Kuanjurkan dia untuk tengkurap di atas ranjang dan aku di atasnya. Seperti kura-kura saling menumpang. Kumasukkan penisku ke dalam liang kenikmatannya. Vinna kembali merasakan rasa puas. Kugerakkan penisku dengan cepat. Vinna akhirnya keluar juga untuk yang keempat kalinya. Aku pun mengeluarkan spermaku lagi di kedua belah dadanya. Kami pun tertidur selama beberapa jam. Ketika aku bangun, jam sudah menunjukkan pukul 19:30. Aku pun mencoba bangkit dari ranjang. Vinna pun terbangun. Saat itulah Vinna mengungkapkan perasaannya padaku. Kuterima cintanya dengan tulus. Kami pun berpacaran. Setelah 5 bulan berpacaran, kami pun putus dengan baik-baik. Tapi aku tetap menyukainya. Vin, di mana pun kamu, kalau kau membaca cerita ini. Ingatlah selalu kepadaku!
Pesta Olahraga
Part I - Pembukaan
Hari itu adalah hari Pesta Olahraga untuk murid-murid Xiamen International School (XIS), salah satu daripada sekolah untuk murid-murid manca negara di Xiamen, China. Pada pesta olahraga itu, murid-murid dari 2 sekolah berbeda diundang untuk bertanding dalam bidang sepakbola dan bola basket. Murid-murid yang diundang termasuk Ying Cai (YC), sekolah lokal ternama, dan American International School of Guangzhou (AISG), yang terletak di Propinsi Guangzhou (Kanton).
Pada hari pertama pesta olahraga tersebut, aku berpartisipasi dalam kedua bidang olahraga, sepak bola dan bola basket. Sewaktu aku sedang beristirahat di kantin sekolahan sambil minum Gatorade kuning yang tersedia untuk para pemain, Gina, cewekku yang berasal dari Taiwan, datang dan memijitiku sewaktu melihat sebagaimana letihnya aku ini.
“Enak banget sayang, kerasan dikit dong pijatannya,” dengan enaknya merasakan pijatan-pijatan tersebut aku mendongak dan berkomentar. Paras cantik Gina yang menawan hatiku sejak setahun yang lalu terlihat semakin cantik saja, dan langsung aku berdiri dan memberi ciuman mesra. Mungkin karena hawa yang mulai memanas atau mungkin karena nafsu yang telah terpendam, ciuman kami semakin ganas dan tanganku mulai menggerayangi badan sintal si Gina. Buah daranya yang tegang menonjol kupegang, kuelus dan kuremas dengan penuh nafsu. Kudorong Gina ke tembok kantin yang kosong itu dan mulai memberi ciuman liar ke leher Gina.
Aku tahu kalau yang lain pasti sedang sibuk menonton pertandingan lainnya, maka kuajak si Gina pindah ke bagian atap sekolah yang hampir tidak pernah didatangi orang, kecuali kalau ada yang mau curi-curi merokok. Di atap sekolahan, kumulai serangan ciuman, elusan dan remasan ganasku dan kulucuti pakaian Gina satu persatu. Tak mau kalah ganasnya, Gina juga mulai melucuti pakaianku dan mengelus-elus kemaluanku yang sudah separuh tegang itu.
Kuciumi sepasang buah dada yang menantang itu (kurang lebih 34B). Kukulum salah satu pentilnya dan nafas Gina mulai naik turun. Tanganku mulai meremas-remas buah dadanya sambil memainkan puting buah dadanya. Tanganku yang satunya mulai berkeliaran dan menelusuri ke bawah, melewati daerah hutan terlarangnya dan mulai memainkan klitoris Gina yang sudah mulai membengkak. Kutidurkan Gina di atas lantai dari atap sekolah itu dan kulanjutkan serangan-serangan ke arah bagian-bagian erotis Gina. Gina cuma bisa memelukku erat-erat sambil mengelus-elus rambutku yang telah di cat merah itu. Setelah kurang lebih lima menit, tangan si Gina mulai menggapai kemaluanku yang sudah mengeras seperti karang itu dan mulai mengocok-ngocoknya. “Kur, boleh nggak kalau aku jilat kamu punya adik ini?” Tanpa pikir panjang, kubentuk posisi 69 dan mulai kucium dan kujilati lubang kemaluan si Gina yang sudah basah tidak kepalang itu. Dengan lidahku yang terlatih itu, kujilati bagian klitoris si Gina dan sesekali kumasukkan lidahku ke dalam lubang kemaluan si Gina. Aroma segar menantang dari liang kemaluan si Gina masuk ke dalam hidungku yang mulai kembang kempis itu. Si Gina tak mau kalah dan mulai menjilati dan mengulum batang kemaluanku sambil memainkan buah dadanya sendiri.
Lima menit, tak lebih, dan paha si Gina menegang dan tanda-tanda akan orgasme telah muncul. Kutambah ritme jilatan-jilatan terhadap klitoris Gina dan Gina mulai tidak memperdulikan batang kemaluanku. “Kur… cepat dong Kur… Ayo… cepat… lebih cepat lagi.” Jilatan liarku membuat Gina mulai mabuk kepalang dan kuku-kuku Gina mulai mencengkeram pinggangku. Tak lama kemudian banjir sudah kemaluannya dan Gina mendapatkan orgasme pertamanya. Si Gina tergeletak lunglai, tetapi batang kemaluanku masih tegak berdiri menantang.
“Gimana nih Gin, aku punya kontol masih tegak.”
“Tunggu sebentar dong Kur, entar kamu masukin aja deh ke memekku aja… aku masih capek nih.” Aku tidak peduli lagi, langsung kumulai lagi dengan serangan-seranganku. Kucium leher Gina dan buah dadanya yang menantang tersebut, erangan dan desahan si Gina mulai terdengar lagi. Kugesek-gesekkan adikku ke kemaluan si Gina dan serangan-serangan erotis itu membuat si Gina yang sudah capai itu mulai panas lagi.
“Kur, masukin dong… tapi hati-hati yah… Aku baru pertama nih.”
Seperti biasa, tak banyak bicara dan hanya mengangguk. Kuarahkannya batang kemaluanku ke lubang kemaluan si Gina yang sudah basah. Dengan pelan-pelan kumasukkan ke dalam lubang kemaluan Gina yang hangat itu. Susah sekali batang kemaluanku masuk ke dalam lubang kemaluan si Gina yang sempit itu, tetapi akhirnya masuk juga separuh.
“Gimana Gin, sakit nggak?”
“Agak nih… masukkin deh aja semuanya sudah…”
Walaupun disuruh masukan semuanya, aku masih dengan pelan-pelan menusukkan batang kemaluanku dan akhirnya kudobrak segel keperawanan si Gina dan membuat Gina menjerit lirih,
“Kur… Sakit…!”
“Tahan sayang… aku akan berhenti dulu supaya kamu membiasakan diri dengan adanya kontolku di dalam memekmu yang sempit ini…”
Kubiarkan batang kemaluanku di dalam liang kemaluan si Gina, tetapi tanganku dan mulutku memulai lagi serangan erotis-erotisnya agar si Gina dan kemaluanku tidak dingin. Setelah memberi waktu dua menit, kumulai goyangan “esek-esekku”. Desahan-desahan Gina mulai terdengar, dan kukunya yang panjang-panjang itu di pundak ditancapkan seenaknya di pundakku. Ritme sodokanku kunaikkan dan naik pula ritme erangan si Gina.
“Argh.. Kur… enakk… Enak Kur… Terus… Goyang terus…”
Kutusuk-tusuk lubang kemaluan si Gina dengan ganasnya dan kaki si Gina yang terbuka lebar itu mulai menjepit pinggangku untuk menambahkan efek tancapan batang kemaluanku. Tanganku meremas-remas buah dada si Gina yang menantang sekali di depannya sambil tetap bergoyang. Kuremas, kuhisap, kucubit dan kupelintir pentil si Gina.
“Goyang terus Kur… Iya… terusin Kur…”
Aku diam saja tak mengeluarkan suara kecuali desahan-desahan kenikmatan. Nafas si Gina mulai naik turun tak teratur.
“Ah… Ah… Yeah… Oh… yeah… Argh… Argh…”
Paha si Gina mulai menegang lagi pertanda orgasme kedua akan datang.
“Kur cepetan Kur… Kerasan dong! Udah mau nyampe nih… Cepetan Kur!”
Aku pun merasakan bahwa aku akan keluar juga dalam waktu singkat.
“Argghhh!”
Meledak juga pertahanan si Gina dan orgasme keduanya telah datang.
“Gina, aku punya juga mau meledak nih… Gimana, di dalam atau luar?”
“Dalam-dalam aja… aku lusa bakal datang bulanannya…” Gina yang sudah dilanda nafsu itu menjawab dengan cepat.
“Arrgghhh! Arrgghhh!”
Orgasme susulan ketiga membanjiri liang hangat si Gina dan aku pun juga jebol pertahanannya. Kutembakkan spermaku ke dalam liang hangat si Gina.
Kami berpelukan erat dan beristirahat karena kelelahan sementara air maniku mulai pelan-pelan mengalir keluar dari liang kemaluan si Gina. Dengan mesra dan lelah, kupeluk erat si Gina sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang ada. Tanpa disadari, ada sepasang mata yang telah melihat atraksi gila kami cukup lama dan menggertak, “Eh, apa-apaan kalian? Ini sekolah lagi, bukan tempat untuk bermain seks!”
Part II - Pengalaman Tak Terduga
Gina dan aku menoleh untuk melihat Ms. Rothen, guru sejarah dan merangkap guru geografi yang berasal dari Jerman itu, berdiri dengan muka yang marah. Untuk perkenalan, Ms. Rothen itu kurang lebih berumur 25 tahun dengan perawakan yang kurus dan jangkung. Untuk vital statistic Ms. Rothen, 33C-25-35. Gina dan aku bangun tersentak kaget. Mata Ms. Rothen lumayan terbelalak melihat batang kemaluanku yang sedang setengah bangun itu. Aku maju ke depan beberapa langkah dan menatap mata Ms. Rothen dengan tajam, sementara Gina mengambil beberapa pakaian untuk menutupi bagian vitalnya. Tanpa aba-aba, kutarik saja kepala Ms. Rothen ke mukaku dan kuciumi bibirnya dengan ganas. Ms. Rothen mencoba untuk mendorongku tetapi tenagaku masih jauh di atas Ms. Rothen. Rok Ms. Rothen kusibak dan langsung kumainkan kemaluan Ms. Rothen dari luar celana dalamnya.
Dorongan tangan Ms. Rothen mulai berubah menjadi pelukan dan elusan liar. Lidah kami mulai bertarung dan tangan Ms. Rothen mulai mengelus-elus adikku. Ciuman itu terpisah beberapa saat untuk mengambil nafas. “Kurniawan, tak pernah kuduga kemaluan kamu ini begini panjang dan besar dan terlihat begitu nikmat.”
Kuturunkan celana dalam Ms. Rothen dan kulepas baju Ms. Rothen dengan kasar. Ms. Rothen agak kaget tetapi diam saja. Batang kemaluanku yang dari tadi dielus-elus itu kutarik dan kugesek-gesekkan di selangkangan Ms. Rothen. Ms. Rothen mulai bersandar ke tembok dan mulai mengaduh keenakan. Gina pun mulai ikut-ikutan dan mulai meremas-remas buah dada Ms. Rothen. Tanpa ayal, Ms. Rothen pun mulai mengerang dan mendesah. Tangan Ms. Rothen juga mulai memainkan buah dada si Gina dan mereka pun berciuman dengan mesra. Kutarik Ms. Rothen dan kutidurkan dia di lantai yang dingin itu, dan mulailah kumasukkan batang kemaluanku yang sudah siap tempur itu ke dalam liang kemaluan Ms. Rothen.
Lubang kemaluan Ms. Rothen tidak seerat lubang kemaluan si Gina yang masih perawan, tetapi lumayan juga, buat orang bule dewasa yang sering disetubuhi. Sodokan-sodokan pertama kumulai dengan pelan-cepat pelan-cepat dengan ritme yang secara random. Gina menempatkan lubang kemaluannya tepat di depan mukaku. Kupegang pantatnya dan dengan lahapnya, kujilati liang kemaluannya yang basah itu dan kumainkan klitorisnya dengan lidahku. Dalam waktu yang sama, Gina mulai menciumi Ms. Rothen dan memainkan buah dada Ms. Rothen, begitu pula dengan Ms. Rothen. Ms. Rothen pun membalas ciuman Gina dengan ganas dan dimainkan pula buah dada si Gina.
Erangan kami bertiga di atas atap itu membuatku semakin liar. Sodokan dan jilatanku pun semakin liar dan ritmenya semakin cepat.
“Kurniawan, cepetan dong… sodokanmu… Iya… Argh… enak… cepetan.. aku udah mau nyampe nih.”
“Iya kur… cepetan dong jilatannya… Iya.. gitu dong…”
Tak tahan lagi, dengan seluruh tenaga, kupercepat sodokan dan jilatanku. Kupendamkan seluruh mukaku ke liang kemaluan si Gina dan dengan liarnya kumainkan mukaku, dan lidahku di lubang kemaluannya. Gina pun semakin bergoyang dengan liar. Ms. Rothen tidak kubiarkan, sodokanku semakin dalam dan cepat dengan dililitkannya kakinya ke pinggangku.
“Oh yeah… oh yeah… aku keluaaarrr…!” teriak Ms. Rothen.
Ms. Rothen lah yang pertama kali mencapai orgasme. Biarpun dia sudah dilanda orgasme, kuteruskan saja sodokanku.
“Kur, udah Kur… nyeri nih Kur… cabut dulu dong…” pintah Ms. Rothen. Aku tak peduli. Setiap kali aku memohon dia untuk memberikan penundaan terhadap tes-tes sejarah, tak pernah diberikan. Kusodokkan saja dengan ganasnya.
“Kur sudah… cukup… argh… argh… iya… enak… terus! Aku mau nyampe lagi nih Kur…”
Kali ini dengan sengaja kuhentikan gerakanku. Ms. Rothen pun mulai memohon-mohon agar aku meneruskan gerakanku. Pantatnya digoyangkan agar ada gesekan. Aku masih tetap saja sibuk menjilati lubang kemaluan Gina yang basah itu. Aku merasakan bahwa Gina juga akan orgasme. Aku mulai lagi sodokan-sodokanku untuk membungkam Ms. Rothen dan jilatanku pun kuteruskan. Aku juga merasakan akan datangnya orgasmeku. Jariku kumasukkan ke dalam liang kemaluan si Gina dan kujilati klitorisnya dengan kecepatan yang luar biasa sambil adikku tetap menyodok Ms. Rothen dengan ganasnya.
“Aku keeluuuaarrr… Argghhh! Yesss! Aku keluaarrr…!” teriak Ms. Rothen.
“Aku keluaarrr… juga,” balas si Gina.
Ms. Rothen pun mendapatkan orgasmenya yang kedua bersamaan dengan Gina dan… “Argh!” kusiramkan saja air maniku ke dalam lubang kemaluan Ms. Rothen. Aku pun mendapatkan kepuaskan sekali lagi.
Kami bertiga terdiam di situ. Bertiduran di atas lantai yang dingin melepas lelah. Nafas kami masih terengah-engah akibat permainan yang sangat liar tetapi memuaskan itu. Kami sudah tiduran selama, kurang lebih lima menit, sewaktu terdengar,
“Kurniawan! Ginaaa! Dimana kalian? Kamu orang di atas yah?”
Part III - Balas Dendam Janet
“Gila! Si Janet!” Ms. Rothen mulai bingung.
“Tenang,” kataku.
“Janet itu temenku. Dia tidak bakal buka rahasia kita punya,” kataku ke Janet.
Terdengar langkah Janet menaiki tangga ke atap.
“Kamu orang ngerokok lagi yah?” kata Janet sambil menaiki tangga.
“Kamu orang bertanding kok….”
Kata-kata Janet terputus ketika melihat siapa saja yang berada di sana. Matanya terbelalak melihat tiga orang yang sedang berbugil ria di sana, apa lagi dengan adanya Ms. Rothen. Mulutnya terbuka dan tangannya yang memegang botol minuman pun terdiam. Untung saja botol itu tidak jatuh walaupun terkejutnya si Janet. “Janet, kamu jangan kasih tahu orang lain yah masalah ini, kalau nggak, aku pasti dipecat sama kepala sekolah,” mohon Ms. Rothen.
Mata si Janet mulai bersinar dengan kenakalan khas si Janet. Si Janet ini terkenal trouble-maker yang cewek, kalau trouble maker yang cowok, siapa lagi kalau bukan aku. Sudah berulang kali si Janet kena skors dan hukuman dari kepala sekolah gara-gara Ms. Rothen. Mendengar bahwa Ms. Rothen memohon untuk tidak memberitahukan ke kepala sekolah dia terlalu happy. Hal itu dengan mudah diurus, tetapi si Janet pasti ada akal bulus untuk balas dendam.
“Itu hal Gampang, Ms. Rothen, asal kamu menuruti apa mauku.”
Aku dan Gina saling pandang, kami pun juga terkadang sering terkena masalah dengan Ms. Rothen. Kami bertiga tersenyum sambil mengelilingi Ms. Rothen. Janet meletakkan botol Aqua yang dari kaca di tempat yang aman, supaya tak terkena tendangan atau apa-apa, kemudian melepaskan bajunya satu persatu. Badan Janet yang aduhai semampai itu sangat menarik hati. Kalau bukan sikap matre-nya, pasti sudah aku jadikan cewekku itu. Janet yang berasal dari Hong Kong dan pernah tinggal di San Fransisco ini dianugerahi badan yang semampai. Dengan buah dada 35B dan pinggang yang langsing, tidak ada yang bisa menduga kalau si Janet ini baru saja 14 tahun. Menurut pengalaman pribadi, lubang kemaluan si Janet ini masih serat, berarti jarang bersenggama, keperawanannya saja aku yang mengambil beberapa minggu yang lalu.
“Okay Ms. Rothen, aku mau kamu jilati memekku sekarang!” perintah si Janet. Ms. Rothen mulai saja menjilati lubang kemaluan si Janet sambil tangannya meraba-raba dan memeras-meras buah dada si Janet yang padat itu. Aku dan Gina sudah tidak tahan lagi melihat pemandangan seperti itu. Aku dan Gina pun mulai berciuman dan meraba-raba. Baru juga tiga atau empat menit, belum juga foreplay aku dan Gina selesai, si Janet sudah hampir sampai orgasme. Teriakan si Janet mulai memenuhi atap itu.
“Rothen bangsat! Terusin… yah… terusin… jilatin tuh memekku! Cepetan! Arghh… Iya… aku mau nyampe nih… Iya arghh! Yess Oh… ahhh!”
Gila, si Janet pasti sedang terangsang sekali. Pokoknya cepat sekali dia sampainya.
Janet bangun berdiri setelah pulih dari orgasmenya, dia mengambil botol Aqua dan meminum sisa yang tertinggal di dalam botol. Kemudian, botol kosong itu disodorkan ke Ms. Rothen. Ms. Rothen agak bingung sesaat. Janet menyuruh Ms. Rothen terlentang di lantai dan aku bisa membaca apa yang akan dilakukan si Janet. Dibukanya selakangan Ms. Rothen dan diminta kembali botol Aqua itu. Janet mulai menciumi Ms. Rothen dan ciuman si Janet mulai turun ke daerah buah dada Ms. Rothen. Dijilati dan dihisap puting Ms. Rothen dan Ms. Rothen cuma bisa mengaduh keenakan. Tanpa sepengetahuan Ms. Rothen dan tanpa aba-aba, dihujamkannya botol Aqua kosong itu ke dalam lubang kemaluan Ms. Rothen. Ms. Rothen kaget dan berteriak kesakitan. Botol Aqua itu masuk sampai seluruh bagian leher dari botol Aqua. Diputar-putarnya botol itu oleh Janet dan Ms. Rothen mulai mengerang keenakan.
Foreplay-ku dengan si Gina sudah membuat batang kemaluanku menegang keras. Kuarahkan Gina agar dia tepat di atas Ms. Rothen dan kusuruh si Gina untuk berlutut dengan kedua lututnya di samping pundak Ms. Rothen. Dengan begitu lubang kemaluan si Gina tepat di depan muka Ms. Rothen dan Ms. Rothen langsung mulai menjilati liang kemaluan si Gina dan memberi oral seks kepada si Gina. Sementara itu, kusuruh si Janet untuk memberiku oral seks. Gila, mulut si Janet yang kecil dan erat itu memberikan rangsangan yang tak terkira. Aku dan Janet berubah posisi menjadi posisi 69 dan Janet masih tetap memutar dan menyodokkan botol Aqua itu di lubang kemaluan Ms. Rothen.
Tak tahu dengan sadar atau tanpa sadar, Janet mendorong masuk lebih botol itu hingga hampir setengah dari botol yang masuk. Ms. Rothen yang sedang mengerang keenakan sambil menjilati lubang kemaluan si Gina pun menjerit kesakitan. Botol Aqua yang masuk kurang lebih berdiameter 5-8 cm. Janet menarik membalikkan botol itu dan memasukkan botol itu dari bagian pantat botol. Ms. Rothen yang berniat bangkit telah diduduki si Gina agar tidak bisa bangkit. Ms. Rothen yang tak berdaya itu cuma bisa berteriak kesakitan. Kututupi mulut Ms. Rothen dengan tanganku karena aku takut teriakan-teriakan Ms. Rothen bakal menarik perhatian orang lain.
Janet mulai menyiksa Ms. Rothen dengan memutar-mutar botol itu dan menggigit klitoris Ms. Rothen. Aku juga tak mau kalah dan mulai menggigit puting Ms. Rothen dan mencubit puting yang satunya dengan keras.
“Eh Kur, gila nih guru, disiksa gini tambah terangsang keliatannya… Makin basah aja nih… ”
Yakin kalau Ms. Rothen benar-benar sudah mulai terangsang dengan permainan kasar ini, aku memainkan dada Ms. Rhoten sambil mencubit-cubit putingnya dengan keras. Gina pun sudah sangat terangsang dan dia berlutut di depanku agar dengan mudah aku dapat menjilati lubang kemaluannya yang basah dan beraroma itu. Sambil menyetubuhi Ms. Rothen dengan botol Aqua, si Janet melepaskan nafsunya dengan tangannya sendiri. Dimasukkannya tiga jari ke dalam lubang kemaluannya sambil memainkan klitorisnya.
“Oh I can’t take it… this is tooo much…. Nggak tahannn!”
Tak ayal lagi, Ms. Rothen mendapatkan orgasme yang kuat. Ms. Rothen sudah tidak bertenaga lagi karena kuatnya orgasme yang didapatnya. Aku, Janet dan Gina pun membuat posisi huruf ‘U’. Aku terlentang di lantai menjilati lubang kemaluan si Janet, sementara si Gina mengendarai batang kemaluanku dengan buas.
“Oooh… Ahh… Oh.. Ahh…” kami bertiga mengerang.
Aku menyuruh si Janet untuk bersiap dalam posisi doggy dan Gina di depannya dalam posisi yang sama. Gina menurut saja dan Janet pun mulai menjilati lubang kemaluan si Gina dan erangan Gina mulai lagi terdengar. Kuoleskan cairan si Janet ke daerah pantatnya dan aku mulai menyetubuhi si Janet. Pertama kali masuk memang susah dan Janet agak kesakitan, tetapi setelah masuk, rasanya enak sekali. Si Janet mulai mengerang keenakan dan kusodomi si Janet dengan sodokan-sodokan yang perlahan tetapi mantap. Tanganku tak tinggal diam, tangan yang satu memainkan buah dada si Janet, sementara yang satu lagi memenuhi kemaluan si Janet dengan tiga jari. Gerakan dan erangan si Janet semakin liar saja. Sodokanku pun juga bertambah cepat sesuai permintaannya.
“Cepat Kur, ayoo… cepat sedikit… Enak nih…”
“Kamu juga dong Jan.. Jilatannya cepat dikit.. aku mau nyampe nih…”
Gina rupanya sudah mau sampai juga, dan akhirnya Gina sampai duluan. Dia pun tiduran di sebelah Ms. Rothen melepas lelah, sementara aku menyodoki si Janet. Dua lubang terpenuhi, duburnya oleh batang kemaluanku, dan lubang kemaluannya oleh jemariku. Gerakanku semakin cepat dan dapat kurasakan bahwa aku akan orgasme dalam waktu dekat ini. Kupercepat gerakanku. Tanganku kuletakkan di pinggulnya agar aku dapat menyodoknya lebih dalam dan lebih cepat. Tak lama pertahanan si Janet pun roboh dan dia mendapatkan orgasmenya. Tiga detik setelah itu, kutembakkan spermaku ke dalam perutnya. Ledakan itu lumayan dasyat dan kurang lebih ada tujuh semprotan. Setelah itu, kucabut batang kemaluanku dan aku pun tiduran bersama mereka bertiga. Kulihat jam tanganku dan waktu menunjukkan pukul 4 sore. Pertandingan telah berakhir dan aku telah melewati pertandingan final. Aku tak tahu apa yang akan dikatakan oleh pelatihku, yang penting perasaan waktu itu sangat Syur!
Part IV - Di Pesta Dansa
Setelah berbenah diri, kami berempat, Gina, Janet, Ms. Rothen dan aku, menuju tempat untuk naik bus untuk pulang ke rumah masing-masing. Setelah sampai di rumah, aku langsung mandi karena badanku bau keringat dan bau aroma seks. Rasanya enak sekali setelah mandi air dingin. Setengah jam aku mempersiapkan diri untuk pesta perayaan dari pesta olahraga ini. Pesta ini diadakan di pub terkenal di Xiamen yang bernama Cheers Pub. Aku sering ke Cheers Pub dan tahu seluk beluk tempat itu dengan jelas, dan tentu saja aku tahu dimana tempat untuk mengadakan pesta seks tanpa diketahui semua orang.
Aku pun naik taksi untuk menjemput Gina dan kemudian ke Cheers Pub bersamanya. Di dalam taksi, kami berdua sudah terangsang sekali memikirkan apa yang akan terjadi di pub. Jalan-jalan yang sudah gelap itu membuat kami merasa lebih terangsang lagi. Kami pun mulai bercumbu dan mengadakan pemanasan di dalam taksi, dapat kulihat dari sudut mataku bahwa supir taksi ini sudah merasa risih melihat kami berdua melakukan aksi gila di kursi belakang. Aku cuma tersenyum dan berbisik kepada si Gina,
“Eh Gina, rasanya supir taksi ini menikmati apa yang kita lakukan nih…”
“Ah kamu… masa bodoh deh… udah mau nyampe nih.. entar di sana saja kita lanjutin…”
Sesampainya di Cheers Pub, aku melihat Janet bersama dengan Seong Jong, cowok si Janet yang dari Korea. Kulihat senyum nakal si Janet, menandakan bahwa dia ada rencana untuk sesuatu yang exciting. Kami berempat menaiki tangga pub itu untuk ke dance room. Dance room itu telah dipenuhi para atlit dari ketiga sekolah yang ikutan dalam pertandingan. Banyak pasangan yang sedang berdansa mengikuti alunan musik slow yang dimainkan oleh DJ Karsten, salah satu murid sekolahku yang juga merangkap sebagai DJ professional di Cheers Pub.
Kuajak Gina untuk berdansa slow dan Gina pun dengan senang hati menyanggupi permintaanku. Ruangan dansa yang remang-remang itu sangatlah efektif untuk memberikan rangsangan terhadap si Gina. Sambil berdansa, kuremas-remas pantat si Gina dan si Gina pun menaruh kepalanya dipundakku sambil merasakan remasan-remasanku yang mengikuti irama musik slow itu. Gina dengan sengaja menggesekkan bagian pubic area dia dengan batang kemaluanku. Terasa batang kemaluanku itu bangun tegak terhimpit badan kami. Gerakan-gerakan itu tentu saja membuatku tak tahan, kuajak Gina untuk pergi ke tempat persembunyianku dan kucari juga si Janet dan si Seong Jong untuk ikutan bermain seks.
Sewaktu kubuka pintu tempat persembunyianku, betapa kagetnya aku, di dalam terdapat kurang lebih 6 orang, semua aku kenal sedang mengadakan orgy. Wow, si Mario orang Jerman bersama Helen ceweknya orang Taiwan, Seong Bin kakak si Seong Jong bersama Yeslin orang Bandung, Ms. Rothen bersama Mr. Carr guru olahraga yang dari Kanada. Mereka tidak mempedulikan kedatangan kami dan dengan enaknya melanjutkan acara spesial ini. Aku dan Gina memilih satu spot yang lumayan enak, dekat pojokan. Kubuka langsung baju si Gina dan kuciumi dadanya sembari tanganku melepas BH-nya. Berdirilah Gina dengan telanjang dada. Kuciumi langsung buah dada Gina yang terlihat sangat seksi itu. Dia pun mendesah menandakan merasakan betapa nikmatnya jilatanku ke pentilnya. Tangan yang satu mengelus-elus rambutku sementara tangan yang satunya membuka resleting celana jeansku dan mengeluarkan batang kemaluanku yang sudah tegak itu. Kulepas celanaku supaya lebih enak dan kulepas juga celananya. Telanjang bulat kami bermain foreplay di sana, sementara yang lainnya sedang bersetubuh. Aku tak menggubris mereka dan tetap merasa betapa pentingnya foreplay, apalagi dengan cewek sendiri. Kucium dengan mesra dan kugosok-gosokkan batang kemaluanku ke lubang kemaluan si Gina. Batang kemaluanku dicengkeram dengan pahanya, sementara tangannya berada di belakang leherku. Kubuka paha dia perlahan-lahan dengan tanganku dan kutuntun batang kemaluanku untuk masuk ke lubang kemaluannya. Basah dan licin sekali. Aku pun mulai bergerak maju mundur mengikuti ritme musik yang terdengar semu-semu dari pub. Agar posisi lebih enak, maklum hari itu agak capai, kusuruh si Gina yang berada di atas dan “mengendarai” kemaluanku itu.
“Oooh ahhh ooh ahh…” Satu ruangan penuh dengan teriakan penuh nafsu. Janet dan Seong Jong sedang bersetubuh dengan kasar dan keras, Ms. Rothen dan Mr. Carr juga. Seong Bin dan Mario, sedang enak-enaknya menyetubuhi dua lubang si Helen, sementara Helen menjilati lubang kemaluan Yeslin. Terangsang sekali aku jadinya. Gina pun juga mulai hot nih, dia mulai saja naik turun dengan lebih cepat. Aku tetap saja tidak sabar, langsung si Gina kusuruh posisi doggie dan langsung saja kuhantam dari belakang dengan full power dan full throttle.
“Ahhh Kur… Yess… Terusin… Argh… enak Kur…..”
Aku tetap saja masuk maju mundur full power, tanganku meremas-remas buah dada si Gina dengan agak kasar. Gina semakin hot dan dia semakin saja mengerang keenakan.
“Cepet Kur… Cepet… nih… enak… Hmmm… Iya.. Cepetan aku sudah mau nyampe nih.”
Tidak ada lagi ba bi bu, aku juga merasa mau keluar juga, kupegang pinggang si Gina dan kutusuk-tusuk, kucabik-cabik dengan batang kemaluanku.
“Ah ah ah… ahhh Arghhh!”
“Aku keluaaarrr… sayang…!”
Kupeluk si Gina erat-erat sambil orgasme, dan Gina yang sedang orgasme pun mulai lunglai. Gina mendapatkan orgasme dua detik sebelum aku dapat dan kami pun istirahat sebentar. Aku duduk di pojokan dan Gina juga. Spermaku mengucur keluar sedikit demi sedikit dari lubang kemaluan si Gina. Gila, satu hari itu banyak bersetebuh, capai benar.
Pemuas Wanita
Kalo mau dibilang edan, ya edan kali. Bodo ah! Soalnya, kamu yang pada
baca tulisan ini juga pada edan. Iya kan? Kenapa aku bilang edan? Sebab
aku merupakan salah seorang guru di sebuah sekolah swasta di bilangan
Jakarta, dan aku mengajar salah satu pelajaran eksak di tingkat SLTP.
Itulah perkenalanku, dan kisah yang akan aku ceritakan ini adalah kisah
nyata. Begini ceritanya.
Kata murid-muridku aku mengajar enak sekali, sehingga apa yang ku
sampaikan mereka memahaminya, oleh karena itu banyak murid-muridku yang
ngefan terhadapku. Salah seorang yang ngefan banget padaku namanya
Merry, luar biasa anak ini. Inginnya selalu saja ingin dekat denganku,
ada saja alasannya untuk bisa berkomunikasi denganku. Sebagai seorang
guru aku selalu berusaha menghindar darinya.
Suatu saat, akau tak dapat lagi menghindar dari Merry, karena waktu itu
aku mendapat tugas dari sekolah untuk mengajar bimbel bagi siswa/i kelas
tiga. Aku selalu mengoreksi hasil post tes pada hari itu juga sebab jika
aku mengoreksi di rumah pasti saja terganggu oleh anak-anakku. Ketika
aku sedang asyik mengoreksi seorang diri di ruang guru, aku dikejutkan
oleh kedatangan seorang murid wanitaku, Kiki namanya.
“Belum selesai Pak ngoreksinya?”
“Eh Kiki, kamu koq belum pulang?” kataku.
“Mendung Pak saya takut kehujanan di jalan, dan juga nemenin Merry,
katanya ada perlu sama Bapak”.
“O, ya! Mana Merrynya?”.
“Itu Pak, sahut Kiki”
Kemudian aku persilakan masuk mereka berdua keruang guru yang sepi itu,
karena hujanpun turun dengan lebatnya. Kami ngobrol-ngobrol bertiga,
posisi duduk Merry disebelah kananku sedang Kiki didepanku.
Setelah cukup lama kami berbincang-bincang, Merry mengatakan, “Pak boleh
engga saya lihat nilai saya?” seraya mendekat padaku dengan cepat.
Aku katakan, “Ee jangan”, sambil aku ambil buku nilai di depanku dan ku
angkat ke atas, tak disangka tak diduga Merry berusaha mengambil buku
nilai itu sebisanya hingga badannya menempel ke badanku oh.. oh, aku
merasakan harum tubuhnya dan kenyalnya payudara Merry yang baru tumbuh
itu, wow dalam sekejap si iblis melupakanku bahwa aku seorang guru, aku
mulai cari akal agar dapat dengan bebas melayani nafsu si Merry. Bagai
pucuk dicinta ulam tiba. Tiba-tiba Kiki pamit keluar ruangan, karena
mungkin sudah berhasil tugasnya mengantarkan Merry bertemu denganku.
Tinggallah kami berdua dalam ruang guru, Merry yang sedari tadi dekat
denganku itu makin mendekat, tanpa kusadari penisku tegak tak
terkendali. Di satu kesempatan kupeluklah Merry, dari belakang dan
kukecup lehernya serta kuremas payudaranya yang baru tumbuh itu, dia
menggelinjang kenikmatan, tak lama setelah itu terdengar langkah sepatu
Kiki mendekat, kami pun saling melepas peluk dan menjauh, sambil
kukatakan “Nanti aku telepon kamu”. Merry hanya mengangguk.
Malam harinya sekitar pukul 20.00 aku telepon Merry, kami
berbincang-bincang, yang berakhir dengan ku tembaknya Merry, dan
ternyata itulah yang diharapkannya. Giillaa, Merry mendambakanku sebagai
kekasihnya. Aku coba mengajaknya jalan pada hari minggu, karena
kebetulan hari minggu itu aku mendapat tugas mencari villa disekitar
puncak untuk acara organisasi sekolahku, dia pun menyetujuinya.
Sesuai janji minggu pagi-pagi sekali aku sudah berangkat, untuk bertemu
Merry disetasiun yang telah ditentukan. Kami berangkat menggunakan KA
Jabotabek, ternyata Merry begitu romantis sekali sepanjang perjalanan
aku dipegangi, dan jika ada kesempatan ia memelukku, aduh! aku
benar-benar tidak membayangkan sebelumnya punya pacar gelap seorang ABG
cantik nan sensual (Seperti Nafa Urbach). Akhirnya sampailah kami
ketempat yang dituju, setelah aku membooking villa yang kumaksud maka
kami pun berniat pulang.
Namun kata Merry, “Pak aku capek nih, istirahat dulu dong.”
“Wah dimana Mer?”
“Itu ada hotel” seraya menunjukan tangannya ke seberang jalan tempat
kami berada.
Aku menjawab secepatnya, “OK, deh.”
Di dalam kamar hotel, aku sangat kikuk, tapi aku pikir ah masa kalah
sama anak yang bedanya 20 tahun lebih muda dariku, aku berusah
menenangkan diri, kemudian bersih-bersih badan. Merry pun begitu.
Setelah itu kami ngobrol diatas tempat tidur sambil menonton televisi,
seraya mulai tatap menatap, yang kemudian saling mendekat, saling
membelai dan akhirnya ku kecup kening mary, selanjutnya kulumat bibirnya
yang sensual itu dia pun membalasnya, ketika kurujak bibirnya tanganku
bergrilya masuk kedalam kaosnya kucari puting susunya yang kecil itu
kupilin perlahan-lahan teranya olehku badannya merinding sambil
melenguh-lenguh suaranya.
Akhirnya kubuka kaosnya serta branya yang baru bernomor 34, begitu
kubuka wow, pemandangan yang sangat indah, payudara kecil nan menantang
dipuncaknya berwarna coklat muda dengan puting yang kecil, segera saja
aku kulum puting kecil itu, rasanya akan kutelan saja payudaranya, dia
menggelinjang-gelinjang kenikmatan, sejurus kemudian kubuka juga rok
nya, mulai aku bergrilya kedaerah yang jauh dibawah sana, kuterobos
celana dalamnya kuusap-usap bukit venusnya dengan rambut-rambut halus
yang menambah betah tanganku disana. beberapa saat kemudian kucoba
menguak labium mayoranya, ternyata sudah basah, kucari clitorisnya
setelah ketemu kusap-usap perlahan sekali. Erangan-erangan yang tadinya
halus mulai terdengar liar menambah semangat jari-jariku menari
disela-sela lembah kenikmatan.
“Bapak curang, buka juga dong bajunya.” katanya memecah konsentrasi.
“OK, OK .” Kataku dengan semangat sambil membuka kaos dan celana panjangku.
Kami berpelukan erat sekali, berciuman, berguling kekanan dan kekiri
luar biasa. Akhirnya aku tidak tahan lagi, kutawarkanlah padanya untuk
coitus.
“Mer, kita senggama ya!”
“Jangan Pak!” katanya.
“Kamu engga mau? Enak lho Mer”, rayuku sambil meraba-raba kemaluannya.
Cumbu rayu, isap menghisap, raba-meraba terus kami lakukan, yang jelas
sebenarnya aku sudah nggak tahan tapi aku menahan diri. Sampailah
akhirnya pada puncak cumbu rayu, ku arahkan kepalaku ke kemaluannya.
Kubuka celana dalamku dan kubuka juga celana dalamnya ternyata Merry
diam saja setelah itu kuisap-isap clitorisnya entah berapa kali dia
orgasme, yang jelas perawan itu kenikmatan beberapa saat kemudian
kuarahkan batang penisku pada liang vaginanya, ketika sudah pada
sasarana yang tepat kutekan perlahan sekali, kemudian kudiamkan, vagina
yang sudah basah itu seperti menarik batang kenikmatanku perlahan-lahan.
Woow batangku masuk perlahan. Panas, licin dan terasa ada cengkraman
yang kuat sekali didalam sana, aku terpejam nikmat, setelah Merry
beradaptasi dengan batangku yang berada didalam baru kugerakan penisku
perlahan-lahan, lagi-lagi ia mengerang hebat seraya memelukku erat sekali.
“Terus Pak, terus, teruus. eehh, eehh.. oo.. hh.”
Rupanya ia orgasme kembali. Kuakui nikmat sekali bersenggama dengan
Merry, akhirnya akupun ingin keluar hingga kucabut batangku dari liang
surga kumuntahkan spermaku diluar agar tidak hamil. Setelah puas kami
pulang ke Jakarta dengan keadaan yang berbeda. Aku merasa lebih memiliki
Merry dan Merry pun demikian.
Sejak kejadian itu kami jadi kecanduan melakukannya, pernah suatu saat
rupanya Merry ingin melepas “hajat”-nya, maka janjianlah kita untuk
jalan setelah Merry pulang sekolah (saat itu ia telah SMU) akhirnya kami
nonton di bioskop kelas kambing dengan film mesum pada jam pertunjukan
siang, agar jarang yang nonton karena memang niatnya adalah senggama,
kami pilih tempat duduk di belakang, begitu pertunjukan mulai mulai juga
kami lakukan Foreplay kira-kira tiga puluh menit kemudian aku gelar
jaketku dibawah kursi Merry, aku pindah duduk dibawah persis menghadap
kemaluan Merry, kuisap klitorisnya sampai ia puas, setelah itu aku
melakukan coitus dalam keadaan Merry duduk dan aku berdiri, nikmatnya
luar biasa.
Disaat lain aku lakukan dirumah orangtuaku kebetulan kedua orang tua ku
pulang kampung dan aku disuruh menunggui rumah orangtuaku itu.
sebelumnya kusiapkan VCD porno sebanyak 4 CD. Rumah orangtaku yang luas
itu hanya kami berdua yang menghuninya. Aku lakukan hubungan badan
sepuas-puasnya, dengan Merry sayangku.
Pernah juga aku melakukan hubungan intim di berbagai hotel melati di
Jakarta dan Bogor, semuanya kami lakukan dengan suka sama suka selama
tiga tahun total hubungan yang kami lakukan krang lebih enam puluh kali.
Akhirnya kami menyadari bahwa hal ini harus berakhir, karena saya sudah
punya istri dengan empat orang anak, sedangkan Merry harus meniti karir
sebagai seorang sarjana teknik, sampai saat ini hubungan kami tidak ada
yang mengetahui dan kabarnya Merry sudah mempunyai calon suami.
Aku sendiri saat ini sudah tidak menjadi guru, saat ini aku
berwiraswasta. Pengalamanku bersama Merry membuat aku menjadi pecandu
coitus, jika aku hubungan badan kadang-kadang aku heran sendiri karena
“penisku kaga ade matinye” karena sekarang aku jadi pecandu, sedangkan
aku ngga ingin ngeluarin uang maka aku kini nyambi sebagai cowok
panggilan, aku jadi cowok panggilan karena yang panggil aku biasanya
yang buas-buas alias hiper sex, nah aku suka itu.
Pernah aku dipanggil oleh seorang ibu muda beranak satu, setelah dia
bertemu denganku rupanya dia meragukan kemampuanku karena usiaku yang
sudah tigapuluh sembilan tahun, akhirnya aku kasih dia garansi jika aku
keluar duluan aku yang menservice dia tapi nyatanya ibu muda itu
ketagihan terhadapku. Aku dalam hubungan tidak mencari uang tapi yang ku
cari happy aja, happy yang gratis, begitulah kira-kira.
Minggu depan aku sudah diwanti-wanti untuk siap-siap menservice seorang
wanita setengah baya (46 tahun) istri seorang pejabat di Kalimantan yang
akan ke Jakarta, Ibu ini walau umurnya sudah cukup tapi masih sangat
enerjik, badannya sintal, payudaranya padat, tatapannya penuh dengan
kemesuman. Beberapa hari yang lalu HP ku bunyi.
Ternyata Tante S yang telepon, katanya, “Anton, minggu depan Tante mau
ke Jakarta kamu harus puasin Tante, seperti yang lalu ya”.
Aku jawab saja, “OK, Tante!”
Ima, Si Cewek Imut
Ini pengalamanku dengan anak kelas 6 SD. Aku tuh paling suka sama anak
sekitar kelas 6 SD sampai 2 SMP. Kalau aku sendiri adalah mahasiswa
tingkat satu di Bandung. Ceritanya pada waktu itu aku sedang jalan-jalan
ke toko buku. Aku sedang ingin cari buku komik. Pas sedang cari itu, aku
melihat anak yang manis, yah.. pokoknya /cute/ banget deh! Putih, dan
karena bajuyang dipakainya agak ketat, buah dadanya yang agak baru
tumbuh itu sedikit menjiplak di bajunya, jadi kelihatan runcing begitu.
Aku ajak kenalan saja dia, siapa tahu bisa dapat. Tidak usah aku kasih
tahu proses kenalannya ya, soalnya.. ya gitu deh.. pokoknya akhirnya aku
tahu itu anak kelas 6 SD dan aku tahu nomor teleponnya. Oh iya, namanya
adalah Ima, aku jadi lumayan sering menelepon dia. Habis ternyata
anaknya asyik juga. Kami sering ngobrol tentang /Boys Band/ yang dia
suka, (bukanberarti aku suka /Boys Band/, kebetulan adikku banyak tahu,
jadi aku ikut-ikutan tahu).Aku sudah beberapa kali ajak dia jalan-jalan
ke Mall, tapi jarang mau. Sepertinya tidak dibolehi sama ibunya. Tapi
akhirnya bisa juga. Sepertinya aku memang sedang /falling in love/ sama
si Ima. Setiap pulang sekolah, dia sering aku jemput, lucu deh, jadi
seperti jemput adik sendiri, nanti aku dikira pembantu pribadinya sama
temennya. Biarin deh, yang penting aku sayang sama Ima.
Nah, pada suatu hari waktu dia pulang sekolah, aku ajak saja ke rumahku.
Ternyata dianya mau.Asyik, pikirku. Habis dia tidak pernah mau aku ajak
ke rumahku. Dan pas ketika kuajak ke kamarku, dianya mau saja dan untung
tidak ada yang melihatku bawa-bawa anak SD, kan malu juga kalau ketahuan
punya cewek anak SD. Setelah beberapa kali aku ajak ke rumah, baru kali
inidia mau dan mau lagi ke kamar. Kan kalau di kamar suasananya jadi
lebih /romance/ dan tenang karena berdua saja. Di kamar kustel kaset
/West Life/, khan lumayan lembut tuh musiknya. Dia suka banget sama itu
/Boys Band/. Pertama-tama kami ngobrol biasa tentang sekolahnya,
guru-gurunya, temen-temennya, biasalah anak SD. Eh, kami akhirnya
ngobrol tentang pacaran, aku tanya saja.
“Pacar kamu siapa sih..?” sambil senyum.
“Bukannya kamu..” jawabnya.
Waduh, nih anak SD polos amat.. tapi aku seneng sih, dia ngakuin aku.
“Iya nih Ma, aku sayang banget ama kamu,” rayuku.
Dianya diam sambil menatapku malu. Waduh wajahnya itu lho, masih /Fresh/
dan dia manis sekali. Tiba-tiba, gara-gara meliat parasnya yang /cute/
itu, aku jadi ingin mencium bibirnya, tapi dia mau tidak ya?
“Sayang, kamu pernah ciuman belum?” tanyaku.
“Belum, tapi suka deh ngeliat orang ciuman di film-film,” katanya.
“Mau nyobain tidak?” tanyaku, /to the point/ saja.
Dia diam saja.
“Sama kamu? nggak ah, takut.. malu..” kata Ima.
“Nggak apa-apa lagi..” jawabku.
“Coba ya.. enak kok,” kataku lagi.
“Coba deh merem!” kataku.
Dia mencoba merem, tapi melek lagi, takut katanya. Jantungnya terasa
deg-degan, katanya.
“Santai saja, tidak usah tegang,” kataku.
Dia mulai merem, perlahan aku dekati wajahnya, mulai terasa hembusan
nafasnya. Lalu perlahan kusentuh bibirku dengan bibirnya. Ketika bibir
kami mulai bersentuhan, bibirku mulai bermain di bibirnya, dia belum
merespon. Dia hanya membiarkan bibirku memainkan bibirnya, terasa sekali
hembusan nafasnya, bibirnya yang begitu lembut tapi akhirnya dia juga
mulai memainkan bibirnya. Sekitar lima menit kami berciuman. Nafas dia
terengah-engah ketika selesai berciuman. “Gimana enak tidak?” tanyaku.
Dia cuma tersenyum malu-malu, “Mau lagi tidak? tapi sekarang lebih seru
lagi, kumasukkan lidah ke mulut kamu, terus kamu nanti isep lidahku di
dalem mulut kamu ya.. dan nanti gantian kamu yang masukin lidah ke
mulutku, nanti kuisep,” kata aku.
Dia merem lagi, aku dekati bibirku. Begitu kena bibirnya, langsung aku
masukkan lidahku, dia langsung menghisap, ah enak, geli dan nikmat,
terasa di mulut. Setelah itu dia masukkan lidahnya ke mulutku, kuhisap
lidahnya lengkap beserta ludah yang ada di mulutnya. Ketika sedang asyik
berciuman itu, timbul ide nakal, aku mencoba meraba dadanya yang masih
baru tumbuh. Ternyata dia tidak menolak, dia masih terus menikmati
berciuman dengan aku. Aku masih terus meraba-meraba dadanya yang kalau
dibilang sih masih kecil untuk ukuran buah dada, tapi aku suka sekali
sama buah dada yang semacam itu, runcing dengan puting yang baru tumbuh.
Aku mulai nekat, kucoba masukkan ke dalam balik bajunya, di balik kaus
singletnya (dia belum pakai BH, tapi karena tidak pakai BH, putingnya
yang baru tumbuh itu jadi menonjol keluar, jadi kelihatan agak runcing
dadanya) terdapat gundukan kecil imut nan segar. Eh, ternyata dia mulai
sadar dan menghentikan ciumannya.
“Jangan dimasukkin dong tangannya,” kata dia.
Wah, tampaknya dia belum berani.
“Maaf deh.. aku terlalu nafsu,” kataku.
“Eh, udah sore nih, kamu aku anter pulang dulu ya,” kataku.
Anak SD, kalau belum pulang sampai sore nanti dicariin, kan gawat kalau
ibunya sampai tahu dia di kamarku. Akhirnya hari pertama dia di rumahku
diakhiri dengan belajar ciuman.
Besok-besoknya dia tidak pernah bisa main ke rumahku. Soalnya ibunya
menjemput terus. Nah, seminggu setelah dia main ke rumahku, akhirnya dia
mau lagi diajak ke rumahku. Pas pulang sekolah aku ajak masuk lagi ke
kamarku.
“Gimana sayang? masih mau terusin pelajaran ciuman kita minggu kemaren?”
tanyaku.
Dia tersenyum.
“Mau dong.. yang pakai masukin lidah ya..” kata Ima.
“OK deh..” jawabku.
Dan mulailah kami ber-/French kissing/. Kami berciuman sampai beberapa
menit. Tapi aku kepikiran lagi sama dada dia. Karena saking nafsunya aku
ingin sekali merasakan dada cewekku ini. Aku mencoba minta ke Ima. “Ma..
aku pengen liat.. liat dada kamu boleh nggak..? Entar enak deh, bisa
lebih enak dari pada ciuman,” kataku. Dia diam saja sambil menatap ke
arahku. Akhirnya dia mau juga setelah kubujuk. Dia aku suruh duduk di
tempat tidurku. “Kamu tenang aja ya..” dia mengangguk. Aku
perlahan-lahan membuka baju kemeja sekolahnya, satu per satu kancingnya
kubuka. Dia menatapku dengan perasaan yang tegang. “Rilex aja lagi..
jangan tegang gitu.. tidak sakit kok,” kataku. Akhirnya dia agak tenang.
Begitu kebuka semua, wah, ternyata masih ada kaus singletnya yang
menghalangi buah dada mininya itu. “Aku buka semua ya..” kataku. Dia
mengangkat tangannya ke atas, lalu kubuka singletnya.Wow.. ternyata
indah sekali man..! Kulitnya yang putih mulus, masih halus sekali, buah
dadanya yang baru muncul itu menampakkan suatu kesan yang amat indah,
putingnya berwarna pink itu, membuat lidahku ingin mengulumnya. Dengan
perlahan kusentuhkan lidahku ke putingnyayang berwarna pink itu. (PS:
Kalau mau mencoba sama anak yang baru tumbuh buah dadanya, hati-hati,
soalnya daerah itu masih sensitif sekali. Kalau kesentuh keras sedikit
saja, terasa sakit sekali sama dia. Bener tidak?).
Lalu mulai kujilati dan tanganku mencoba menyentuh puting yang satu
laginya. Dia merem ketika aku menjilati putingnya, dia tinggal memakai
rok merah, seragamnya. Dia merem ketika aku menjilat, menghisap,
menyentuh, meraba buah dada imutnya itu, dan dia mulai mendesah
kenikmatan, “Ssshhssh.. mm..” desahnya, aku makin /horny/ saja
mendengarnya dan aku makin lancar mengerjai dadanya itu. Aku jilati
bergantian kanan dan kiri, dan aku juga menjilati perutnya dan pusarnya.
Sedang menjilati tubuhnya itu, eh, timbul lagi benak nakal. Bentuk
vaginanya gimana ya? aku jadi penasaran gitu. Aku masukkan tanganku ke
dalam roknya. Kuusap-usap CD-nya yang melapisi vagina imut-imut milik
seorang anak kelas 6 SD yang manis itu.
“Ima.. kamu mau tidak membuka rok kamu..?” tanyaku.
“Mau kan sayang..?” tanyaku lagi.
“Tapi tidak apa-apa kan?” tanya Ima.
“Nggak kok..” kataku.
Dia kusuruh tiduran. Aku membuka roknya, aku peloroti roknya, dia
tinggal memakai celana dalamnya yang berwarna pink (lucu deh, ada gambar
/Hello Kitty/-nya), dan akhirnya aku peloroti CD-nya. Terlihatlah
sekujur tubuh telanjang seorang anak SD yang membuatku ingin
menidurinya. Terlihat vagina yang masih mulus, belum ada bulunya dan
bibir vaginanya yang mulus juga, dan aku nafsu sekali. Aku jilati
vaginanya, dianya kegelian, sehingga badannya bergoyang ketika aku
jilati bagian dalam vaginanya.
Tapi lama-lama kupikir, aku jahat sekali, nih anak kan cewekku, masa aku
tega sih. Ya sudah, aku selesai saja. Kalau aku sampai ML, berarti aku
menghancurkan masa depan seorang anak. Aku terus menjilati vaginanya,
dan aku terus menjilati bagian klitorisnya sampai dia bergoyang-goyang.
Akhirnya dia mengalami orgasme, “Aahh.. aku lemes..” Akhirnya aku sudahi
jilati vaginanya dan kucium pipinya.
“Gimana enak kan..?” tanyaku.
“Iya..”
“Tidak apa-apa khan?” kataku.
“Udah sore tuh kamu mau pulang..?” tanya aku.
“Iya deh, tapi kapan-kapan lagi ya..” katanya.
“Iya deh sayangku,” kataku sambil kucium keningnya.
Yah begitulah ceritanya, aku tidak tega untuk merenggut keperawanan
cewekku sendiri. Aku sama Ima jalan sampai dua bulan saja, karena bosan.
Aku tidak pernah nge-ML sama dia dan aku sudah berjanji tidak mau ML
sama dia.
OK deh, pembaca and /Lolilover/, segitu saja ceritaku. Yang mau mengirim
saran, kritik, tapi jangan protes sama ceritaku ya, kirim saja ke
email-ku, dan salam hangat selalu untuk semua pembaca dan penulis. Bye..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar